A.
PENDAHULUAN
1.
PENDIDIKAN DI MASA KHULAFAUR UMAR BIN KHATTAB
Nabi
Muhammad SAW. Tidak meninggalkan wasiat tenatang siapa yang akan menggantikan
beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Setelah beliau
wafat sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshor berkumpul di balai kota Bani Sa’idah,
Madinah. Mereka memutuskan bermusyawarah
siapa yang kan menjadi pemimpin. Akhirnya, mereka mereka memilih Khulafaur
Rasyidin[1].
Secara
harfiah kata khalifah berasal dari kata khalf yang berarti wakil,
pengganti, dan penguasa. Selanjutnya muncul istilah khilafah yang dapat
diartikan sebagai institusi politik islam, yang bersinonim dengan kata “imamah”
yang berarti pemerintah.
Ibn
Khaldun berpendapat, bahwa khilafah adalah tanggung jawab umum yang sesuai
dengan tujaun syara’ (hukum islam).
Adapun
kata al-Rasyidun secara harfiah berasal dari kata rasyada yang artinya cerdas,
jujur, dan amanah. Dengan demikian secara sederhana khulafaur Rasyidun
menunjukan sikap yang cerdas, jujur, dan amanah. Selain itu khalifah dapat
diartikan pimpinan yang diangkat sesudah Nabi Muhammad SAW wafat untuk
menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai peminpin agama dan kepala
pemerintah.[2]
Sebagai
pemimpin umat Islam setelah rasul, Abu Bakar di sebut Khalifah Rasulillah
(Pengganti Rasul). Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M
ia meninggal dunia.
Ketika
Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para
pemuka sahabat, kemudian menggangkat umar bin khatab sebagai penggantinya.[3]
Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan
perpecahan di kalangan umat islam.
Umar bin Khattab menjadi khalifah melalui prosaes musyawarah Abu
Bakar dengan pemuka para sahabat. Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan
terjadinya perselisishan dan perpecahan dikalangan umat islam. Cara yang
ditempuh oleh Abu Bakar ini ternyata dapat diterima oleh masyarakat dan mereka
segera memberi bai’at kepada Umar bin Khattab. Umar kemudian menyebut dirinya
sebagai Khalifah-khalifah Rasulillah dan Amir al-Mu’minin.
Masa
pemerintahan Umar yang relatif agak lama, yakni 10 tahun, digunakan untuk
memperluas wilayah daulah islamiah dan melakukan berbagai program pembangunan
pada masa Umar bin Khattab kekuasaan Islam meliputi Jazirah Arabia, Palestina,
syiria, persia, dan mesir. Beliau juga melakukan usaha pembenahan administrasi
negara dengan mencontoh model persia, yaitu membagi wilayah bentuk provinsi.
Selain itu dibentuk pula beberapa departemen, pengaturan sistem pembayaran dan
pajak tanah, pemisahan kekuasaan yudikatif dengan eksekutif dengan mendirikan
lembaga pengadilan, membentuk jawatan pekerjaan umum, mendirikan Bait al-Mal,
mencetak mata uang, dan menetukan tahun hijrah.
Ketika Abu Bakar menjabat khalifah, Umar senantiasa memberikan
bantuan dan dukungannya terhadap kebijaksanaan yang dijalankan oleh Abu Bakar,
hingga tampak pemerintahan saat itu seolah-olah dipegang oleh dua orang. Sesaat
sebelum Abu Bakar meninggal, beliau menunjuk Umar sebagai penggantinnya setelah
dimusyawarahkan dengan para sahabat lainnya. Usaha memperlebar wilayah Islam
yang telah dilakukan oleh Abu Bakar, dilanjutkan oleh Umar dengan hasil yang
gemilang. Wilayah Islam pada masa Umar meliputi Irak, Persia, Syam, Mesir, dan
Barqah.
B.
PEMBAHASAN
1.
PENDIDIK
Umar Ibnul
Khattab adalah seorang tokoh dari kalangan pria sejati. Rasulullah saw.
Mengenalnya di lembah-lembah dan di jalan-jalan Mekkah. Beliau berangan-angan
kirannya Allah membukakan qalbunya untuk menerima Islam. Beliau memanjatkan
permintaan kepada Allah seperti berikut:
“Ya Allah kuatkanlah Islam dengan salah satu Umar.” (HR. Tirmidzi)
Umar adalah seorang pemberani sehingga membuat orang yang gagah dan
kuat menjadi ketakutan.[4]
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, kondisi politik dalam keadaan stabil.
Melanjutkan kebijaksanaan Abu Bakar, Umar bin Khattab mengirim pasukan untuk
memperluas wilayah Islam. Ekspansi Islam di masa Umar bin Khattab mencapai
hasil yang gemilang, yang meliputi Semenanjung Arabia, Palestina, Syiria, Irak,
Persia dan Mesir.
Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar Jazirah Arab penguasa
memikirkan pendidikan Islam di daerah-daerah luar Jazirah Arab karena bangsa-bangsa tersebut
memiliki adab dan kebudayaan yang berbeda dengan Islam. Untuk itu, Umar
memerintahkan panglima-panglima apabila mereka berhasil menguasai suatu kota,
hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.
Berkaitan dengan usaha pendidikan itu, Khalifah Umar mengangkat dan menunjuk
guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan, yang bertugas mengajarkan
isi Al-Quran dan ajaran Islam kepada penduduk yang baru masuk Islam.
Dikuasainnya wilayah-wilayah baru oleh Islam, menyebabkan munculnya keinginan
untuk belajar Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di wilayah-wilayah tersebut.
Orang-orang yang baru masuk Islam dari daerah-daerah yang ditaklukkan, harus
belajar Bahasa Arab jika mereka ingin belajar dan mendalami pengetahuan Islam.
Oleh karena itu, masa ini sudah terdapat pengajaran Bahasa Arab.[5]
Meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kebutuhan peri
kehidupan dalam segala bidang. Seperti keteraturan dalam bidang pemerintahan
dan segala perlengkapanya, memerlukan pemikiran cukup serius. Untuk memenuhi
kebutuhan itu diperlukan tenaga manusia yang memiliki keterampilan dan keahlian
memadai, bagi kelancaran roda pemerintahan itu sendiri. Hal itu berarti peranan
pendidikan harus menampilkan dirinya. Semangat berdakwah dan pendidikan dari
kaum muslim yang berada di daerah-daerah, baru menunjukkan kekuatan yang sangat
tinggi. Untuk mencegah kesimpangsiuran pemahaman agama, baik yang menyangkut
dasar-dasar pokok iman maupun ibadah dan muamalah sudah mulai dirintis. Orang
banyak berdatangan ke Madinah untuk belajar hadis langsung dari para sahabat.
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, Khalifah Umar bin Khattab
merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan kependidikan di kota
Madinah. Selanjutnya beliau juga mengangkat sahabat-sahabat bertugas menjadi
guru di daerah.
Adapun visi, misi dan tujuan pendidikanya adalah sebagai berikut:
2.
VISI, MISI DAN TUJUAN PENDIDIKAN
Visi
pendidikan pada masa khulafaur Rasyidin masih belum berbeda dengan visi
pendidikan pada zaman Rasulullah SAW. Hal ini disebabkan, karena para kulafaur
Rasyidin adalah mengikuti jejak Rasulullah SAW. Visi tersebut adalah “unggul”
bidang keagamaan sebagai landasan membangun umat.
Misi Pendidikan pada zaman Khulafaur
Rasyidin dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Memantapkan
dan menguatkan keyakinan dan kepatuhan kepada ajaran Islam yang di bawa oleh
Nabi Muhammad SAW dengan cara memahami, menghayati, dan mengamalkan secara
konsisten.
2) Menyediakan
sarana, prasarana, dan fasilitas yang memungkinkan terlaksananya ajaran Islam.
3) Menumbuhkan
semangat cinta tanah air dan bela negara yang memungkinkan Islam dapat
berkembang keseluruh dunia.
4) Melahirkan
para kader pemimpin umat, pendidik, dan da’i yang tangguh dalam mewujudkan
syi’ar Islam. Upaya ini pada tahap selanjutnya melahirkan para ulama dari
kalangan tabi’in.
Adapun
tujuan pendidikan pada masa itu melahirkan umat yang memiliki komitmen yang
tulus dan kukuh terhadap pelaksanaan ajaran Islam sebagaimana yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad SAW. Khulafaur Rasidin berpusat pemerintahan di Madinah.
Penduduk terdiri dari latar belakang agama, sosial, budaya, ekonomi, politik,
pendidikan, dan lainnya berbeda-beda. Akan tetapi ketika setelah Rasulullah SAW
wafat, keadaan mereka kembali kepada keadaan semula, yakni hidup bebas tanpa
aturan.
Latar
belakang tersebut hanya berperan sebagai pemicu lahirnya visi, misi, dan tujuan
pendidikan untuk seluruh umat manusia.
3. KURIKULUM PENDIDIKAN
Kurikulum pendidikan di
Madinah selain berisi materi pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan
keagamaan, yakni Al-Qur’an, Al-Hadis, Hukum Islam, kemasyarakatan,
kewarganegaraan, pertahanan dan kesejahteraan.[6]
Pada masa Umar
digalakan pendidikan ketrampilan hal ini termaktub dalam intruksi Umar bin
Khattab yang dikirimkan kepada penduduk-penduduk kota yang isinya “Amma ba’du”.
Ajarkkanlah kepada anak-anak kamu berenang, kepandaian menuggang kuda, dan
tuturkanlah kepada mereka pepatah-pepatah yang masyhur dan syair-syair yang
baik.[7]
4. TENAGA PENDIDIK
Yang menjadi pendidik
di zaman khulafaur Rasydin diantara lain adalah Abdullah ibn malik, Zaid ibn
Tsabit Ibn Tsabit, Abu dzar Gifari.
Berkaitan dengan pendidikan Umar bin Khhatab merupakan seorang
pendidikan yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah.
Dengan demikian, yang
menjadi pendidikan khulafaur Rasyidin sendiri
dan para sahabat sendiri dan sahabat besar yang lebih dekat kepada
Rasulullah SAW dan memilki pengaruh yang besar.
Sehubungan dengan ini, maka khulafa Rasyidin layak menjadi pemimpin
dalam arti luas, termasuk mendidik, mengarahkan, dan membina umat.
Ulama-ulama (ahli ilmu-ilmu agama
Islam)
a. Ulama-ulama
ahli tafsir.
1)
Ali bin Abu
Talib
2)
Abdullah bin
Abbas.
3)
Abdullah bib
Mas’ud
4)
Ubaiya bin Ka’b.
b. Ulama-ulama
sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah:
1)
Abu Hurairah
(5374 hadis)
2)
Aisyah (2210
hadis)
3)
Abdullah bin
Umar (-+ 2210 hadis)
4)
Jabir bin Abbas
(-+ 1500 hadis)
5)
Anas bin
Malik (-+ 2210 hadis)
6)
Umar bin Khattab
(-+ 537 hadis). Sedangkan yang sah hanya -+ 50 hadis.
c. Ulama
ahli fiqih
1)
Abu Bakar.
2)
Umar bin ‘Affan.
3)
Ali bin Abi
Talib.
4)
Ubaiyabin Ka’b.
5)
Mu’az bin Jabal.
6)
Abdullah bin
Mas’ud.
7)
Abu Musa bin
Al-Asy’ari.
8)
Abdullah bin
Abbas.[8]
5.
PESERTA DIDIK
Peserta didik
pada zaman Khalifah Umar terdiri dari masyarakat Mekkah dan Madinah. Namun yang khusus
mendalami dalam kajian keagamaan hingga menjadi seorang yang mahir, alim, dan
mendalam penguasaanya di dalam bidang ilmu agama jumlahnya masih terbatas.
Sasaran pendidikan dalam arti umum, yakni membentuk sikap mental keagamaan
adalah seluruh umat islam yang ada di Mekkah dan Madinah. Adapun sasaran
pendidikan dalam arti khusus yakni membentuk ahli ilmu agama sebagian kecil
dari kalangan Tabi’in yang selanjutnya menjadi Ulama.[9]
6.
MATERI PENDIDIKAN
Materi
pendidikan yang diajarkan adalah materi yang berkaitan dengan keagamaan yakni
al-quran, al-hadis, hukum islam, kemasyarakatan, kenegaraan, pertahanan,
keamanan dan kesejahteraan.
Dengan
meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar
karena mereka yang baru menganut Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari
sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi, khususnya menyangkut hadis
Rasul sebagai salah satu sumber agama yang belum terbukukan dan hanya ada dalam
ingatan para sahabat dan sebagai alat bantu untuk menafsirkan al-quran.
Tuntutan untuk
belajar bahasa arab juga nampak dalam pendidikan Islam pada masa Khalifah Umar.
Dikuasainya wilayah-wilayah baru oleh Islam, menyebabkan munculnya keinginan
untuk belajar bahasa arab sebagai bahasa pengantar di wilayah-wilayah tersebut.
Orang-orang yang baru masuk Islam di daerah-daerah yang ditaklukkan, harus
belajar bahasa arab jika mereka ingin belajar dan mendalami pengetahuan Islam.
Oleh karena itu, masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa arab. [10]
Selain itu
ilmu-ilmu yang diajarkan yaitu belajar
membaca, dan menulis, membaca Al-Qur’an dan menghapalnya, belajar pokok-pokok
agama islam, seperti cara berwudu, sembayang, puasa dan sebagainya.
Umar bin
Khattab beliau menginstruksikan kepada penduduk-penduduk kota supaya diajarkan
kepada anak-anak.
a.
Berenang
b.
mengendarai
kuda
c.
Memanah
d.
membaca
syair-syair mudah dan peribahasa.
Dengan demikian mulai masuk islam dalam pengajaran rendah gerak dan
membaca syair-syair mudah, serta peribahasa. Sedangkan sebelum itu hanya
membaca Al-Qur’an saja.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri
dari:
1)
Al-Qur’an
dan Tafsirnya.
2)
Hadis
dan mengumpulkannya
3)
Fiqhi
(tasyri’).[11]
7.
METODE PEMBELAJARAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN
a.
METODE PEMBELAJARAN
Adapun metode
yang mereka dalam mengajar antara lain dengan bentuk halaqah. Yakni guru duduk
disebagian ruangan masjid kemudian dikelilingi oleh para siswa. Menyampaikan
ajaran kata demi kata dengan artinya dan kemudian menjelaskan kandunganya.
Sementara para siswa menyimak, mencatat, dan mengulanginya apa yang dikemukakan
oleh gurunya.[12]
b.
LEMBAGA PENDIDIKAN
1)
Kuttab
sebagai lembaga pendidikan terendah yang di dalamnya mengajarkan kepada
anak-anak dalam hal baca dan tulis dan sedikit pengetahuan-pengetahuan agama.
2)
Masjid
sebagai pusat pendidikan umat Islam yang telah mukallaf pada masa permulaaan
Islam belum terdapat sekolah formil seperti yang ada pada masa sekarang. Dari uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kependidikan pada masa Umar bin
Khattab tidak jauh dengan Nabi saw. Namun disana sini terdapat beberapa
perkembangan dearah lebih maju sesuai dengan situasai dan kondisinya, tapi
perkembangan itu tidak melunturkan dasar-dasar pendidikan yang dilaksanakan
pada masa Nabi saw.[13]
Selain itu juga pusat pendidikan Islam terdapat pada madrasah
yaitu:
1.
Madrasah
Makkah
Guru pertama
yang mengajar di Makkah, setelah penduduk Makkah takluk, ialah mu’az bin zabal. Ialah yang mengajarkan
Al-Qur’an dan mana yang halal dan haram.
Pada masa
khlaifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu
mengajar di sana masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqhi dan sastera.
Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Makkah, yang termasyhur seluruh
negara Islam.
2.
Madrasah
Madinah
Madrasah
Madinah lebih termasyhur dan lebih dalam ilmunya, karena disanalah
tempatkhalifah : Abu Bakar, Umar dan Usman, disana banyak tinggal
sahabat-sahabat Nabi SAW. Ulama termasyhur di Madinah ialah :
a.
Umar
bin Khattab.
b.
Ali
bin Abu Thalib.
c.
Zaid
bin Sabit.
d.
Abdullah bin Umar bin Khattab.
3.
Madrasah
Basrah
Ulama sahabat yang termasyhur di Basrah ialah Abu Musa Al-Asy’ari
dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asyari adalah ahli fiqhi dan ahli Hadis, serta
ahli Qur’an. Sedangkan Anas malik lebih termashyur dalam hadis.
Kemudian madrasah Basrah itu melahitrkan Al-Hasan Basry dan ibnu
Sirin pada masa Umaiyah. Hasan Basry adalah ulama besar, berbudi tinggi, saleh
serta fasih lidahnya ia sangat berani-mengeluarkan pendapatnya.
4.
Madrasah
Kuffah
Ulama
sahabat yang tinggal di Kuffah ialah Ali bin Abu Thalib dan Abdullah bin
Mas’ud. Pekerjaan Ali di Irak, ialah soal politik dan urusan peperangan.
Sedangkan Ibnu Mas’ud mengajarkan Al-Qur’an dan ilmu agama. Ibnu Mas’ud diutus
oleh Umar bin Khattab ke kufah untuk menjadi guru. Ia ahli tafsir dan ahli
fiqhi, bahkan ia meriwayatkan hadis-hadis Nabi SAW.
5.
Madrasah
Damsyik (Syam)
Setelah
Syam (syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama
islam, maka Umar bin Khattab mengirimkan tiga guru agama ke negeri itu, yaitu :
Mu’az bin Jabal, Ubadah dan Abud Dardak. Ketiga guru itu mendirikan madrasah
Agama di Syam. Mereka mengajarkan Al-Qur’an dan ilmu agama di negeri Syam pada
tiga tempat, yaitu Abud-Dardak di Damasyik, Mu’az bin Jabal di Palestina dan
Ubadah Hims.
Kemudian
mereka digantikan oelh murid-muridnya, tabi’in seperti seperti Abu Idris
Al-Khailany, Makhul Ad-Dimasyki, Umar bin Abdul Aziz dan Razak bin Haiwah.
Akhirnya
madrasah itu melahirkan Imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang
sederajat ilmunya dengan iamam Malik dan Abu-hanifah. Mazhabnya tersebar di
Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudain mazhabnya itu
lenyab,karena besar pengaruh mazhab Syafi’i.
6.
Madrasah
Fistat (Mesir)
Setelah Mesir
menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. ulama yang mula-mula
mendirikan madrasah di mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di
Fistat (Mesir lama). ia ahli hadis dengan arti kata sebenarnya.[14]
C.
PENUTUP/KESIMPULAN
Umar bin
Khattab menjadi khalifah melalui prosaes musyawarah Abu Bakar dengan pemuka
para sahabat. Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya
perselisishan dan perpecahan dikalangan umat islam.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa pendidikan islam pada zaman Umar bin Khattab dapat diketahui
melalui visi misi, tujuan sasaran pendidikan, kurikulum, metode, pendekatan
pembelajaran, sarana prasaarana, dan evaluasi.
Pada masa Umar digalakan pendidikan
ketrampilan hal ini termaktub dalam intruksi Umar bin Khattab yang dikirimkan
kepada penduduk-penduduk kota yang isinya “Amma ba’du”. Ajarkkanlah kepada
anak-anak kamu berenang, kepandaian menuggang kuda, dan tuturkanlah kepada mereka
pepatah-pepatah yang masyhur dan syair-syair yang baik.
Yang menjadi pendidik di zaman khulafaur
Rasydin diantara lain adalah Abdullah ibn malik, Zaid ibn Tsabit Ibn Tsabit,
Abu dzar Gifari. Berkaitan dengan
pendidikan Umar bin Khhatab merupakan seorang pendidikan yang melakukan
penyuluhan pendidikan di kota Madinah.
Materi
pendidikan yang diajarkan adalah materi yang berkaitan dengan keagamaan yakni
al-quran, al-hadis, hukum islam, kemasyarakatan, kenegaraan, pertahanan,
keamanan dan kesejahteraan.
Adapun metode
yang mereka dalam mengajar antara lain dengan bentuk halaqah. Yakni guru duduk
disebagian ruangan masjid kemudian dikelilingi oleh para siswa. Menyampaikan
ajaran kata demi kata dengan artinya dan kemudian menjelaskan kandunganya.
Sementara para siswa menyimak, mencatat, dan mengulanginya apa yang dikemukakan
oleh gurunya. Lembaga PendidikanKuttab sebagai lembaga pendidikan terendah yang
di dalamnya mengajarkan kepada anak-anak. Masjid sebagai pusat pendidikan umat
Islam yang telah mukallaf.
D.
DAFTAR BACAAN
Zuhairini,
dkk. Sejarah Pendidikan Islam.1997. Jakarta: Bumi Aksara.
Abudin,
Nata. Sejarah pendidikan Islam. 2011. Jakarta: Media group.
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam. 2011. Jakarta. Grafindo Persada.
Yunus,
Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam .1989. Jakarta: PT Hida karya agung.
Asrohah,
Hanu. Sejarah Pendidikan Islam.1999. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.
Umairah,
Abdurrahman. Tokoh-tokoh yang di abadikan dalam Al-Qur’an. Gema Insani
[1] Badri
Yatim. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta, Raja grafindo Persada. 2011).
h. 35
[2] Nata
Abudin. Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta, Media group. 2011). hh.
111-112
[3] Badri
Yatim. Op., cit,. hh. 35-37
[4] Abdurrahman
Umairah. Tokoh-tokoh yang diabadikan Al-Quran. (Gema Insani Press.
Jakarta), h. 12
[5] Hanun Asrohah.
Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu. 1999) h. 17
[6] Nata
Abudin., Ibd., hh. 118-121
[7] Zuhairini
dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997)
[8]
Muhammad, Yunus. Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hida karya
agung, 1989), h. 41-43
[11]
Muhammad, Yunus,. Op, .cit,. h. 40
[14]
Muhammad Yunus,. Op,. Cit. hh. 34-37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar