Selasa, 26 November 2013

Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Khalifah Umar Bin Khattab



A.    PENDAHULUAN
1.    PENDIDIKAN DI MASA KHULAFAUR UMAR BIN KHATTAB
Nabi Muhammad SAW. Tidak meninggalkan wasiat tenatang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Setelah beliau wafat sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshor berkumpul di balai kota Bani Sa’idah, Madinah. Mereka memutuskan  bermusyawarah siapa yang kan menjadi pemimpin. Akhirnya, mereka mereka memilih Khulafaur Rasyidin[1].   
Secara harfiah kata khalifah berasal dari kata khalf yang berarti wakil, pengganti, dan penguasa. Selanjutnya muncul istilah khilafah yang dapat diartikan sebagai institusi politik islam, yang bersinonim dengan kata “imamah” yang berarti pemerintah.
Ibn Khaldun berpendapat, bahwa khilafah adalah tanggung jawab umum yang sesuai dengan tujaun syara’ (hukum islam).
Adapun kata al-Rasyidun secara harfiah berasal dari kata rasyada yang artinya cerdas, jujur, dan amanah. Dengan demikian secara sederhana khulafaur Rasyidun menunjukan sikap yang cerdas, jujur, dan amanah. Selain itu khalifah dapat diartikan pimpinan yang diangkat sesudah Nabi Muhammad SAW wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai peminpin agama dan kepala pemerintah.[2]
Sebagai pemimpin umat Islam setelah rasul, Abu Bakar di sebut Khalifah Rasulillah (Pengganti Rasul). Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. 
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian menggangkat umar bin khatab sebagai penggantinya.[3] Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat islam.
Umar bin Khattab menjadi khalifah melalui prosaes musyawarah Abu Bakar dengan pemuka para sahabat. Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisishan dan perpecahan dikalangan umat islam. Cara yang ditempuh oleh Abu Bakar ini ternyata dapat diterima oleh masyarakat dan mereka segera memberi bai’at kepada Umar bin Khattab. Umar kemudian menyebut dirinya sebagai Khalifah-khalifah Rasulillah dan Amir al-Mu’minin.
Masa pemerintahan Umar yang relatif agak lama, yakni 10 tahun, digunakan untuk memperluas wilayah daulah islamiah dan melakukan berbagai program pembangunan pada masa Umar bin Khattab kekuasaan Islam meliputi Jazirah Arabia, Palestina, syiria, persia, dan mesir. Beliau juga melakukan usaha pembenahan administrasi negara dengan mencontoh model persia, yaitu membagi wilayah bentuk provinsi. Selain itu dibentuk pula beberapa departemen, pengaturan sistem pembayaran dan pajak tanah, pemisahan kekuasaan yudikatif dengan eksekutif dengan mendirikan lembaga pengadilan, membentuk jawatan pekerjaan umum, mendirikan Bait al-Mal, mencetak mata uang, dan menetukan tahun hijrah.
Ketika Abu Bakar menjabat khalifah, Umar senantiasa memberikan bantuan dan dukungannya terhadap kebijaksanaan yang dijalankan oleh Abu Bakar, hingga tampak pemerintahan saat itu seolah-olah dipegang oleh dua orang. Sesaat sebelum Abu Bakar meninggal, beliau menunjuk Umar sebagai penggantinnya setelah dimusyawarahkan dengan para sahabat lainnya. Usaha memperlebar wilayah Islam yang telah dilakukan oleh Abu Bakar, dilanjutkan oleh Umar dengan hasil yang gemilang. Wilayah Islam pada masa Umar meliputi Irak, Persia, Syam, Mesir, dan Barqah.
B.     PEMBAHASAN
1.      PENDIDIK
Umar Ibnul Khattab adalah seorang tokoh dari kalangan pria sejati. Rasulullah saw. Mengenalnya di lembah-lembah dan di jalan-jalan Mekkah. Beliau berangan-angan kirannya Allah membukakan qalbunya untuk menerima Islam. Beliau memanjatkan permintaan kepada Allah seperti berikut:
“Ya Allah kuatkanlah Islam dengan salah satu Umar.” (HR. Tirmidzi)
Umar adalah seorang pemberani sehingga membuat orang yang gagah dan kuat menjadi ketakutan.[4] Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, kondisi politik dalam keadaan stabil. Melanjutkan kebijaksanaan Abu Bakar, Umar bin Khattab mengirim pasukan untuk memperluas wilayah Islam. Ekspansi Islam di masa Umar bin Khattab mencapai hasil yang gemilang, yang meliputi Semenanjung Arabia, Palestina, Syiria, Irak, Persia dan Mesir.
Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar Jazirah Arab penguasa memikirkan pendidikan Islam di daerah-daerah luar  Jazirah Arab karena bangsa-bangsa tersebut memiliki adab dan kebudayaan yang berbeda dengan Islam. Untuk itu, Umar memerintahkan panglima-panglima apabila mereka berhasil menguasai suatu kota, hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan. Berkaitan dengan usaha pendidikan itu, Khalifah Umar mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan, yang bertugas mengajarkan isi Al-Quran dan ajaran Islam kepada penduduk yang baru masuk Islam. Dikuasainnya wilayah-wilayah baru oleh Islam, menyebabkan munculnya keinginan untuk belajar Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di wilayah-wilayah tersebut. Orang-orang yang baru masuk Islam dari daerah-daerah yang ditaklukkan, harus belajar Bahasa Arab jika mereka ingin belajar dan mendalami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, masa ini sudah terdapat pengajaran Bahasa Arab.[5]
Meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kebutuhan peri kehidupan dalam segala bidang. Seperti keteraturan dalam bidang pemerintahan dan segala perlengkapanya, memerlukan pemikiran cukup serius. Untuk memenuhi kebutuhan itu diperlukan tenaga manusia yang memiliki keterampilan dan keahlian memadai, bagi kelancaran roda pemerintahan itu sendiri. Hal itu berarti peranan pendidikan harus menampilkan dirinya. Semangat berdakwah dan pendidikan dari kaum muslim yang berada di daerah-daerah, baru menunjukkan kekuatan yang sangat tinggi. Untuk mencegah kesimpangsiuran pemahaman agama, baik yang menyangkut dasar-dasar pokok iman maupun ibadah dan muamalah sudah mulai dirintis. Orang banyak berdatangan ke Madinah untuk belajar hadis langsung dari para sahabat.
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, Khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan kependidikan di kota Madinah. Selanjutnya beliau juga mengangkat sahabat-sahabat bertugas menjadi guru di daerah.
Adapun visi, misi dan tujuan pendidikanya adalah sebagai berikut:
2.      VISI, MISI DAN TUJUAN PENDIDIKAN
Visi pendidikan pada masa khulafaur Rasyidin masih belum berbeda dengan visi pendidikan pada zaman Rasulullah SAW. Hal ini disebabkan, karena para kulafaur Rasyidin adalah mengikuti jejak Rasulullah SAW. Visi tersebut adalah “unggul” bidang keagamaan sebagai landasan membangun umat.
Misi Pendidikan pada zaman Khulafaur Rasyidin dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)      Memantapkan dan menguatkan keyakinan dan kepatuhan kepada ajaran Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW dengan cara memahami, menghayati, dan mengamalkan secara konsisten.
2)      Menyediakan sarana, prasarana, dan fasilitas yang memungkinkan terlaksananya ajaran Islam.
3)      Menumbuhkan semangat cinta tanah air dan bela negara yang memungkinkan Islam dapat berkembang keseluruh dunia.
4)      Melahirkan para kader pemimpin umat, pendidik, dan da’i yang tangguh dalam mewujudkan syi’ar Islam. Upaya ini pada tahap selanjutnya melahirkan para ulama dari kalangan tabi’in.
Adapun tujuan pendidikan pada masa itu melahirkan umat yang memiliki komitmen yang tulus dan kukuh terhadap pelaksanaan ajaran Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Khulafaur Rasidin berpusat pemerintahan di Madinah. Penduduk terdiri dari latar belakang agama, sosial, budaya, ekonomi, politik, pendidikan, dan lainnya berbeda-beda. Akan tetapi ketika setelah Rasulullah SAW wafat, keadaan mereka kembali kepada keadaan semula, yakni hidup bebas tanpa aturan.
Latar belakang tersebut hanya berperan sebagai pemicu lahirnya visi, misi, dan tujuan pendidikan untuk seluruh umat manusia.
3.      KURIKULUM PENDIDIKAN
Kurikulum pendidikan di Madinah selain berisi materi pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan keagamaan, yakni Al-Qur’an, Al-Hadis, Hukum Islam, kemasyarakatan, kewarganegaraan, pertahanan dan kesejahteraan.[6]
Pada masa Umar digalakan pendidikan ketrampilan hal ini termaktub dalam intruksi Umar bin Khattab yang dikirimkan kepada penduduk-penduduk kota yang isinya “Amma ba’du”. Ajarkkanlah kepada anak-anak kamu berenang, kepandaian menuggang kuda, dan tuturkanlah kepada mereka pepatah-pepatah yang masyhur dan syair-syair yang baik.[7]

4.    TENAGA PENDIDIK
Yang menjadi pendidik di zaman khulafaur Rasydin diantara lain adalah Abdullah ibn malik, Zaid ibn Tsabit Ibn Tsabit, Abu dzar Gifari.  Berkaitan dengan pendidikan Umar bin Khhatab merupakan seorang pendidikan yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah.
Dengan demikian, yang menjadi pendidikan khulafaur Rasyidin sendiri  dan para sahabat sendiri dan sahabat besar yang lebih dekat kepada Rasulullah SAW dan memilki pengaruh yang besar.  Sehubungan dengan ini, maka khulafa Rasyidin layak menjadi pemimpin dalam arti luas, termasuk mendidik, mengarahkan, dan membina umat.
Ulama-ulama (ahli ilmu-ilmu agama Islam)
a.    Ulama-ulama ahli tafsir.
1)   Ali bin Abu Talib
2)   Abdullah bin Abbas.
3)   Abdullah bib Mas’ud
4)   Ubaiya bin Ka’b.
b.    Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah:
1)   Abu Hurairah (5374 hadis)
2)   Aisyah (2210 hadis)
3)   Abdullah bin Umar (-+ 2210 hadis)
4)   Jabir bin Abbas (-+ 1500 hadis)
5)   Anas bin Malik  (-+ 2210 hadis)
6)   Umar bin Khattab (-+ 537 hadis). Sedangkan yang sah hanya -+ 50 hadis.
c.    Ulama ahli fiqih
1)      Abu Bakar.
2)      Umar bin ‘Affan.
3)      Ali bin Abi Talib.
4)      Ubaiyabin Ka’b.
5)      Mu’az bin Jabal.
6)      Abdullah bin Mas’ud.
7)      Abu Musa bin Al-Asy’ari.
8)      Abdullah bin Abbas.[8]
5.      PESERTA DIDIK
Peserta didik pada zaman Khalifah Umar terdiri dari masyarakat  Mekkah dan Madinah. Namun yang khusus mendalami dalam kajian keagamaan hingga menjadi seorang yang mahir, alim, dan mendalam penguasaanya di dalam bidang ilmu agama jumlahnya masih terbatas. Sasaran pendidikan dalam arti umum, yakni membentuk sikap mental keagamaan adalah seluruh umat islam yang ada di Mekkah dan Madinah. Adapun sasaran pendidikan dalam arti khusus yakni membentuk ahli ilmu agama sebagian kecil dari kalangan Tabi’in yang selanjutnya menjadi Ulama.[9]
6.      MATERI PENDIDIKAN
Materi pendidikan yang diajarkan adalah materi yang berkaitan dengan keagamaan yakni al-quran, al-hadis, hukum islam, kemasyarakatan, kenegaraan, pertahanan, keamanan dan kesejahteraan.
Dengan meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar karena mereka yang baru menganut Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi, khususnya menyangkut hadis Rasul sebagai salah satu sumber agama yang belum terbukukan dan hanya ada dalam ingatan para sahabat dan sebagai alat bantu untuk menafsirkan al-quran.
Tuntutan untuk belajar bahasa arab juga nampak dalam pendidikan Islam pada masa Khalifah Umar. Dikuasainya wilayah-wilayah baru oleh Islam, menyebabkan munculnya keinginan untuk belajar bahasa arab sebagai bahasa pengantar di wilayah-wilayah tersebut. Orang-orang yang baru masuk Islam di daerah-daerah yang ditaklukkan, harus belajar bahasa arab jika mereka ingin belajar dan mendalami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa arab. [10]
Selain itu ilmu-ilmu yang diajarkan  yaitu belajar membaca, dan menulis, membaca Al-Qur’an dan menghapalnya, belajar pokok-pokok agama islam, seperti cara berwudu, sembayang, puasa dan sebagainya.
Umar bin Khattab beliau menginstruksikan kepada penduduk-penduduk kota supaya diajarkan kepada anak-anak.
a.    Berenang
b.    mengendarai kuda
c.    Memanah
d.   membaca syair-syair mudah dan peribahasa.
Dengan demikian mulai masuk islam dalam pengajaran rendah gerak dan membaca syair-syair mudah, serta peribahasa. Sedangkan sebelum itu hanya membaca Al-Qur’an saja.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
1)   Al-Qur’an dan Tafsirnya.
2)   Hadis dan mengumpulkannya
3)   Fiqhi (tasyri’).[11]
7.      METODE PEMBELAJARAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN
a.      METODE PEMBELAJARAN
Adapun metode yang mereka dalam mengajar antara lain dengan bentuk halaqah. Yakni guru duduk disebagian ruangan masjid kemudian dikelilingi oleh para siswa. Menyampaikan ajaran kata demi kata dengan artinya dan kemudian menjelaskan kandunganya. Sementara para siswa menyimak, mencatat, dan mengulanginya apa yang dikemukakan oleh gurunya.[12]
b.      LEMBAGA PENDIDIKAN
1)      Kuttab sebagai lembaga pendidikan terendah yang di dalamnya mengajarkan kepada anak-anak dalam hal baca dan tulis dan sedikit pengetahuan-pengetahuan agama.
2)      Masjid sebagai pusat pendidikan umat Islam yang telah mukallaf pada masa permulaaan Islam belum terdapat sekolah formil seperti yang ada pada masa sekarang. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kependidikan pada masa Umar bin Khattab tidak jauh dengan Nabi saw. Namun disana sini terdapat beberapa perkembangan dearah lebih maju sesuai dengan situasai dan kondisinya, tapi perkembangan itu tidak melunturkan dasar-dasar pendidikan yang dilaksanakan pada masa Nabi saw.[13]



Selain itu juga pusat pendidikan Islam terdapat pada madrasah yaitu:
1.      Madrasah Makkah
Guru pertama yang mengajar di Makkah, setelah penduduk Makkah takluk, ialah  mu’az bin zabal. Ialah yang mengajarkan Al-Qur’an dan mana yang halal dan haram.
Pada masa khlaifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar di sana masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqhi dan sastera. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Makkah, yang termasyhur seluruh negara Islam.
2.      Madrasah Madinah
Madrasah Madinah lebih termasyhur dan lebih dalam ilmunya, karena disanalah tempatkhalifah : Abu Bakar, Umar dan Usman, disana banyak tinggal sahabat-sahabat Nabi SAW. Ulama termasyhur di Madinah ialah :
a.    Umar bin Khattab.
b.    Ali bin Abu Thalib.
c.    Zaid bin Sabit.
d.    Abdullah bin Umar bin Khattab.
3.      Madrasah Basrah
Ulama sahabat yang termasyhur di Basrah ialah Abu Musa Al-Asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asyari adalah ahli fiqhi dan ahli Hadis, serta ahli Qur’an. Sedangkan Anas malik lebih termashyur dalam hadis.
Kemudian madrasah Basrah itu melahitrkan Al-Hasan Basry dan ibnu Sirin pada masa Umaiyah. Hasan Basry adalah ulama besar, berbudi tinggi, saleh serta fasih lidahnya ia sangat berani-mengeluarkan pendapatnya.
4.      Madrasah Kuffah
Ulama sahabat yang tinggal di Kuffah ialah Ali bin Abu Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Pekerjaan Ali di Irak, ialah soal politik dan urusan peperangan. Sedangkan Ibnu Mas’ud mengajarkan Al-Qur’an dan ilmu agama. Ibnu Mas’ud diutus oleh Umar bin Khattab ke kufah untuk menjadi guru. Ia ahli tafsir dan ahli fiqhi, bahkan ia meriwayatkan hadis-hadis Nabi SAW.
5.      Madrasah Damsyik (Syam)
Setelah Syam (syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama islam, maka Umar bin Khattab mengirimkan tiga guru agama ke negeri itu, yaitu : Mu’az bin Jabal, Ubadah dan Abud Dardak. Ketiga guru itu mendirikan madrasah Agama di Syam. Mereka mengajarkan Al-Qur’an dan ilmu agama di negeri Syam pada tiga tempat, yaitu Abud-Dardak di Damasyik, Mu’az bin Jabal di Palestina dan Ubadah Hims.
Kemudian mereka digantikan oelh murid-muridnya, tabi’in seperti seperti Abu Idris Al-Khailany, Makhul Ad-Dimasyki, Umar bin Abdul Aziz dan Razak bin Haiwah.
Akhirnya madrasah itu melahirkan Imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan iamam Malik dan Abu-hanifah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudain mazhabnya itu lenyab,karena besar pengaruh mazhab Syafi’i.

6.      Madrasah Fistat (Mesir) 
Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. ulama yang mula-mula mendirikan madrasah di mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fistat (Mesir lama). ia ahli hadis dengan arti kata sebenarnya.[14]
 
C.      PENUTUP/KESIMPULAN
Umar bin Khattab menjadi khalifah melalui prosaes musyawarah Abu Bakar dengan pemuka para sahabat. Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisishan dan perpecahan dikalangan umat islam.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan islam pada zaman Umar bin Khattab dapat diketahui melalui visi misi, tujuan sasaran pendidikan, kurikulum, metode, pendekatan pembelajaran, sarana prasaarana, dan evaluasi.
Pada masa Umar digalakan pendidikan ketrampilan hal ini termaktub dalam intruksi Umar bin Khattab yang dikirimkan kepada penduduk-penduduk kota yang isinya “Amma ba’du”. Ajarkkanlah kepada anak-anak kamu berenang, kepandaian menuggang kuda, dan tuturkanlah kepada mereka pepatah-pepatah yang masyhur dan syair-syair yang baik.
Yang menjadi pendidik di zaman khulafaur Rasydin diantara lain adalah Abdullah ibn malik, Zaid ibn Tsabit Ibn Tsabit, Abu dzar Gifari.  Berkaitan dengan pendidikan Umar bin Khhatab merupakan seorang pendidikan yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah.
Materi pendidikan yang diajarkan adalah materi yang berkaitan dengan keagamaan yakni al-quran, al-hadis, hukum islam, kemasyarakatan, kenegaraan, pertahanan, keamanan dan kesejahteraan.
Adapun metode yang mereka dalam mengajar antara lain dengan bentuk halaqah. Yakni guru duduk disebagian ruangan masjid kemudian dikelilingi oleh para siswa. Menyampaikan ajaran kata demi kata dengan artinya dan kemudian menjelaskan kandunganya. Sementara para siswa menyimak, mencatat, dan mengulanginya apa yang dikemukakan oleh gurunya. Lembaga PendidikanKuttab sebagai lembaga pendidikan terendah yang di dalamnya mengajarkan kepada anak-anak. Masjid sebagai pusat pendidikan umat Islam yang telah mukallaf.

D.    DAFTAR BACAAN
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam.1997. Jakarta: Bumi Aksara.
Abudin, Nata. Sejarah pendidikan Islam. 2011. Jakarta: Media group.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. 2011. Jakarta. Grafindo Persada.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam .1989. Jakarta: PT Hida karya agung.
Asrohah, Hanu. Sejarah Pendidikan Islam.1999. Jakarta: PT. Logos Wacana    Ilmu.
Umairah, Abdurrahman. Tokoh-tokoh yang di abadikan dalam Al-Qur’an. Gema Insani



[1] Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta, Raja grafindo Persada. 2011). h. 35
[2] Nata Abudin. Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta, Media group. 2011). hh. 111-112
[3] Badri Yatim. Op., cit,. hh. 35-37
[4] Abdurrahman Umairah. Tokoh-tokoh yang diabadikan Al-Quran. (Gema Insani Press. Jakarta), h. 12
[5] Hanun Asrohah. Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu. 1999) h. 17
[6] Nata Abudin., Ibd., hh. 118-121
[7] Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997)
[8] Muhammad, Yunus. Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hida karya agung, 1989), h. 41-43
    [9] Nata Abudin. Op,.cit.  h. 121
      [10] Ibid., h. 123
[11] Muhammad, Yunus,. Op, .cit,. h. 40
      [12] Nata, abudin., op,.cit. h. 123
     [13] Zuhairini, dkk Op.cit. h. 21
[14] Muhammad Yunus,. Op,. Cit. hh. 34-37

Tidak ada komentar: