Selasa, 26 November 2013

Sistem Pendidikan Pada Masa Khalifah Abu Bakar Shiddiq



A.    PENDAHULUAN
Pendidikan Islam bukan sekedar “transfer of knowledge” ataupun “transfer oftraining“, tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi keimanan dan kesalehan, suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan. Pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Setelah nabi wafat, sebagai pemimpin umat islam abu bakar as-sidiq sebagai khalifah. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat setelah nabi wafat untuk menggantikan nabi dan melanjutkan tugas-tugas sebagi pemimpin agama dan pemerintahan. Pelaksanaan pendidikan islam pada masa khalifah abu bakar ini adalah sama dengan pendidikan islam yang dilaksanakan pada masa Nabi baik materi maupun lembaga pendidikannya.
Dari segi materi pendidikan islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlaq, ibadah, kesehatan dan lain sebagainya.
1.      Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah Allah.
2.      Pendidikan akhlaq,seperti adab masuk rumah orang,sopan santun bertetangga,bergaul dalam masyarakat.
3.      Pendidikan ibadah seperti pelaksanaan shalat puasa dan haji
4.      Kesehatan seperti tenteng kebersihan, gerak-gerik dalam sholat merupakan didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.
 Di samping itu, Abu Bakar dikenal mahir dalam ilmu nasab (pengetahuan mengenai silsilah keturunan). la menguasai dengan baik berbagai nasab kabilah dan suku-suku arab, bahkan ia juga dapat mengetahui ketinggian dan kerendahan masing-masing dalam bangsa arab. 

B.     PEMBAHASAN
1.      BIOGRAFI KHALIFAH ABU BAKAR SIDIQ
Nabi Muhammad Saw, tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut pada kaum Muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat, belum lagi jenazahnya di makamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan di pilih menjadi pemimpin. Musyawarah berjalan cukup alot karena masing-masing pihak baik Muhajirin ataupun Anshar berhak menjadi pemimpin umat islam. Namun dengan semangat ukhuwah Islamiah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.
Sebagai pemimpin umat islam setelah rasul, Abu Bakar disebut khalifah Rasulillah ( Pengganti Rasul ) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M  ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persolan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah. Mereka menganggap,bahwa perjanjian yang dibuat dengan nabi Muhammad, dengan sendirinya batal setelah nabi wafat. Karena itu, mereka menentang abu bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan,abu bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah ( perang melawan kemurtadan ). Khalid bin AL-Walid adalah jenderal yang banyak berjasa dalam perang Riddah ini.[1]  
Masa khulafaurrasydin sering di sebut pula masa sahabat-sahabat besar yang berlangsung dari tahun 11-40H yang di dalamnya terdapat orang khalifah yaitu: Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Sahabat-sahabat bertebaran ke berbagai daerah dan di sana mereka menjadi pemimpin sekaligus menjadi pendidik muslim di tempat masing-masing sehingga pendidikan tidak berpusat di madrasah saja. Selanjutnya praktek pengelolaan pendidikan pada masa ini dapat dijelasskan sebagai berikut:
a.      PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN
1)      Pendidikan di arahkan pada mengajarkan isi Al-Qur’an
2)      Pendidikan diajarkan dengan menggunakan dialek daerah masing-masing, sehingga sering timbul perselisihan dalam bacaan Al-Qur’an.

b.      SUMBER PENDIDIKAN
Sumber pendidikan diambil dari Al-Qur’an, Hadits, Alam sekitar (millu) dan ijtihad dalam bentuk ijma’ dan Qiyas.
c.       KURIKULUM ATAU RENCANA PELAJARAN MELIPUTI:
1)      Bidang keagamaan yang mencakup Aqidah,Ubudiyah, Akhlaq dan Muamalah,
2)      Pada masa Umar diigalakan pendidikan keterampilan
3)      Rencana pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
4)      Pada masa Usman berkembang dengan pesat pendidikan praktek
5)      Pada masa Ali bin Abi Thalib di galakan motivasi untuk belajar
d.      LEMBAGA PENDIDIKAN
Lembaga pendidikan pada masa khulafaurrasyidin tidak berbeda dengan masa Nabi saw yaitu:
1)      Kuttab sebagai lembaga pendidikan rendah yang di dalamnya mengajarkan kepada anak-aanak dalam hal baca dan tulis dan sedikit pengetahuan-pengetahuan agama.
2)      Masjid sebagai pusat pendidikan umat islam yang telah mukallaf pada masa permulaan islam belum terdapat sekolah formil, seperti yang ada pada masa sekarang.[2]
2.      SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA  KHALIFAH ABU BAKAR AS-SIDIQ (632-634)
a.      VISI, MISI dan TUJUAN PENDIDIKAN
Visi pendidikan pada masa khalifaur Rasyidin secara ekplisit sulit di jumpai. Namun dari berbagai fakta dan data yang di temui, visi pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin masih belum berbeda dengan visi pendidikan pada zaman Rasulullah saw.
Visi pada zaman khalifah Abu Bakar Sidiq dapat di kemukakan sebagai berikut:
1)      Memantapkan dan menguatkan keyakinan dan dan kepatuhan kepada ajaran Islam  yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw dengan cara memahami, menghayati, dan mengamalkan secara konsisten. Usaha ini di perkuat dengan sikap tegas yang di tujukan oleh Abu Bakar yang memerangi orang-orang yang ingkar atau murtad terhadap ajaran islam seperti tidak mau membayar zakat, dan mengaku sebagai nabi.
2)      Menyediakan sarana, prasarana dan fasilitas yang memungkinkan terlaksananya ajaran agama. Usaha ini di lakukan oleh khulafaurrasyidin dengan mengumpulkan Al-Qur’an yang berserakan
3)      Menumbuhkan semangat cinta tanah air dan bela negara yang memungkinkan Islam dapat berkembang di seluruh dunia. Upaya ini dilakukan antara lain dengan memperluas wilayah dakwah islam selain ke jazirah Arabia juga ke Irak, dan ke Syiria
4)      Melahirkan para kader pemimpin umat, pendidik dan da’i yang tangguh dalam mewujudkan syi’ar islam, upaya yang di lakukan antara lain seperti halaqoh kajian terhadap Al-Qur’an, Al-Hdits, hukum Islam,dan fatwa. Upaya ini pada tahap selanjutnya melahirkan para ulama dari kalangan tabi’in.
Lahirnya visi, misi, dan tujuan pendidikan di zaman khulafaurrasyidin seperti itu tidak terlepas dari situasi sosial dan politik yang terjadi di wilayah kekuasaan islam pada saat itu, khususnya di Mekah dan Madinah. Sebagaimana diketahui bahwa pada zaman khulafaurrasyidin pusat pemerintahan berada di Madinah, yang penduduknya terdiri dari latar belakang agama, sosial, budaya, ekonomi, politik, pendidikan, dan lainnya yang berbeda.
Keadaan masyarakat Madinah yang demikian itulah yang mempengaruhi lahirnya visi, misi, dan tujuan pendidikan sebagaimana tersebut di atas. Namun demikian, latar belakang  tersebut hanya berperan sebagai pemicu lahirnya visi, misi, dan tujuan tersebut. Adapun ketika visi, misi dan tujuan tersebut lahir di maksudkan untuk seluruh umat manusia.

b.      PENDIDIK
Yang menjadi pendidik di zaman khulafaurrasyidin antara lain adalah Abdullah bin Umar, Abu Hurairah, Ibn Abbas, Siti Aisyah, Anas bin Malik, Zaid bin Tsabit, Abu Dzar Al-Ghifari. Dari mereka itulah kemudian lahir para siswa yang kemudian menjadi ulama dan pendidik. Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin Khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah. Selanjutnya beliau juga mengangkat  sahabat-sahabat untuk bertugas menjadi guru daerah. Misalnya Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran bil al-Hasim di tugaskan mengajar di Bashrah. Kemudian Abdurrahman bin Ghanam di tugaskan ke syiria, dan Hasan bin Abi Jabalah di tugaskan ke Mesir.
