Di
Kota Serang, ada seorang kyai kecil yang hidup pas-pasan, sang kyai memiliki
banyak keturunanan, yang membuat beban yang ditanggungnya semakin berat, salah
seorang putrinya bernama Nurul, seorang anak yang patuh dan taat pada orang
tuanya, saking patuhnya, untuk meminta sesuatu yang sebenarnya remeh pun ia
tidak berani. ( Apalagi minta kawin he\...he..). Memasuki masa remajanya, Nurul
di lamar seorang pemuda yang tampan dan kaya, ia menerima lamaran pemuda itu dengan
mengajukan suatu syarat, ia harus di pondokkan, ternyata sang, pelamar bersedia memenuhi syarat itu,
sehingga keduannya pun melangsungkan pernikahan. (Swuit...swuitz...kawin
rek...)
Hari
berganti hari, bulan berganti tahun, kehidupan mahligai rumah tangga mereka
berjalan normal, namun janji sang suami kepada Nurul di awal pernikahannya
ternyata tidak kunjung ditepati, sudah sekian lama ia menunggu, tapi janji itu
tidak kunjung tiba. Akhirnya karena begitu kuatnya keinginan Nurul untuk
menuntut ilmu agama, sehingga ia memberanikan diri hal itu kepada bapaknya. Permintaan
yang tak pernah di laukannya sejak kecil, Nurul menyatakan jika sang suami
tidak sanggup memondokannya Nurul bersedia di cerai.
Sang
bapak yang mengetahui keinginan besar Nurul dan ketulusan cita-citanya,
mengajukan keresahan hati anaknya itu kepada sang menantu, ternyata sang
menantu bersedia menceraikan nurul, tak lama berselang sang suami
menceraikannya. Anak solehah itupun kembali hidup bersama kedua orang tuanya.
Tak lama
setelah perceraian itu keinginan untuk mondok kembali ia ajukan kepada orang
tuanya , namun karena faktor ekonomi yang tidak mendukung, bapaknya merasa
keberatan menerima permintaan itu. Namun, Nurul berusaha meyakinkan sang ayah,
bahwa urusan ekonomi tidak usah dipermasalahkan, walaupun Nurul hanya mendapat
bekal apa adanya ia akan menerima kenyataan itu dengan ikhlas.
Keinginan
kuat dan ketulusan niat Nurul akhirnya meluluhkan hati sang bapak. Dengan berat
hati, bapaknya berkata “Nak...aku tidak bisa memberimu bekal apa-apa kecuali
hanya doa dan keridoanku”.
Mendapat
restu orang tuanya berangkatlah Nurul kepondok tujuannya. Disana ia bertahan
hidup dari sisa makanan temannya, bertahun tahun hal itu dijalani tanpa rasa
risih.
Selama bertahun-tahun, tak ada
aral berarti dalam mengarungi bahtera ilmu Allah itu, kecuali hanya kesulitan
ekonomi saja. Namun untung tak dapat di raih, malang tak dapat di tolak,
demikian kata pepatah lama. Setelah melewati bhari-hari dengan tanpa hambatan,
tibalah saatnya yang sangat ia takutkan “ wisuda” bukan karena ia tidak mampu
menghadapinya, melainkan karena ia tidak memiliki biaya sepeserpun, suatu saat
ia di panggil oleh ibu nyai : “Nurul sudah siapkah kamu di wisuda? “ Tanya bu
nyai “belum bu...” jawab Nurul dengan nada terbata-bata.
Pertanyaan
seperti itu sering kali dilontarkan ibu nyai, namun
ia selalu memberi jawaban yang sama, apakah aku harus terus berbohong?
Pikirnya suatu kali.
Hingga
pada suatu hari ia kembali dipanggil oleh ibu
nyainya saat itu, ia menyatakan kesediaannya untuk di wisuda, namun
dengan satu syarat yang mengujinya adalah kyai-kyai
besar. Dalam pikiran Nurul, dengan syarat yang demkian itu sang ibu nyai
jelas tidak akan mengabulkannya, tapi apa boleh buat guru yang sangat di hormattinya menyanggupi syarat yang
di ajukannya. Nurul pun bingung sebab sepeserpun dia tidak memiliki biaya itu.
Ditengah
kebingungannya itu, ia hanya bisa pasrah kepada
Allah SWT, sebagaimana biasanya tengah malam ia bangun untuk
melaksanakan sholat, selesai sholat dengan bibir
gemetar ia berdo’a “ Ya Allah jika hidupku akan lebih baik biarlah
hambamu ini tetap hidup tapi jika matiku lebih baik, maka aku rela kau ambil nyawaku secepatnya.” Allah Maha tau segala
kegundahan hati hambanya.
Keesokan
harinya ketika prosesi wisuda hampir dilaksanakan,
tiba-tiba suhu tubuh Nurul naik drastis, saking panasnya ia hampir koma,
sang ibu nyai yang memang punya perhatian besar
kepada Nurul segera menghubungi orang
tuanya, tak lama berselang orang tua Nurul datang seorang diri,. Mengetahui keadaan anaknya sedang kritis, sang bapak membawa pulang
Nurul, setelah meminta izin kepada ibu nyai.
Di
iringi gelayut mendung yang memenuhi angkasa, tepat
di perempatan menuju rumahnya, nurul
menghembuskan napas terakhirnya, “Inna lillahi Wainna ilaihi Rojiu...n” dengan sesungging senyum anak sholehah itu pergi
untuk selam-lamanya dipelukan ayahnya.
Sebagai
keluarga yang berpengaruh di masyarakat sana, berita meninggalnya Nurul
langsung menyebar kemana-mana. Ketika keranda dii bawa menuju ke pemakaman,
masyarakat tampak berjejal mengiringi jenazah menuju peristirahatan
terakhirnya, mereka tampak hidmah mengantar kepergian kekasih allah itu.
Diantara
sekian banyak pentakziah. Terdapat seorang muallaf yang di Islam kan oleh
bapaknya. Sang muallaf sebenarnya tidak tahu jenazah siapakah yang diantarnya.
Yang ia tahu, ia sedang mengantar jenazah salah seorang keluarga kyainya itu “Siapa
yang meninggal?” tanyanya kepada pentakziah yang lain “ Itu loh,,,anaknya pak
kyai, namanya Nurul “Jawab orang itu menjelaskan. Sambil bejalan pikiran sang
muallaf bertanya-tanya “Saya kok gak pernah tahu yah....pak kyai punya putri
bernama nurul...?” sesampaiya di area pemakaman, dgn perasaan setengah sadar, si
muallaf melihat wanita cantik berkebaya putih keluar dari keranda sambil melempar
secarik kertas kearahya. Tanpa rasa curiga sedikit pun ia mengambil secarik
kertas itu, lalu menyimpanya.
Setelah
pulang kerumahya, pemuda itu membuka kertas yg disimpanya. Kertas itu
bertuliskan “Taa’at lah dan beribadah lah kepada Allah, jangan lah selalu
memikirkan urusan duniawi, karna ia hanya bersifat sementara”. Pemuda itu
tertegun membaca pesan yg tertera pada secarik kertas itu “Siapakah wanita
itu?apakah dia yang bernama Nurul” pikirya..
Tak lama
setelah kematian Nurul, terjadi peristiwa aneh, saat itu masyarakat setempat
melihat langit yg sangat indah meluncur di angkasa.. anehya , di sela-sela
pelangi itu mereka juga melihat sosok Nurul terseyum memandang ke arah mereka,
mereka pun berteriak memanggilya. Mendengar teriakan mereka, kaka Nurul sebenarya
agak kurang percaya namun didorong rasa penasaran ia mengikuti kemana arah
pelangi itu pergi. Kaka nurul yang konon adalah santri Lirboyo itu terus
menguntip dari belakang hingga akhirya ia sampai di sebuah danau kecil.
Massaallah.. ternyata benar apa yg dikatakan masyarakat, ia melihat Nurul
sedang bermain-main bersama bidadari cantik disekitar danau itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar