A.
PENDAHULUAN
Pendidikan
Islam bukan sekedar “transfer of knowledge” ataupun “transfer oftraining“,
tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi keimanan dan
kesalehan, suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan. Pendidikan
Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang
sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Setelah
nabi wafat, sebagai pemimpin umat islam abu bakar as-sidiq sebagai khalifah.
Khalifah adalah pemimpin yang diangkat setelah nabi wafat untuk menggantikan
nabi dan melanjutkan tugas-tugas sebagi pemimpin agama dan pemerintahan.
Pelaksanaan pendidikan islam pada masa khalifah abu bakar ini adalah sama
dengan pendidikan islam yang dilaksanakan pada masa Nabi baik materi maupun
lembaga pendidikannya.
Dari
segi materi pendidikan islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlaq,
ibadah, kesehatan dan lain sebagainya.
1. Pendidikan
keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah Allah.
2. Pendidikan
akhlaq,seperti adab masuk rumah orang,sopan santun bertetangga,bergaul dalam
masyarakat.
3. Pendidikan
ibadah seperti pelaksanaan shalat puasa dan haji
4. Kesehatan
seperti tenteng kebersihan, gerak-gerik dalam sholat merupakan didikan untuk
memperkuat jasmani dan rohani.
Di
samping itu, Abu Bakar dikenal mahir dalam ilmu nasab (pengetahuan mengenai
silsilah keturunan). la menguasai dengan baik berbagai nasab kabilah dan
suku-suku arab, bahkan ia juga dapat mengetahui ketinggian dan kerendahan
masing-masing dalam bangsa arab.
B.
PEMBAHASAN
1.
BIOGRAFI
KHALIFAH ABU BAKAR SIDIQ
Nabi Muhammad
Saw, tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau
sebagai pemimpin politik umat islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya
menyerahkan persoalan tersebut pada kaum Muslimin sendiri untuk menentukannya.
Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat, belum lagi jenazahnya di
makamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani
Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan di pilih menjadi
pemimpin. Musyawarah berjalan cukup alot karena masing-masing pihak baik
Muhajirin ataupun Anshar berhak menjadi pemimpin umat islam. Namun dengan
semangat ukhuwah Islamiah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar mendapat penghargaan
yang tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing pihak menerima dan
membaiatnya.
Sebagai pemimpin
umat islam setelah rasul, Abu Bakar disebut khalifah Rasulillah ( Pengganti
Rasul ) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah
adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan beliau
melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
Abu Bakar
menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis
untuk menyelesaikan persolan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan
oleh suku-suku bangsa Arab yang mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah.
Mereka menganggap,bahwa perjanjian yang dibuat dengan nabi Muhammad, dengan
sendirinya batal setelah nabi wafat. Karena itu, mereka menentang abu bakar.
Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama
dan pemerintahan,abu bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut
Perang Riddah ( perang melawan kemurtadan ). Khalid bin AL-Walid adalah
jenderal yang banyak berjasa dalam perang Riddah ini.[1]
Masa
khulafaurrasydin sering di sebut pula masa sahabat-sahabat besar yang
berlangsung dari tahun 11-40H yang di dalamnya terdapat orang khalifah yaitu:
Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Sahabat-sahabat
bertebaran ke berbagai daerah dan di sana mereka menjadi pemimpin sekaligus
menjadi pendidik muslim di tempat masing-masing sehingga pendidikan tidak
berpusat di madrasah saja. Selanjutnya praktek pengelolaan pendidikan pada masa
ini dapat dijelasskan sebagai berikut:
a. PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN
1) Pendidikan
di arahkan pada mengajarkan isi Al-Qur’an
2) Pendidikan
diajarkan dengan menggunakan dialek daerah masing-masing, sehingga sering
timbul perselisihan dalam bacaan Al-Qur’an.
b. SUMBER PENDIDIKAN
Sumber
pendidikan diambil dari Al-Qur’an, Hadits, Alam sekitar (millu) dan ijtihad
dalam bentuk ijma’ dan Qiyas.
c. KURIKULUM ATAU RENCANA PELAJARAN MELIPUTI:
1) Bidang
keagamaan yang mencakup Aqidah,Ubudiyah, Akhlaq dan Muamalah,
2) Pada
masa Umar diigalakan pendidikan keterampilan
3) Rencana
pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
4) Pada
masa Usman berkembang dengan pesat pendidikan praktek
5) Pada
masa Ali bin Abi Thalib di galakan motivasi untuk belajar
d. LEMBAGA PENDIDIKAN
Lembaga
pendidikan pada masa khulafaurrasyidin tidak berbeda dengan masa Nabi saw
yaitu:
1) Kuttab
sebagai lembaga pendidikan rendah yang di dalamnya mengajarkan kepada
anak-aanak dalam hal baca dan tulis dan sedikit pengetahuan-pengetahuan agama.
2) Masjid
sebagai pusat pendidikan umat islam yang telah mukallaf pada masa permulaan
islam belum terdapat sekolah formil, seperti yang ada pada masa sekarang.[2]
2. SEJARAH
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KHALIFAH
ABU BAKAR AS-SIDIQ
(632-634)
a.
VISI,
MISI dan TUJUAN PENDIDIKAN
Visi
pendidikan pada masa khalifaur Rasyidin secara ekplisit sulit di jumpai. Namun
dari berbagai fakta dan data yang di temui, visi pendidikan pada masa Khulafaur
Rasyidin masih belum berbeda dengan visi pendidikan pada zaman Rasulullah saw.
Visi
pada zaman khalifah Abu Bakar Sidiq dapat di kemukakan sebagai berikut:
1) Memantapkan
dan menguatkan keyakinan dan dan kepatuhan kepada ajaran Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw dengan
cara memahami, menghayati, dan mengamalkan secara konsisten. Usaha ini di
perkuat dengan sikap tegas yang di tujukan oleh Abu Bakar yang memerangi
orang-orang yang ingkar atau murtad terhadap ajaran islam seperti tidak mau
membayar zakat, dan mengaku sebagai nabi.
2) Menyediakan
sarana, prasarana dan fasilitas yang memungkinkan terlaksananya ajaran agama.
Usaha ini di lakukan oleh khulafaurrasyidin dengan mengumpulkan Al-Qur’an yang
berserakan
3) Menumbuhkan
semangat cinta tanah air dan bela negara yang memungkinkan Islam dapat
berkembang di seluruh dunia. Upaya ini dilakukan antara lain dengan memperluas
wilayah dakwah islam selain ke jazirah Arabia juga ke Irak, dan ke Syiria
4) Melahirkan
para kader pemimpin umat, pendidik dan da’i yang tangguh dalam mewujudkan
syi’ar islam, upaya yang di lakukan antara lain seperti halaqoh kajian terhadap Al-Qur’an, Al-Hdits, hukum Islam,dan fatwa.
Upaya ini pada tahap selanjutnya melahirkan para ulama dari kalangan tabi’in.
Lahirnya visi,
misi, dan tujuan pendidikan di zaman khulafaurrasyidin seperti itu tidak
terlepas dari situasi sosial dan politik yang terjadi di wilayah kekuasaan
islam pada saat itu, khususnya di Mekah dan Madinah. Sebagaimana diketahui
bahwa pada zaman khulafaurrasyidin pusat pemerintahan berada di Madinah, yang
penduduknya terdiri dari latar belakang agama, sosial, budaya, ekonomi,
politik, pendidikan, dan lainnya yang berbeda.
Keadaan
masyarakat Madinah yang demikian itulah yang mempengaruhi lahirnya visi, misi,
dan tujuan pendidikan sebagaimana tersebut di atas. Namun demikian, latar
belakang tersebut hanya berperan sebagai
pemicu lahirnya visi, misi, dan tujuan tersebut. Adapun ketika visi, misi dan
tujuan tersebut lahir di maksudkan untuk seluruh umat manusia.
b.
PENDIDIK
Yang menjadi
pendidik di zaman khulafaurrasyidin antara lain adalah Abdullah bin Umar, Abu
Hurairah, Ibn Abbas, Siti Aisyah, Anas bin Malik, Zaid bin Tsabit, Abu Dzar
Al-Ghifari. Dari mereka itulah kemudian lahir para siswa yang kemudian menjadi
ulama dan pendidik. Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin
Khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota
Madinah. Selanjutnya beliau juga mengangkat
sahabat-sahabat untuk bertugas menjadi guru daerah. Misalnya Abdurrahman
bin Ma’qal dan Imran bil al-Hasim di tugaskan mengajar di Bashrah. Kemudian
Abdurrahman bin Ghanam di tugaskan ke syiria, dan Hasan bin Abi Jabalah di
tugaskan ke Mesir.
Dengan demikian
yang menjadi pendidik adalah para Khulafaur Rasyidin sendiri dan para sahabat
besar yang lebih dekat kepada Raulullah SAW dan memiliki pengaruh yang besar.
c.
PESERTA
DIDIK
Peserta didik di zaman Khalifaurrasyidin terdiri
dari masyarakat yang tinggal di Meekah dan Madinah. Namun yang khusus mendalami
bidang kajian keagamaan hingga menjadi seorang yang mahir, alim, dan mendalami
penguasaannya di bidang ilmu agama jumlahnya masih terbatas. Sasaran pendidikan
(peserta didik) dalam arti umum yakni membentuk sikap mental keagamaan adalah
seluruh umat islam yang ada di Mekah dan Madinah. Adapun sasaran pendidikan
dalam arti khusus yakni membentuk ahli ilmu agama adalah sebagian kecil dari
kalangan tabi’in yang selanjutnya menjadi ulama.
d.
MATERI
PENDIDIKAN
Kurikulum pendidikan di Madinah selain berisi materi
pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan keagamaan, isi Al-Qur’an, Al-Hadits,
hukum islam, kemasyarakatan, ketatanegaraan, pertahanan, keamanan, dan
kesejahteraan.
e.
METODE
PEMBELAJARAN
Adapun metode
yang di gunakan dalam mengajar selain dengan bentuk halaqah. Yakni guru duduk di sebelah ruangan masjid kemudian di
kelilingi oleh para siswa. Menyampaikan ajaran kata demi kata dengan artinya
kemudian menjelaskan kandungannya, sementara para siswa menyimak, mencatat, dan
mengulanginya apa yang di kemukakan oleh guru.[3]
Metode mengajar
ini diterangkan didalam ahli fikir islam seperti : al-Ghozali, az-Zarnuji,
al-Abdari dan Ibnu Kaldun, yaitu orang-orang yang punya pengaruh dalam
pendidikan islam, maka kita akan mengutip pendapat-pendapat mereka dalam
menjelaskan metode mengajar. Al-Abdari menjelaskan bahwa mengajarkan Al-Qur’an
disampaikan dengan memakai metode dikte, yaitu anak-anak mengulang kembali apa
yang telah diucapkan oleh guru beberapa faqroh sehingga murid-murid
dapat menghafalnya dengan baik diluar kepala.
Sedangkan
Al-Ghozali, lebih mementingkan cara belajar anak, karena disana terdapat
perbedaan diantaranya daya tangkap anak dengan orang-orang dewasa. Mereka
mengatakan bahwa kewajiban guru adalah supaya mengajar anak-anak sesuatu yang
dapat dipahami dengan mudah, karena dengan subjek yang sukar dan mengakibatkan
kekacauan pikirannya sehingga mengakibtkan benci kepada pengetahuan.
Ibnu Kaldun
mengemukakan bahwa, dalam mengajar anak untuk pertama kalinya harus dimualai
dengan mengajarkan bahasa arab dan syair, dan kedua mata pelajaran ini harus
mendahului mata pelajaran yang lain, kemudian sesudah itu barulah berpindah
untuk mempelajari yang lain, kemudian sesudah itu barulah berpindah untuk
mempelajari ilmu hitung, sehingga terlatih dalam ilmu ini. Sesudah ilmu hitung
barulah diajarkan ilmu Al-Qur’an. Karena mempelajari ilmu Al-Qur’an sesudah
memiliki ilmu-ilmu dasar tersebut akan mempermudah anak-anak saat pertama kali
ia belajar. Bila tidak, berarti ia akan mempelajari sesuatu yang tidak
dipahaminya. Dan akibatnya ia tidak akan belajar dengan sungguh-sungguh. Oleh
karena itu metode pendidikan islam lebih banyak berdasarkan psychology.
Az-Zarnuji
menuliskan, didalam kitabnya ta’lim-muata’alim menasehatkan agar pelajra
tidak memilih sendiri mata pelajaran yang akan dipelajarinya, yang terlebih
baik ialah menyerahkan hal itu kepada guru yang telah banyak pengalaman untuk
memilihnya yang sesuai dengan si murid.[4]
f.
LEMBAGA
PENDIDIKAN
Pada masa
khulafaurrasyidin pusat-pusat pendidikan bukan hanya terdapat di Mekah dan
Madinah, melainkan juga sudah tersebar di berbagai daerah kekuasaan islam
lainnya.
Adapun
lembaga-lembaga pendidikan yang digunakan masih sama dengan zaman Rasulullah
SAW, yaitu Masjid, suffah, kuttab dan rumah[5].
Lembaga pendidikan islam adalah merupakan hasil pikiran yamg
dicetuskan oleh kebutuhan-kebutuhan sesuatu masyarakat islam dan
perkembangannya yang digerakan oelh jiwa islam dan berpedoman kepada
ajaran-ajarannya dan tujuan-tujuannya. Secara keseluruhannya, lembaga
pendidikan islam itu bukannlah sesuatu yang datang dari luar atau terambil
kebudayaan-kebudayaan yang lama, akan tetapi ia dalam perkembangan dan
pertumbuhannya mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan islam secara umum,
dan didalamnya kelihatan tujuan-tujuan dan sikap kehidupan tersebut.
Lembaga
pendidikan islam yang bermacam-macam itu telah tumbuh dalam waktu yang jauh,
dibawah pengaruh situasi-situasi tertentu pula yang diinginkan oleh
kebutuhan-kebutuhan kehidupan islam yang sedang bertumbuh dan berkembang.
Diantara lembaga-lembaga pendidikan
islam yang penting adalah : Al-Kuttab, masjid darul hikmah, darul
ilm, madrasah, bimaristan, khawanik,
jiwaya, al-rabth, halaqatud-dars, dan duwarul kuttab.
Dilembaga-lembaga
pendidikan islam tersebut, para sahabat memberikan pelajaran agama islam kepada
muridnya, baik yang berasal dari penduduk setempat maupun yang datang dari
lembaga lain. Di lembaga-lembaga pendidikan islam terdapat madrasah-madrasah
terkenal pada masa itu diantaranya :
(1). MADRASAH
Madrasah di Makkah. Guru pertama
yang mengajar di Makkah ialah Mu’adz bin Jabal. Ialah yang mengajarkan
Al-Qur’an , hukum-hukum halal dan hharam dalam islam. Pada masa khalifah Abdul
Malik bin Marwan (65-86 H), Abdullah bin Abbas pergi ke Makkah pergi kesana
lalu mengahar disana. Ia mengajarkan tafsir, Hadist, Fiqih dan sastra. Abdullah
bin Abbsalah yang merupakan pembangun madrasah Makkah yang kemudian menjadi
termashur keseluruh penjuru negri islam.
Madrasah Madinah. Madrasah
Madinah ini lebih termashur, karena disanalah tempat Abu Bakar, Umar dan Ustman
dan disanalah banyak tinggal sahabat-sahabat Nabi SAW. Diantara sahabat yang
mengajar dimadrasah Madinah ini adalah Umar bin Khatab, Ali bin Abi Tholib,
Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Umar. Zaid bin Tsabit adalah ahli Qira’at dan
Fiqh, dan beliaulah yang mendapat tugas memimpin penulisan kembali Al-Qur’an,
baik di zaman Abu Bakar atau zaman Ustman bin Affan. Sedangkan Abdullah din
Umar seorang ahli Hadist. Beliau dianggap pelopor mazdhab Arl al- hadist yang
berkembang pada masa-masa berikutnya.
Madrasah Basrah. Ulama sahabat
yang terkenal di Bassrah ini adalah Abu Musa al-Asy’ari dan Annas bin Malik.
Abu musa terkenal sebagai ahli fiqh dan ilmu al-qur’an, sedangkan Annas bin
Malik terkenal sebagai ahli Hadist.
Madrasah Kuffah. Ulama sahabar
yang tinggak di Kuffah ialah Ali bin Abi Tholib dan Abdullah bin Mas’ud. Ali
bin Abi Tholib mengurus masalah politik dan urusan pemerintahan, sedangkan
Abdullah bin Mas’ud sebagai guru agama. Ibnu Mas’ud adalah utusan resmi
khalifah Umar untuk menjadi guru agama di Kuffah.
Madrasah Damsik. Setelah negeri
Syam atau Siria menjadi bagian Negara islam dan penduduknya banyak memeluk
agama islam, maka khalifah Umar bin Khattab mengirim 3 orang guru agama ke
negeri, yaiut : Abu Dardak di Damsyik, Mu’az bin Jabal di Palestina dan Ubadah
di Hims.
Madrasah Fistat (Mesir). Sahabat yang
mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin
Amir bin al-As. Ia adalah seorang ahli hadist . ia tidak hanya menghafal
hadist-hadist yang didengarnya dari Nabi SAW. Melaikan menulisnya dalam
catatan, hingga ia tidak lupa atau khilaf dalam meriwayatkan hadist-hadist itu
kepada murid-muridnya.
(2). AL-KUTTAB
Al-kuttab
merupakan lembaga pendidikan yang terlama nampaknya al-kuttab ini didirikan oleh
orang arab. Pada masa Abu Bakar dan Umar, yaitu sesudah mereka menaklukan
penaklukan-penaklukan dan sesuda mereka mempunyai hubungan dengan bangsa-bangsa
yang sudah maju.
Al-Kuttab
memegang peranan penting dalam kehidupan penting karena mengajarkan Al-Qur’an
kepada anak-anak dianggap satu hal yang sangat perlu, sehingga kebanyakan para
ulama berpendapat mengajarkan Al-Qur’an bagi anak-anak disamping itu sendiri
menyatakan bahwa belajar itu sangat perlu sehingga beliau mewajibkan tiap-tiap
tawanan perang badar untuk mengajarakan 12 orang anak orang-orang islam sebagai
ganti tembusan tawanan perang.
Prof. Khuda Bakhsk mengatakan bahwa pendidikan di Al-Kuttab
berkembang secara biasa tanpa campur tangan pemerintah. Pendidikan dasar
bukanlah satu macam pendidikan yang terdapat pada masa modern saja, akan tetapi
oerhatian terhadap pendidikan itu telah timbul dari pihak perorangan secara
sepontan pada masa-masa islam yang telah lalu, oleh karena itu Al-Kuttub telah
terdapat pada setiap desa baik didirikan disamping masjid atau bukan.
System belajar di
Kuttab, tidak membatasi kebebasan orang tua untuk mendatangkan para guru-guru
kerumah-rumahnya untuk mengajarkan anak-anak mereka secara privat dirumah,
pendeknya Al-Kuttub adalah sesuatu yang berharga dalam kehidupan islam, karena
Al-Kuttub dalam hubungan dengan agama merupakan sarana yang penting untuk
kehidupan di dunia dan di akhirat pendidikan dasar telah tersebar luas,
terutama pada masa kejayaan islam, sekalipun orang islam belum megerti
prinsip-prinsip wajib belajar, dengan pengertian Negara harus mengendalikan
urusan pendidikan dan harus mewajibkan belajar atas setisp orang pada usia
tertentu.
(3).
MASJID
Masjid dapat
dianggap sebagai majelis ilmu pengetahuan dalam islam, masjid dan jami
berfungsi sebagai sekolah menengah dan perguruan tinggi dalam waktu yang sama.
Masjid pertama kalinya sebagai pendidikan dasar, akan tetapi orang-orang islam
berpendapat lebih baik memisahkan pendidikan anak-anak pada tempat tertentu
kemudiannya, demi menjaga kehormatan masjid dari keributan anak-anak dan karena
mereka belum mampu menjaga kebersihan.
Masjid merupaka
tempat yang utama untuk mempelajari ilmu agama dan ilmu lainyya, dan pendidikan
diberikan Cuma-Cuma di sekolah-sekolah, diantaranya masjid-masjid yang terkenal
sebagai tempat belajar : jami ‘umar bin ash, jami ahmad bin thulan, masjid
al-azhar.[6]
3.
ULAMA-ULAMA
(AHLI ILMU AGAMA ISLAM)
a. ULAMA-ULAMA AHLI TAFSIR
Ulama-ulama sahabat ahli tafsir
yang sangat termasyhur ialah:
1) Ali
bin Abu Talib
2) Abdullah
bin Abbas
3) Abdullah
bin Mas’ud
4) Ubaiya
bin Ka’ab
Kemudian
di ikuti oleh murid-muridnya, ulama-ulama tabi’in
yaitu:
a)
Ka’bul bin Ahbar
b)
Wahab bin
Munabbih
c)
Abdullah bin
Salam
d)
Ibnu Huraij
Sesudah masa sahabat dan tabi’in tersebut itu,
lahirlah tafsir Sufyan bin ‘Uyainah, Waki’ bin Al-Jarrah, Abdur Razaq dan
lain-lain.
b. ULAMA-ULAMA HADITS
Kitab bacaan satu-satunya ialah Al-Qur’an. Sedangkan
hadis-hadis belumlah di bukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke
mulut, dari mulut guru ke mulut murid-muridnya, yaitu dari hafalan guru diberikannya
kepada murid, sehingga menjadi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya.
Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadis-hadis itu dalam
buku catatannya , tetapi belumlah berupa buku menurut istilah kita sekarang.
Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan
hadis-hadis ialah:
1) Abu
Hurairah (5374 hadis)
2) Aisyah
(2210 hadis)
3) Abdullah
bin Umar (2210 hadis )
4) Abdullah
bin Abbas (1500 hadis)
5) Anas
bin Malik (2210 hadis)
c. ULAMA-ULAMA
AHLI FIQIH
Ulama-ulama sahabat yang sangat
termasyhur dalam fiqih:
1) Abu
Bakar
2) Umar
bin Khatab
3) Usman
bin Affan
4) Alibin
Abu Thalib
5) Siti
‘Aisyah
6) Zaid
bin Tsabit
7) Ubaya
bin Ka’ab
8) Mu’az
bin Jabal
9) Abdullah
bin Mas’ud
10) Abu
Musa bin Al-Asy’ari
11) Abdullah
bin Abbas
Mereka itu adalah ahli ijtihad dan berani
mengeluarkan pendapat, bila tak ada nas dari kitab dan sunah.[7]
C.
PENUTUP/KESIMPULAN
Abu
Bakar Al-Sidiq menjadi khalifah melalui pproses pemilihan oleh sejumlah tokoh
Muhajirin dan Anshar yang berkumpul di balai kota Bani Sa’idah, Madinah.setelah
mereka bermusyawarah cukup alot karena masing-masing pihak menginginkan jabatan
khalifah maka akhirnya dengan semangat
ukhwah Islamiyah yang tinggi, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah.
Pola
pendidikan pada masa Khulafah Abu Bakar Sidiq tidak jauh berbeda dengan masa
nabi yang menekan pada pengajaran baca tulis dan ajaran ajaran Islam yang
bersumber pada Alquran dan Hadist Nabi.
Kurikulum
yang di gunakan pada zaman Abu Bakar, selain berisi materi pelajaran yang
berkaitan dengan pendidikan keagamaan, isi Al-Qur’an, Al-Hadits, hukum islam,
kemasyarakatan, ketatanegaraan, pertahanan, keamanan, dan kesejahteraan. Pesrta
didiknya di zaman Khalifaurrasyidin terdiri dari masyarakat yang tinggal di
Meekah dan Madinah.Yang menjadi pendidik di zaman khulafaurrasyidin antara lain
adalah Abdullah bin Umar, Abu Hurairah, Ibn Abbas, Siti Aisyah, Anas bin Malik,
Zaid bin Tsabit, Abu Dzar Al-Ghifari. Adapun metode yang di gunakan dalam
mengajar selain dengan bentuk halaqah, dan lembaga pendidikannya yaitu di
mesjid, suffah, kuttab dan rumah.
D.
DAFTAR
BACAAN
Yatim,
Badri. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Zuhairi,
dkk. 1997. Sejarah Pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Aksara.
Abudin,
Nata. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Media Group Grafindo.
Yunus,
Muhammad. 1989. Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta: PT. Hida Karya Agung.
Saltut, Syekh Muhammad. 1985. Aqidah dan Syari’at Islam. Jakarta
[1] Badri, Yatim. Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta:Raja
Grafindo Persada, 2011), pp35-36
[2] Zuhairi,dkk. Sejarah Pendidikan Islam. ( Jakarta: Bumi Aksara,1997), pp 20-21
[3]Nata, Abudin. Sejarah Pendidikan Islam.( Jakarta: Media Group Grafindo,2011), pp
118-123
[4] Syekh, Mahmud Saltut.Akidah dan Syariah Islam.
(Jakarta:1985),pp 74-76
[5] Op.cit,.p123
[6] Op.cit,.pp69-74
[7] Muhammad, Yunus. Sejarah Pendidikan Islam.(Jakarta:
PT.Hida Karya Agung,1989), pp41-41
Tidak ada komentar:
Posting Komentar