Dengan demikian yang menjadi pendidik adalah para Khulafaur Rasyidin sendiri dan para sahabat besar yang lebih dekat kepada Raulullah SAW dan memiliki pengaruh yang besar.
c.       PESERTA DIDIK
Peserta didik di zaman Khalifaurrasyidin terdiri dari masyarakat yang tinggal di Meekah dan Madinah. Namun yang khusus mendalami bidang kajian keagamaan hingga menjadi seorang yang mahir, alim, dan mendalami penguasaannya di bidang ilmu agama jumlahnya masih terbatas. Sasaran pendidikan (peserta didik) dalam arti umum yakni membentuk sikap mental keagamaan adalah seluruh umat islam yang ada di Mekah dan Madinah. Adapun sasaran pendidikan dalam arti khusus yakni membentuk ahli ilmu agama adalah sebagian kecil dari kalangan tabi’in yang selanjutnya menjadi ulama.
d.      MATERI PENDIDIKAN
Kurikulum pendidikan di Madinah selain berisi materi pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan keagamaan, isi Al-Qur’an, Al-Hadits, hukum islam, kemasyarakatan, ketatanegaraan, pertahanan, keamanan, dan kesejahteraan.
e.       METODE PEMBELAJARAN
Adapun metode yang di gunakan dalam mengajar selain dengan bentuk halaqah. Yakni guru duduk di sebelah ruangan masjid kemudian di kelilingi oleh para siswa. Menyampaikan ajaran kata demi kata dengan artinya kemudian menjelaskan kandungannya, sementara para siswa menyimak, mencatat, dan mengulanginya apa yang di kemukakan oleh guru.[3]
Metode mengajar ini diterangkan didalam ahli fikir islam seperti : al-Ghozali, az-Zarnuji, al-Abdari dan Ibnu Kaldun, yaitu orang-orang yang punya pengaruh dalam pendidikan islam, maka kita akan mengutip pendapat-pendapat mereka dalam menjelaskan metode mengajar. Al-Abdari menjelaskan bahwa mengajarkan Al-Qur’an disampaikan dengan memakai metode dikte, yaitu anak-anak mengulang kembali apa yang telah diucapkan oleh guru beberapa faqroh sehingga murid-murid dapat menghafalnya dengan baik diluar kepala.
Sedangkan Al-Ghozali, lebih mementingkan cara belajar anak, karena disana terdapat perbedaan diantaranya daya tangkap anak dengan orang-orang dewasa. Mereka mengatakan bahwa kewajiban guru adalah supaya mengajar anak-anak sesuatu yang dapat dipahami dengan mudah, karena dengan subjek yang sukar dan mengakibatkan kekacauan pikirannya sehingga mengakibtkan benci kepada pengetahuan.
Ibnu Kaldun mengemukakan bahwa, dalam mengajar anak untuk pertama kalinya harus dimualai dengan mengajarkan bahasa arab dan syair, dan kedua mata pelajaran ini harus mendahului mata pelajaran yang lain, kemudian sesudah itu barulah berpindah untuk mempelajari yang lain, kemudian sesudah itu barulah berpindah untuk mempelajari ilmu hitung, sehingga terlatih dalam ilmu ini. Sesudah ilmu hitung barulah diajarkan ilmu Al-Qur’an. Karena mempelajari ilmu Al-Qur’an sesudah memiliki ilmu-ilmu dasar tersebut akan mempermudah anak-anak saat pertama kali ia belajar. Bila tidak, berarti ia akan mempelajari sesuatu yang tidak dipahaminya. Dan akibatnya ia tidak akan belajar dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu metode pendidikan islam lebih banyak berdasarkan psychology.
Az-Zarnuji menuliskan, didalam kitabnya ta’lim-muata’alim menasehatkan agar pelajra tidak memilih sendiri mata pelajaran yang akan dipelajarinya, yang terlebih baik ialah menyerahkan hal itu kepada guru yang telah banyak pengalaman untuk memilihnya yang sesuai dengan si murid.[4]
f.       LEMBAGA PENDIDIKAN
Pada masa khulafaurrasyidin pusat-pusat pendidikan bukan hanya terdapat di Mekah dan Madinah, melainkan juga sudah tersebar di berbagai daerah kekuasaan islam lainnya.
Adapun lembaga-lembaga pendidikan yang digunakan masih sama dengan zaman Rasulullah SAW, yaitu Masjid, suffah, kuttab dan rumah[5].
 Lembaga pendidikan islam adalah merupakan hasil pikiran yamg dicetuskan oleh kebutuhan-kebutuhan sesuatu masyarakat islam dan perkembangannya yang digerakan oelh jiwa islam dan berpedoman kepada ajaran-ajarannya dan tujuan-tujuannya. Secara keseluruhannya, lembaga pendidikan islam itu bukannlah sesuatu yang datang dari luar atau terambil kebudayaan-kebudayaan yang lama, akan tetapi ia dalam perkembangan dan pertumbuhannya mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan islam secara umum, dan didalamnya kelihatan tujuan-tujuan dan sikap kehidupan tersebut.
Lembaga pendidikan islam yang bermacam-macam itu telah tumbuh dalam waktu yang jauh, dibawah pengaruh situasi-situasi tertentu pula yang diinginkan oleh kebutuhan-kebutuhan kehidupan islam yang sedang bertumbuh dan berkembang. Diantara lembaga-lembaga pendidikan  islam yang penting adalah : Al-Kuttab, masjid darul hikmah, darul ilm, madrasah, bimaristan, khawanik,  jiwaya, al-rabth, halaqatud-dars, dan duwarul kuttab.
Dilembaga-lembaga pendidikan islam tersebut, para sahabat memberikan pelajaran agama islam kepada muridnya, baik yang berasal dari penduduk setempat maupun yang datang dari lembaga lain. Di lembaga-lembaga pendidikan islam terdapat madrasah-madrasah terkenal pada masa itu diantaranya :
(1). MADRASAH
Madrasah di Makkah. Guru pertama yang mengajar di Makkah ialah Mu’adz bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al-Qur’an , hukum-hukum halal dan hharam dalam islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86 H), Abdullah bin Abbas pergi ke Makkah pergi kesana lalu mengahar disana. Ia mengajarkan tafsir, Hadist, Fiqih dan sastra. Abdullah bin Abbsalah yang merupakan pembangun madrasah Makkah yang kemudian menjadi termashur keseluruh penjuru negri islam.
Madrasah Madinah. Madrasah Madinah ini lebih termashur, karena disanalah tempat Abu Bakar, Umar dan Ustman dan disanalah banyak tinggal sahabat-sahabat Nabi SAW. Diantara sahabat yang mengajar dimadrasah Madinah ini adalah Umar bin Khatab, Ali bin Abi Tholib, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Umar. Zaid bin Tsabit adalah ahli Qira’at dan Fiqh, dan beliaulah yang mendapat tugas memimpin penulisan kembali Al-Qur’an, baik di zaman Abu Bakar atau zaman Ustman bin Affan. Sedangkan Abdullah din Umar seorang ahli Hadist. Beliau dianggap pelopor mazdhab Arl al- hadist yang berkembang pada masa-masa berikutnya.
Madrasah Basrah. Ulama sahabat yang terkenal di Bassrah ini adalah Abu Musa al-Asy’ari dan Annas bin Malik. Abu musa terkenal sebagai ahli fiqh dan ilmu al-qur’an, sedangkan Annas bin Malik terkenal sebagai ahli Hadist.
Madrasah Kuffah. Ulama sahabar yang tinggak di Kuffah ialah Ali bin Abi Tholib dan Abdullah bin Mas’ud. Ali bin Abi Tholib mengurus masalah politik dan urusan pemerintahan, sedangkan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru agama. Ibnu Mas’ud adalah utusan resmi khalifah Umar untuk menjadi guru agama di Kuffah.
Madrasah Damsik. Setelah negeri Syam atau Siria menjadi bagian Negara islam dan penduduknya banyak memeluk agama islam, maka khalifah Umar bin Khattab mengirim 3 orang guru agama ke negeri, yaiut : Abu Dardak di Damsyik, Mu’az bin Jabal di Palestina dan Ubadah di Hims.
Madrasah Fistat (Mesir). Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin Amir bin al-As. Ia adalah seorang ahli hadist . ia tidak hanya menghafal hadist-hadist yang didengarnya dari Nabi SAW. Melaikan menulisnya dalam catatan, hingga ia tidak lupa atau khilaf dalam meriwayatkan hadist-hadist itu kepada murid-muridnya.
(2). AL-KUTTAB
Al-kuttab merupakan lembaga pendidikan yang terlama nampaknya al-kuttab ini didirikan oleh orang arab. Pada masa Abu Bakar dan Umar, yaitu sesudah mereka menaklukan penaklukan-penaklukan dan sesuda mereka mempunyai hubungan dengan bangsa-bangsa yang sudah maju.
Al-Kuttab memegang peranan penting dalam kehidupan penting karena mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak dianggap satu hal yang sangat perlu, sehingga kebanyakan para ulama berpendapat mengajarkan Al-Qur’an bagi anak-anak disamping itu sendiri menyatakan bahwa belajar itu sangat perlu sehingga beliau mewajibkan tiap-tiap tawanan perang badar untuk mengajarakan 12 orang anak orang-orang islam sebagai ganti tembusan tawanan perang.
Prof. Khuda Bakhsk mengatakan bahwa pendidikan di Al-Kuttab berkembang secara biasa tanpa campur tangan pemerintah. Pendidikan dasar bukanlah satu macam pendidikan yang terdapat pada masa modern saja, akan tetapi oerhatian terhadap pendidikan itu telah timbul dari pihak perorangan secara sepontan pada masa-masa islam yang telah lalu, oleh karena itu Al-Kuttub telah terdapat pada setiap desa baik didirikan disamping masjid atau bukan.
System belajar di Kuttab, tidak membatasi kebebasan orang tua untuk mendatangkan para guru-guru kerumah-rumahnya untuk mengajarkan anak-anak mereka secara privat dirumah, pendeknya Al-Kuttub adalah sesuatu yang berharga dalam kehidupan islam, karena Al-Kuttub dalam hubungan dengan agama merupakan sarana yang penting untuk kehidupan di dunia dan di akhirat pendidikan dasar telah tersebar luas, terutama pada masa kejayaan islam, sekalipun orang islam belum megerti prinsip-prinsip wajib belajar, dengan pengertian Negara harus mengendalikan urusan pendidikan dan harus mewajibkan belajar atas setisp orang pada usia tertentu.
(3). MASJID
Masjid dapat dianggap sebagai majelis ilmu pengetahuan dalam islam, masjid dan jami berfungsi sebagai sekolah menengah dan perguruan tinggi dalam waktu yang sama. Masjid pertama kalinya sebagai pendidikan dasar, akan tetapi orang-orang islam berpendapat lebih baik memisahkan pendidikan anak-anak pada tempat tertentu kemudiannya, demi menjaga kehormatan masjid dari keributan anak-anak dan karena mereka belum mampu menjaga kebersihan.
Masjid merupaka tempat yang utama untuk mempelajari ilmu agama dan ilmu lainyya, dan pendidikan diberikan Cuma-Cuma di sekolah-sekolah, diantaranya masjid-masjid yang terkenal sebagai tempat belajar : jami ‘umar bin ash, jami ahmad bin thulan, masjid al-azhar.[6]
3.      ULAMA-ULAMA (AHLI ILMU AGAMA ISLAM)
a.      ULAMA-ULAMA AHLI TAFSIR
Ulama-ulama sahabat ahli tafsir yang sangat termasyhur ialah:
1)      Ali bin Abu Talib
2)      Abdullah bin Abbas
3)      Abdullah bin Mas’ud
4)      Ubaiya bin Ka’ab
Kemudian di ikuti oleh murid-muridnya, ulama-ulama tabi’in
yaitu:
a)      Ka’bul bin Ahbar
b)      Wahab bin Munabbih
c)      Abdullah bin Salam
d)     Ibnu Huraij
Sesudah masa sahabat dan tabi’in tersebut itu, lahirlah tafsir Sufyan bin ‘Uyainah, Waki’ bin Al-Jarrah, Abdur Razaq dan lain-lain.
b.      ULAMA-ULAMA HADITS
Kitab bacaan satu-satunya ialah Al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah di bukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut, dari mulut guru ke mulut murid-muridnya, yaitu dari hafalan guru diberikannya kepada murid, sehingga menjadi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya. Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadis-hadis itu dalam buku catatannya , tetapi belumlah berupa buku menurut istilah kita sekarang.
Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah:
1)      Abu Hurairah (5374  hadis)
2)      Aisyah (2210 hadis)
3)      Abdullah bin Umar (2210 hadis )
4)      Abdullah bin Abbas (1500 hadis)
5)      Anas bin Malik (2210 hadis)
c.        ULAMA-ULAMA AHLI FIQIH
Ulama-ulama sahabat yang sangat termasyhur dalam fiqih:
1)      Abu Bakar
2)      Umar bin Khatab
3)      Usman bin Affan
4)      Alibin Abu Thalib
5)      Siti ‘Aisyah
6)      Zaid bin Tsabit
7)      Ubaya bin Ka’ab
8)      Mu’az bin Jabal
9)      Abdullah bin Mas’ud
10)  Abu Musa bin Al-Asy’ari
11)  Abdullah bin Abbas
Mereka itu adalah ahli ijtihad dan berani mengeluarkan pendapat, bila tak ada nas dari kitab dan sunah.[7] 
 
C.    PENUTUP/KESIMPULAN
Abu Bakar Al-Sidiq menjadi khalifah melalui pproses pemilihan oleh sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar yang berkumpul di balai kota Bani Sa’idah, Madinah.setelah mereka bermusyawarah cukup alot karena masing-masing pihak menginginkan jabatan khalifah  maka akhirnya dengan semangat ukhwah Islamiyah yang tinggi, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah.
Pola pendidikan pada masa Khulafah Abu Bakar Sidiq tidak jauh berbeda dengan masa nabi yang menekan pada pengajaran baca tulis dan ajaran ajaran Islam yang bersumber pada Alquran dan Hadist Nabi.
Kurikulum yang di gunakan pada zaman Abu Bakar, selain berisi materi pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan keagamaan, isi Al-Qur’an, Al-Hadits, hukum islam, kemasyarakatan, ketatanegaraan, pertahanan, keamanan, dan kesejahteraan. Pesrta didiknya di zaman Khalifaurrasyidin terdiri dari masyarakat yang tinggal di Meekah dan Madinah.Yang menjadi pendidik di zaman khulafaurrasyidin antara lain adalah Abdullah bin Umar, Abu Hurairah, Ibn Abbas, Siti Aisyah, Anas bin Malik, Zaid bin Tsabit, Abu Dzar Al-Ghifari. Adapun metode yang di gunakan dalam mengajar selain dengan bentuk halaqah, dan lembaga pendidikannya yaitu di mesjid, suffah, kuttab dan rumah.

D.    DAFTAR BACAAN
Yatim, Badri. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Zuhairi, dkk. 1997.  Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Abudin, Nata. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Media Group Grafindo.
Yunus, Muhammad. 1989.  Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta: PT. Hida Karya Agung.
Saltut, Syekh  Muhammad. 1985. Aqidah dan Syari’at Islam. Jakarta 



[1] Badri, Yatim. Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2011), pp35-36
[2] Zuhairi,dkk. Sejarah Pendidikan Islam. ( Jakarta: Bumi Aksara,1997), pp 20-21
[3]Nata, Abudin. Sejarah Pendidikan Islam.( Jakarta: Media Group Grafindo,2011), pp 118-123
[4] Syekh, Mahmud Saltut.Akidah dan Syariah Islam. (Jakarta:1985),pp 74-76
[5] Op.cit,.p123
[6] Op.cit,.pp69-74
[7] Muhammad, Yunus. Sejarah Pendidikan Islam.(Jakarta: PT.Hida Karya Agung,1989), pp41-41

Tidak ada komentar: