MADRASAH NIDZOMIYYAH
A. Sejarah dan
Perkembangannya
Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang sangat
panjang untuk kita kaji bersama. Sejak awal mula lahirnya Islam, selalu
mengalami reformasi yang sangat mempengaruhi laju perkembangannya di dunia
pendidikan. Islam pertama kali lahir di daerah padang rumput yang gersang, dan
berada di sekeliling umat manusia yang krisis akan moral, akidah serta
ketauhidannya kepada Allah dzat yang selama ini mereka percayai keberadaannya,
namun sudah sangat jauh untuk diyakini. Mereka mencampur adukkan ajaran nenek
moyangnya Ibrahim dengan ajaran paganisme. Oleh karena itu, kehadiran Islam
menjadi pencerahan dan jalan keluar bagi masyarakat Arab dan peradabannya di
seluruh dunia.[1]
Masa yang paling awal dalam sistem pendidikan
di dunia Islam, ditandai dengan lahirnya seorang nabi yang merombak semua
tatanan hidup masyarakat bangsa Arab. Mereka belajar dengan sistem yang sangat
sederhana, melalui metode halaqah, ataupun ceramah keagamaan dan metode tanya
jawab tentang seputar keagamaan. Pada perkembangan selanjutnya masyarakat muslim
mulai membentuk lembaga pendidikan Islam formal, yang kemudian menjadi pilar
dari peradaban Islam. Mereka membentuk madrasah sebagai jalur komunikasi
pedagogis antara pendidik dan peserta didiknya. Salah satu diantara
madrasah-madrasah yang pernah ada dan menjadi sejarah peradaban Islam yaitu
madrasah Nidzomiyyah yang didirikan di Baghdad pada masa pemerintahan Bani
Saljuk oleh seorang perdana menteri Ghawam al-Din Abu Ali Hasan Ibnu Ishaq
Khauja, yang lebih akrab dikenal dengan sebutan Nizam Al-Mulk (1018-1092).[2]
Ia adalah seorang ilmuwan muslim yang pernah
melahirkan suatu karya yang produktif yang ia beri nama dengan Siyasat Nama
dan diakui oleh Mehdi Nakosteen karena dinilai sebagai karya klasik di dunia
pendidikan Islam. Nama Nidzomiyyah sendiri merupakan suatu penisbatan kepada
nama dirinya. Ketenaran madrasah Nidzomiyyah menelusup di seluruh wilayah
Islam. Bukan hanya di Baghdad, madrasah ini juga dapat ditemui di Balkh,
Naisabur, Herat (Iran), Basrah, Isfahan, Merv, Mosul (Irak) dan sebagainya. Karena
memang ia merupakan ilmuwan yang sangat gemar pergi ke suatu daerah dan
mendirikan madrasah-madrasah baru di daerah tersebut dengan mengangkat orang
yang berpengetahuan luas dan cukup dikenal sebagai pengajarnya.[3]
Namun dari sekian banyak madrasah yang didirikannya,
madrasah yang ada di Baghdad merupakan madrasah yang paling terkenal dan
terbesar sepanjang sejarah. Madrasah itu dibangun antara tahun 457 H (1065 M) –
459 H (1067 M) dan terletak di pinggir sungai Dajlah (Tigris), serta
ditengah-tengah pasar Selasa Baghdad. Diantara para pengajarnya adalah Abu
Ishaq al-Syirazi (w. 476 H/1083 M), Abu Nasr al-Sabbagh (w. 477 H/1084 M), Abu
al-Qasim al-‘Alawi (w. 482 H/1089 M), Abu Abdillah al-Tabari (w. 495 H/1101M),
Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H/1111 M), al-Qazwaini (w. 575 H/1179 M) dan
al-Fairuzzabadi (w. 817 H/1414 M). Madrasah Nizamiyyah adalah madrasah fiqih,
dan bukan madrasah filsafat. Hal ini untuk mengingatkan saja, karena pada zaman
itu merupakan zaman penindasan filasafat dan para filosofnya.[4]
B.
Tujuan Didirikannya Madrasah Nizamiyyah
Tujuan yang paling central didirikannya
madrasah Nizamiyyah adalah untuk mengajarkan fiqih bermadzhab Syafi’i dan
teologi aliran Asy’ariyyah. Menurut Azyumardi Azra, bahwa madrasah tersebut
mempunyai komitmen kuat untuk berpegang teguh kepada doktrin Asy’ariyah di
dalam masalah teologi keislaman hukum fiqih yang mengikuti madzhab Syafi’iyah.[5]
Karena madrasah tersebut mempunyai latar belakang madrasah sunni.[6]
Hasan Asari menyebutkan bahwa pembangunan
madrasah Nizamiyyah didasari oleh empat motif, yaitu
1. Pendidikan, Nizam al-Mulk adalah seorang
ilmuwan yang sangat perhatian pada dunia pendidikan, jadi sangatlah pantas dan
wajar jika ia membangun madrasah sebagai sarana pendidikan bagi umat muslim.
2. Konflik antar kelompok keagamaan. Sebelum
Nizam al-Mulk menjabat sebagai perdana menteri, dahulu dipegang oleh
al-Kunduri. Ia beraliran Mu’tazilah. Dan mempunyai rencana akan mengusir dan
menganiyaya para penganut Asy’ariyah. Lalu ketika Nizam al-Mulk menggantikan
posisinya, sebagai wujud perlawanan terhadap penindasan yang akan di lakukan
oleh al-Kunduri[7],
beliau mendirikan madrasah Nizamiyyah. Yang mengajarkan doktrin-doktrin tentang
teologi Asy’ariyyah.
3. Pendidikan bagi pegawai pemerintahan. Sebagai
seorang wazir yang bertanggung jawab. Ia bermaksud untuk menghadirkan para
pegawai pemerintahanya sebagai lulusan yang memiliki kesamaan visi guna
mendukung pemerintahannya.
4. Politik. Dengan madrasah yang didirikannya
ini, ia berusaha membuat hubungan baik dengan para ulama dan masyarkat
setempat, agar pemerintahannya tetap stabil.[8]
[2] Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam,
(Yogtakarta: Tiara Wacana, 2006), hal. 21-22
[5] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad
XVII dan XVIII (Bandung: Mizan, 1998), hal. 62
[7] Abdullah Idi dan Toto Suharto, Op.Cit, hal. 24. Al-Kunduri adalah
seorang perdana menteri pada saat Tughril (w. 455/1063) berkuasa atas Bani
Saljuq. Ia dikirim sebagai tawanan ke Merv, ibukota Khurasan oleh Alp Arsalan.
Tetapi ia meninggal di sana ketika ia sedang berada dipenjara, dibunuh oleh dua
pelayan Alp Arsalan. Baca juga Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan
Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), hal. 250
Tidak ada komentar:
Posting Komentar