A.
PENDAHULUAN
Nama
lengkapnya adalah Utsman bin Abil Ash bin Umaiyah. Beliau masuk Islam atas
seruan Abu Bakar. Utsman diangkat sebagai khalifah hasil dari pemilihan panitia
enam yang ditunjuk oleh Khalifah Umar
bin Khatab menjelang beliau akan meninggal. Panitia yang
enam adalah Utsman, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi
Waqash, dan Abdurrahman bin ‘Auf.
Khalifah
Utsman memerintahkan kepada tim untuk penyalinan al-Qur’an, adapun tim tersebut
adalah Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin
Harits.
Bila terjadi
pertikaian bacaan, maka harus diambil pedoman kepada dialek suku Quraisy, sebab
Al-Qur’an ini diturunkan menurut dialek mereka sesuai dengan lisan Quraisy.
Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy sedangkan ketiganya adalah orang Quraisy.[1]Kholifah
Utsman sudah merasa cukup dengan pendidikan yang ada, namun begitu ada usaha
yang cemerlang yang telah terjadi di masa ini yang berpengaruh bagi
pendidikan Islam, yaitu mengumpulkan tulisan ayat-ayat Al-qur’an.
Penyalinan ini terjadi karena adanya perselisihan dalam bacaan.[2]
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ
آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ
رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَاب
“(Apakah kamu orang musyrik yang lebih
beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan
berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah,”Apakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang
yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran. (Q.S. Az-Zumar : 9).
Tidak banyak
yang dilakukan khalifah Utsman bin Affan. Tetapi beliau melakukan sebuah
gagasan baru yang dapat kita nikmati saat ini.
B.
PEMBAHASAN
1. PENDIDIK
Yang menjadi pendidik di
zaman Khulafaur Rasyidin antara lain adalah Abdullah ibn Umar, Abdu Hurairah ,
Ibnu Abas, Siti Aisyah , Anas bin Malik, Zaid Ibn Tsabit, Abu Dzar al-Ghifari
dan para ulama.[3]
Dari
penjelasan tersebut dapat terlihat bahwa masih adanya peranan beberapa sahabat
dan para ulama. Tetapi ada yang berbeda dari pendidik pada masa Utsman ini.
Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang
tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa Khalifah Umar, diberikan
kelonggaran untuk keluar di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini
sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.[4]
Tugas mendidik
dan mengajar umat pada masa ini diserahkan pada umat itu sendiri, artinya
pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri
melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhaan Allah. Jadi pada masa Khalifah ini guru-guru atau
pendidik mengajar tidak mengharapkan imbalan melainkan keikhlasan dan juga
kualifikasi kemampuan. Berbeda sekali dengan zaman sekarang yang terkadang
sebagian guru lebih mementingkan upah daripada kualitas dirinya. Selain itu
adanya kesadaran dari pada guru untuk mengamalkan dan mengajarkan ilmunya
meskipun tidak adanya tuntutan dari pemerintah.
Dari dimensi sosial budaya, ilmu pengetahuan berkembang dengan
baik. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan erat kaitannya dengan
perluasan wilayah Islam[5]
Dengan adanya
perluasan wilayah, maka banyak para sahabat yang mendatangi wilayah tersebut
dengan tujuan mengajarkan agama Islam.Selain itu, adanya pertukaran pemikiran
antara penduduk asli dengan para sahabat juga menjadikan ilmu pengetahuan
berkembang dengan baik. Terobosan yang dilakukan Khalifah Utsman ini membuat
pendidik dapat memperluas wilayah mengajar mereka tidak hanya di Mekkah dan
Madinah saja.
Menurut slide share.net ada beberapa tenaga pendidik diantaranya :
a. Para Khalifah itu sendiri
b. Para sahabat besar, antara lain :
1) Abdullah bin Umar
2) Abu Hurairah
3) Abdullah bin Abbas
4) Aisyah
5) Anas bin Malik
6) Zaid bin Tsabit
7) Abdullah bin Mas’ud
Berarti
menurut pendapat kelompok kami
peran para sahabat besar pun turut memeperkuat pendidikan pada masa
Khulafaur Rasyidin tersebut.
2. PESERTA DIDIK
a.
Orang dewasa dan atau orang tua yang baru masuk Islam
b. Anak – anak, baik orang tuanya
telah lama memeluk Islam ataupun yang baru memeluk Islam.
c. Orang dewasa dan atau orang tua yang telah lama
memeluk Islam.
Para
muallaf juga dapat atau berhak mendapat pendidikan karena selain mereka masih
baru dalam beragama Islam mereka juga tentu masih memerlukan bimbingan dari
para guru. Terlihat pula baik mereka yang sudah lama dan paham akan agama Islam
ataupun baru dan belum paham akan agama Islam berhak mendapat pendidikan dan
dapat dipahami bahwa menuntut ilmu itu hendaknya sepanjang hayat, tidak hanya
hingga kita sudah menguasai ilmu atau sudah lulus dari lembaga pendidikan
tersebut. Karena seyogyanya hidup adalah belajar. Tanpa belajar tanpa mencari
tahu, tanpa ilmu kita akan buta. Jika dalam hadits disebutkan bahwa “Tuntutlah
ilmu dari buaian sampai ke liang lahat. Maka dari itu batas kita untuk tidak
belajar adalah akhir hayat kita.
Terobosan yang dilakukan Khalifah Utsman
ini mempermudah peserta didik yang berada diluar Madinah untuk menuntut ilmu,
juga memperluas wilayah penyebaran Islam. Sehingga mereka yang jauh dari kota
Madinah dan Mekkah tidak harus jauh-jauh pergi ke kota Madinah dan Mekkah.
Ada pendapat lain dari slide share.net
Peserta didik yaitu :
a. Umum
Membentuk sikap mental keagamaan, seluruh
umat Islam yang ada di Makkah dan Madinah
b. Khusus
Membentuk ahli ilmu agama, hanya sebagian
kecil saja
Menurut slide share.net peserta didik ada
dua yaitu umum dan khusus.
Umum ditujukan agar terbentuknya sikap
mental keagamaan diantara yang mengikuti yaitu umat Islam yang ada di Makkah
dan Madinah. Sedangkan yang khusus ditujukan agar membentuk ahli agama.
Pembagian peserta didik ini lebih sedikit dibandingkan dengan pendapat Bapak
Samsul Nizar diatas, tetapi mencakup apa yang di sampaikan Bapak Samsul Nizar.
Hanya tambahan yang disampaikan slide share.net ada tujuan. Untuk peserta didik
khusus diantaranya meliputi tingkatan
yang lebih sudah paham agama ingin memperdalam kembali.
Khalifah Utsman bin
Affan sudah merasa cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan, namun begitu
ada satu usaha yang cemerlang yang telah terjadi di masa ini yang disumbangkan
untuk umat Islam, dan sangat berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam,
yaitu untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Qur’an[7].
Pengkodifikasi al-Quran pada
masa khalifah Utsman dilakukan karena terjadi perbedaan pendapat tentang bacaan
al-Quran (qiraat al-Quran), yang menimbulkan percekcokan antara guru dan
muridnya.
Panitia pengkodifikasian
al-Quran yang dibentuk oleh khalifah Utsman bin Affan ini pertama-tama
melakukan pengecekan ulang dengan meneliti mushaf yang sudah disimpan di rumah
Hafsah dan membandingkannya dengan mushaf-mushaf yang lain. Ketika itu terdapat
empat mushaf al-Quran yang merupakan catatan pribadi.
Mushaf al-Quran yang ditulis
oleh Ali bin Abi Thalib, terdiri atas 111 surah. Surah pertama adalah surah
al-Baqarah dan surah terakhir adalah surah al-Muawidzatain.
Mushaf al-Quran yang ditulis
oleh Ubay bin Ka’ab, terdiri atas 105 surah. Surah pertama adalah al-Fatihah
dan surah terakhir adalah surah an-Nas.Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ibn
Mas’ud, terdiri atas 108 surah. Surah yang pertama adalah al-Baqarah dan yang
terakhir adalah surah Qulhuwallahu Ahad.
Mushaf al-Quran yang ditulis
oleh Ibn Abbas, terdiri atas 114 surah. Surah pertama adalah surah Iqra dan
yang terakhir adalah Surah an-Nas.
Tugas tim adalah menyalin mushaf al-Quran yang disimpan dirumah Hafsah dan menyeragamkan qiraat atau bacaanya mengikuti dialek Quraisy. Kemudian setelah berhasil, Zaid bin Tsabit mengembalikannya kepada Hafsah. Kemudian salinan itu dikirim juga ke Makkah, Madinah, Bashrah, Kuffah, dan Syiria serta salah satunya disimpan oleh Utsman bin Affan yang kemudian disebut mushaf al-imam. Sedangkan mushaf yang lain, diperintahkan untuk dibakar.[8]
Terlepas dari perbedaan pendapat, dengan adanya mushaf utsmani ini telah berhasil mengeluarkan masyarakat muslim dari kemelut, yang diakibatkan dari perbedaan bacaan al-Quran (qiraat).
Mata pelajaran yang di berikan
disesuaikan dengan kebutuhan terdidik dengan urutan mendahulukan pengetahuan
yang sangat mendesak/ penting untuk dijadikan pedoman dan
pegangan hidup beragama.
Ada 3 fase dalam pendidikan dan
pengajarannya:
1. Fase pembinaan ; dimaksudkan untuk memberikan kesempatan agar
terdidik memperoleh kemantapan
iman
2. Fase pendidikan : ditekankan pada ilmu- ilmu praktis dengan maksud
agar mereka dapat segera
mengamalkan ajaran dan tuntunan agama dengan sebaik- baiknya dalam kehidupan
sehari- hari
3. Fase pelajaran : ada pelajaran –pelajaran lain yang diberikan untuk
penunjang pemahaman terhadap
Al-Quran dan Hadits, seperti bahasa Arab dengan tata bahasanya, menulis,
membaca,syair dan peribahasa.[9]
Pembagian fase diatas berdasarkan
penggolongan peserta didik yang terbagi empat diatas. Dapat dipahami dari
fase-fase diatas bahwa sejak dulu telah ada tahap-tahap pendidikan sesuai
dengan masanya. Dimana cara membina murid yang baru mengenal Islam, baru
menjajaki Islam berbeda dengan murid yang sudah mengenal Islam dan sudah paham
tentang Islam. Karena segala sesuatunya
memang membutuhkan proses jadi sejak dulu telah ada dasar bahwa cara untuk
belajar juga tidak sekali belajar langsung pintar tetapi butuh tahapan. Ibarat
ingin berada diatas tangga, kita tidak akan
bisa sampai langsung diatas tangga, kita perlu menaiki setahap demi
setahap tangga itu.
C. Metode Pembelajaran dan Lembaga Pendidikan
Proses
pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau
oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi
pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat memilih
tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Akhirnya
sahabat Huzaifah bin Yaman mengusulkan kepada Utsman untuk menyeragamkan
bacaan. Utsman pun lalu membentuk panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit
untuk menyalin mushaf yang disimpan oleh Hafsah dan menyeragamkan bacaan
Qur’an. Perluasan Mesjid Haram dan Mesjid Nabawi sendiri dilakukan karena
semakin bertambah banyaknya umat muslim yang melaksanakan haji setiap tahunnya.
Pola pendidikan pada masa Utsman tidak jauh berbeda
dengan pola pendidikan yang diterapkan pada masa Umar. Hanya saja pada periode
ini, para sahabat yang asalnya dilarang untuk keluar dari kota madinah kecuali
mendapatkan izin dari khalifah, mereka diperkenankan untuk keluar dan menetap di daerah-daerah
yang mereka sukai. Dengan kebijakan ini, maka orang yang menuntut ilmu (para
peserta didik) tidak merasa kesulitan untuk belajar ke Madinah[10]
Dari ke empat golongan terdidik
tersebut, pelaksanaan pendidikan dan pengajaran tidak mungkin dilakukan dengan
cara menyamaratakan tetapi harus diadakan pengklasifikasian yang rapih dan sistematis, disesuaikan dengan
kemampuan dan kesanggupan dari peserta didiknya. Adapun metode yang digunakan
adalah:
1. Golongan pertama menggunakan
metode ceramah, hafalan, dan latihan dengan mengemukakan contoh – contoh dan
peragaan.
2. Golongan kedua menggunakan metode
hafalan dan latihan
3. Golongan ketiga menggunakan metode
diskusi, ceramah, hafalan, tanya jawab
4. Golongan keempat menggunakan
metode ceramah, hafalan Tanya jawab, dan diskusi serta sedikit hafalan.
Pendidikan dan pengajaran pada golongan ini lebih bersifat pematangan (dan
pendalaman
Pada masa Khulafaur Rasyidin pusat-pusat pendidikan bukan hanya terdapat
di Mekkah dan Madinah, melainkan juga sudah tersebar di berbagai daerah
kekuasaan Islam lainnya. Adapun
lembaga-lembaga pendidikan yang digunakan masih sama dengan lembaga yang
digunakan di zaman Rasulullah Saw.yaitu masjid, Suffah, Kuttab, dan rumah.[11]
C.
PENUTUP/KESIMPULAN
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan
tidak terjadi perubahan pola pendidikan,. Akan tetapi, terjadi sebuah
penyeragaman cara membaca Al-Qur’an dan terjadinya pertambahan peserta didik
dimana hal itu membuat lebih banyak lagi yang paham tentang Islam dan
mempermudah mereka yang belajar agama Islam, karena dahulu ketika masa Khalifah
Umar para sahabat dan ahli agama tidak boleh pergi keluar Mekkah dan Maddinah.
Metode yang digunakan yaitu halaqah, hafalan, diskusi (Tanya jawab), latihan,
ceramah, dll.
D.
DAFTAR BACAAN
Nizar,2007, Sejarah Pendidikan Islam;
Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia, Jakarta:
Kencana.
Yunus, Mahmud , 1989, Sejarah
Pendidikan Islam , Jakarta
:Hidayakarya Agung.
Abudin, Nata,2011, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Media Group.
Dudung Abdurrahman, 2009, Sejarah
Peradaban Islam, Yogyakarta:
Lesfi
Amin, Samsul Munir,2009, “Sejarah
Peradaban Islam” , Jakarta; Amzah
Siti Maryam, dkk., (ed.) Sejarah Peradaban Islam dari
Masa Klasik hingga Modern,
2003,Yogyakarta : Jurusan SPI Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga kerjasama
dengan LESFI
http://jumadiattayani.blogspot.com/2012/12/pola-pendidikan-khulafaurrasyidin.html
Nizar,Syamsul, 2008,
“Sejarah Pendidikan Islam” ,Jakarta;
Prenada Media
Slide share.net
[1]
http://gudangmakalahku.blogspot.com/2013/04/pola-pendidikan-islam-pada-masa.html
[2]
Mahmud Yunus ,Sejarah Pendidikan Islam ,(Jakkarta :Hidayakarya
Agung ,1989)
[3]
Prof. Dr. H. Nata Abudin,
Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Media Group, 2011), h. 121
[4]
Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak
Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia,( Jakarta: Kencana, 2007), h. 51
[8]
Siti
Maryam, dkk., (ed.) Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern,
(Yogyakarta : Jurusan SPI Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga kerjasama dengan
LESFI, 2003), hh. 54-55
[9]
http://jumadiattayani.blogspot.com/2012/12/pola-pendidikan-khulafaurrasyidin.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar