Kamis, 16 Mei 2013

Perbedaan Pendapat tentang Wali Dalam Akad Nikah

No
Pendapat Imam
Wali Yang Tidak Bisa Hadir
1.
Syafi'i
Apabila wali yang lebih dekat jauh, yang jauhnya sama dengan jarak diperbolehkannya mengqasahar shalat, maka yang menikahkan adalah hakim.
2.
Hanafi
Maliki
Hambali
Jika jauhnya tidak dapat dijangkau dengan setahun perjalanan, maka perwaliannya berpindah ke wali berikutnya.
3.
Hanafi
Hambali
Jarak yang tidak bias dijangkau adalah jarak yang jauhnya setahun perjalanan dengan menggunakan unta.
4.
Maliki
Hanafi
Jika Walinya pergi  jauh,  yang tidak sampai diketahui kabarnya, maka yang menjadi wali adalah saudaranya.
5.
Syafi'i
Melarang hal tersebut di atas. (no.4)
6.
Hanafi
Jika wali yang dekat pergi jauh, maka hak perwaliannya boleh diganti kepada wali berikutnya. Dengan alasan untuk kemaslahatan. Dan apabila wali yang gaib itu datang, maka ia tidak berhak membatalkan pernikahan dari wali penggantinya.
7.
Syafi'I
Jika wali yang dekat hadir, maka tidak boleh mewakilkannya kepada wali yang jauh. Jika wali yang dekat gaib,wali berikutnya tidak boleh mengaqadkannnya. Dan yang mengaqadkannya adalah hakim.
8.
Maliki
Jika wali yang jauh mengaqadkan, padahal wali yang dekat hadir, maka hukumnya diperinci, yaitu
1.      Nikahnya menjadi batal.
2.      Sah
3.      Wali yang dekat berhak memutuskannya. Yakni, Menerima, atau membatalkannya.
9.
Maliki
Sependapat dengan Abu Hanifah. Jika wali yang dekat tidak ada, maka hak perwalianya berpindah ke wali yang jauh.

No.
Pendapat Imam
Syarat dan Ketentuan menjadi wali
1.
Syafi'i
Hambali
Pernikahan tidak dianggap sah, tanpa adanya wali laki2. Dan tidak boleh mengaqadkan dirinya sendiri.
2.
Hanafi
Boleh menikahkan dirinya sendiri, dan boleh pula mewakilkannya. Jika ia adalah seorang perempuan yang sudah balligh, dan pernikahannya tidak boleh dihalang-halangi. Kecuali menikahnya itu dengan orang yang tidak sekufu.
3.
Maliki
Jika perempuannya memiliki kemuliaan nasab, cantik, dan digemari banyak oran, maka pernikahannya harus dengan adanya seorang wali. Tetapi jika tidak demikian, maka boleh dengan kerelaan dirinya.
4.
Dawud
Jika ia seorang bikr (perawan), maka harus adanya seorang wali, tetapi jika tsayyib (janda), maka sah tanpa adanya wali
5.
Abu Tsaur & Yusuf
Sah, jika mendapat izin dari walinya, tetapi jika ia mengadukan kepada hakim, dan hakim pun menetapkan sah, maka, tidak boleh bagi hakim Syafi'I membatalkannya.


Jika ada seorang perempuan yang menikah, tetapi jauh dari wali & hakim, maka alternatifnya adalah:
1.      Boleh menikahkan dirinya sendiri
2.      Boleh juga mewakilkannya.





No.
Pendapat Imam
Perempuan Kecil, Orang Gila & Idiot
1.
Syafi'i
Hambali
Wali berhak mengawinkan perempuan kecil yang masih perawan, bukan wanita kecil yang sudah janda.
2.
Syafi'i
Perkawinan anak laki2 & perempuan kecil, harus diwakilkan kepada ayah dan kakek dari pihak ayah saja, bukan yang lainnya.
3.
Hambali
Maliki
Hal yang seperti di atas hanya bias diwakilkan pada ayah saja.
4.
Hanafi
Semua anggota keluarga, boleh mengainkannya. Termasuk paman & saudara laki2.
5.
Hanafi
Imamiyah
Syafi'i
Akad nikah bagi orang yang idiot, harus dengan adanya izin dari walinya.
6.
Maliki
Hambali
Akad nikah orang idiot sah, dan tidak harus disyaratkan atas izin dari walinya.
7.
Seluruh Imam Madzhab
Wali berhak mengawinkan anak laki2 dengan perempuan kecil. Serta laki2 & wanita gila.

No
Pendapat Imam
Syarat Menjadi Wali dan Hakim
1.
Seluruh Imam Madzhab
Islam, balligh, berakal, & laki-laki (syarat menjadi wali)
Islam, balligh, berakal, laki-laki & adil (Syarat menjadi Hakim)
2.
Hambali
Islam, balligh, berakal, laki2 & adil (Syarat menjadi wali dan hakim)

No.
Pendapat Imam
Urutan Wali
1.
Hanafi
Anak laki2 wanita yang akan menikah itu, jika memang ia punya anak. Sekalipun dari hasil zina. Cucu laki2 dari pihak laki2, ayah, kakek dari pihak ayah, saudara sekandung, saudara laki2 seayah, anak saudara laki2 sekandung, anak saudara laki2 seayah, paman dari ayah, anak paman dari ayah, dst.
2.
Maliki
Ayah, penerima wasiat dari ayah, anak laki2 dari wanita yang akan menikah itu, saudara laki2, anak laki2 dari saudara laki2, kakek, paman, dst. Lalu beralih ke tangan hakim
3.
Syafi'i
Ayah, kakek dari pihak ayah, saudara laki2 sekandung, saudara laki2 seayah, anak laki2 dari saudara laki2, paman, anak paman, dst. Lalu beralih ke tangan hakim
4.
Hambali
Ayah, penerima wasiat dari ayah, kemudian yang terdekat, sesuai dengan yang ada di urutan pembagian dalam warisan. Lalu barulah beralih ke tangan hakim.

No.
Pendapat Imam
Mahar Mitsil & Perkawinan Sekufu
1.
Hanafi
Jika ayah & kakek mengawinkan anak gadisnya yang masih kecil dengan orang yang tidak sekufu / kurang dari mahar mitsil, maka akad nikahnya sah. Tetapi jika yang menawinkannya bukan ayah/kakek, maka pernikahannya tidak sah.
2.
Hambali
Maliki
Ayah boleh mengawinkan anak gadisnya yang masih kecil, kurang dari mahar mitsil
3.
Syafi'I
Ayah tidak berhak mengawinkan anak gadisnya yang masih kecil, yang kurang dari mahar mitsil. Tetapi jika ayah memaksanya, maka si anak boleh menuntut mahar mitsil bagi dirinya.