Selasa, 08 Januari 2013

Mutiara yang Terpendam


  Di Kota Serang, ada seorang kyai kecil yang hidup pas-pasan, sang kyai memiliki banyak keturunanan, yang membuat beban yang ditanggungnya semakin berat, salah seorang putrinya bernama Nurul, seorang anak yang patuh dan taat pada orang tuanya, saking patuhnya, untuk meminta sesuatu yang sebenarnya remeh pun ia tidak berani. ( Apalagi minta kawin he\...he..). Memasuki masa remajanya, Nurul di lamar seorang pemuda yang tampan dan kaya, ia menerima lamaran pemuda itu dengan mengajukan suatu syarat, ia harus di pondokkan, ternyata sang,  pelamar bersedia memenuhi syarat itu, sehingga keduannya pun melangsungkan pernikahan. (Swuit...swuitz...kawin rek...)
Hari berganti hari, bulan berganti tahun, kehidupan mahligai rumah tangga mereka berjalan normal, namun janji sang suami kepada Nurul di awal pernikahannya ternyata tidak kunjung ditepati, sudah sekian lama ia menunggu, tapi janji itu tidak kunjung tiba. Akhirnya karena begitu kuatnya keinginan Nurul untuk menuntut ilmu agama, sehingga ia memberanikan diri hal itu kepada bapaknya. Permintaan yang tak pernah di laukannya sejak kecil, Nurul menyatakan jika sang suami tidak sanggup memondokannya Nurul bersedia di cerai.
Sang bapak yang mengetahui keinginan besar Nurul dan ketulusan cita-citanya, mengajukan keresahan hati anaknya itu kepada sang menantu, ternyata sang menantu bersedia menceraikan nurul, tak lama berselang sang suami menceraikannya. Anak solehah itupun kembali hidup bersama kedua orang tuanya.
Tak lama setelah perceraian itu keinginan untuk mondok kembali ia ajukan kepada orang tuanya , namun karena faktor ekonomi yang tidak mendukung, bapaknya merasa keberatan menerima permintaan itu. Namun, Nurul berusaha meyakinkan sang ayah, bahwa urusan ekonomi tidak usah dipermasalahkan, walaupun Nurul hanya mendapat bekal apa adanya ia akan menerima kenyataan itu dengan ikhlas.
Keinginan kuat dan ketulusan niat Nurul akhirnya meluluhkan hati sang bapak. Dengan berat hati, bapaknya berkata “Nak...aku tidak bisa memberimu bekal apa-apa kecuali hanya doa dan keridoanku”.
Mendapat restu orang tuanya berangkatlah Nurul kepondok tujuannya. Disana ia bertahan hidup dari sisa makanan temannya, bertahun tahun hal itu dijalani tanpa rasa risih.
Selama bertahun-tahun, tak ada aral berarti dalam mengarungi bahtera ilmu Allah itu, kecuali hanya kesulitan ekonomi saja. Namun untung tak dapat di raih, malang tak dapat di tolak, demikian kata pepatah lama. Setelah melewati bhari-hari dengan tanpa hambatan, tibalah saatnya yang sangat ia takutkan “ wisuda” bukan karena ia tidak mampu menghadapinya, melainkan karena ia tidak memiliki biaya sepeserpun, suatu saat ia di panggil oleh ibu nyai : “Nurul sudah siapkah kamu di wisuda? “ Tanya bu nyai “belum bu...” jawab Nurul dengan nada terbata-bata.
Pertanyaan seperti itu sering kali dilontarkan ibu nyai, namun ia selalu memberi jawaban yang sama, apakah aku harus terus berbohong? Pikirnya suatu kali.
Hingga pada suatu hari ia kembali dipanggil oleh ibu nyainya saat itu, ia menyatakan kesediaannya untuk di wisuda, namun dengan satu syarat yang mengujinya adalah kyai-kyai besar. Dalam pikiran Nurul, dengan syarat yang demkian itu sang ibu nyai jelas tidak akan mengabulkannya, tapi apa boleh buat guru yang sangat di hormattinya menyanggupi syarat yang di ajukannya. Nurul pun bingung sebab sepeserpun dia tidak memiliki biaya itu.
Ditengah kebingungannya itu, ia hanya bisa pasrah kepada Allah SWT, sebagaimana biasanya tengah malam ia bangun untuk melaksanakan sholat, selesai sholat dengan bibir gemetar ia berdo’a “ Ya Allah jika hidupku akan lebih baik biarlah hambamu ini tetap hidup tapi jika matiku lebih baik, maka aku rela kau ambil nyawaku secepatnya.” Allah Maha tau segala kegundahan hati hambanya.
Keesokan harinya ketika prosesi wisuda hampir dilaksanakan, tiba-tiba suhu tubuh Nurul naik drastis, saking panasnya ia hampir koma, sang ibu nyai yang memang punya perhatian besar kepada Nurul segera menghubungi orang tuanya, tak lama berselang orang tua Nurul datang seorang diri,. Mengetahui keadaan anaknya sedang kritis, sang bapak membawa pulang Nurul, setelah meminta izin kepada ibu nyai.
Di iringi gelayut mendung yang memenuhi angkasa, tepat di perempatan menuju rumahnya, nurul menghembuskan napas terakhirnya, “Inna lillahi Wainna ilaihi Rojiu...n” dengan sesungging senyum anak sholehah itu pergi untuk selam-lamanya dipelukan ayahnya.
Sebagai keluarga yang berpengaruh di masyarakat sana, berita meninggalnya Nurul langsung menyebar kemana-mana. Ketika keranda dii bawa menuju ke pemakaman, masyarakat tampak berjejal mengiringi jenazah menuju peristirahatan terakhirnya, mereka tampak hidmah mengantar kepergian kekasih allah itu.
Diantara sekian banyak pentakziah. Terdapat seorang muallaf yang di Islam kan oleh bapaknya. Sang muallaf sebenarnya tidak tahu jenazah siapakah yang diantarnya. Yang ia tahu, ia sedang mengantar jenazah salah seorang keluarga kyainya itu “Siapa yang meninggal?” tanyanya kepada pentakziah yang lain “ Itu loh,,,anaknya pak kyai, namanya Nurul “Jawab orang itu menjelaskan. Sambil bejalan pikiran sang muallaf bertanya-tanya “Saya kok gak pernah tahu yah....pak kyai punya putri bernama nurul...?” sesampaiya di area pemakaman, dgn perasaan setengah sadar, si muallaf melihat wanita cantik berkebaya putih keluar dari keranda sambil melempar secarik kertas kearahya. Tanpa rasa curiga sedikit pun ia mengambil secarik kertas itu, lalu menyimpanya.
Setelah pulang kerumahya, pemuda itu membuka kertas yg disimpanya. Kertas itu bertuliskan “Taa’at lah dan beribadah lah kepada Allah, jangan lah selalu memikirkan urusan duniawi, karna ia hanya bersifat sementara”. Pemuda itu tertegun membaca pesan yg tertera pada secarik kertas itu “Siapakah wanita itu?apakah dia yang bernama Nurul” pikirya..
Tak lama setelah kematian Nurul, terjadi peristiwa aneh, saat itu masyarakat setempat melihat langit yg sangat indah meluncur di angkasa.. anehya , di sela-sela pelangi itu mereka juga melihat sosok Nurul terseyum memandang ke arah mereka, mereka pun berteriak memanggilya. Mendengar teriakan mereka, kaka Nurul sebenarya agak kurang percaya namun didorong rasa penasaran ia mengikuti kemana arah pelangi itu pergi. Kaka nurul yang konon adalah santri Lirboyo itu terus menguntip dari belakang hingga akhirya ia sampai di sebuah danau kecil. Massaallah.. ternyata benar apa yg dikatakan masyarakat, ia melihat Nurul sedang bermain-main bersama bidadari cantik disekitar danau itu.


Tidak ada komentar: