BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bumi diciptakan oleh Allah,
diciptakannya tumbuh-tumbuhan tanaman dan ditanami, dan diberlakukan
hukum-hukumnya yang paling besar oleh karena itu bumi menjadi sumber utama
kehidupan dan kesejahteraan jasmaniah manusia.
Firman Allah SWT, manusia hendaknya
melihat makananya sungguh kami curahkan hujan berlimpah-limpah kemudian kami
belah bercelah lalu kami tumbuhkan di dianya biji-bijian, Anggur,
Sayur-sayuran, Zaitun dan Kurma, kebun-ebun yang penuh pepohonan, buah-buahan,
serta rumput-rumputan, yang memganndung zat makan, obat-obatan, sari buah dan
mengenal hal ini Allah mengomentari khusus di dalam satu surat Al-quran an-nahl
“lebah” yang oleh sebahagian ulama menyebutkan surat an-na`am. Dan barang
tentang yang di letakkan dalam tanah dan manusia di ajarkan berbagai macam car
untuk mengeluarkannya, sehingga manusia dapat membuat dan membedakan emas,
perak, tembaga, besi, timah. Belerang, minyak bumi, ter, dan garam. Yang
mencakup barang tambang cair atau padat tidak di pungkiri lagi bahwa
benda-benda ini berharga. Dan dibutukkan manusia dalam kehidupannya, terutama
di abad modern ini. Dan penghasilan yang paling menyolok pada zaman sekarang
ini adalahg apa yang di peroleh dari pekerjaan dan propetinya supaya setiap
orang mengetahui kewajiban dan hak-haknya.
Tidaklah mereka bersyukur…?
Betul-betul semua yang ditimbulkan
dan dikeluarkan dari dalam bumi itu merupakan karunia dan hasil karya AllahSWT.
Bukan hasil tangan manusia yang pendek ini Dialah yang sesungguhnya menjadikan
dan menumbuhkan bukan kita. Oleh karena itu pantaslah Allah meminta kita agar
berterima kasih atas nikmat yang dikaruniakan.
Tidaklah mereka bersyukur…?
Bukti terimakasih itu yang paling jelas adalah membayar
bukti sebagai pembayaran sebagian hak-haknya.
B.
Rumusan
Masalah
a.
Bagaimana dasar hukum tentang zakat tanaman non pangan?
b.
Bagaimana pendapat para Fuqaha dan apa dalil-dalil penguat masing-masing
pendapat?
c.
Apa pendapat empat imam madzhab mengenai zakat tanaman non pangan?
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
a.
Untuk mengetahui dasar hukum tentang zakat tanaman non pangan.
b.
Agar mengatahui perbedaan pendapat para Fuqaha dan dalilnya
masing-masing.
c.
Agar mengeatahui dan jelas tentang pedapat empat Imam madzhab mengenai
zakat tanaman non pangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar hukum
tentang zakat tanaman non pangan
Kata zakat dalam berbentuk Ma`tifah
(definisi) di sebut tiga puluh kali di dalam Al-qur`an, diantaranya dua puluh
tujuh kali disebutkan dalam satu ayat bersama salat, dan satu kali yang di
sebut dalam konteks yang sama dalam salat tetapi tidak didalam satu ayat
yaitu Firmannya “dan orang-orang yang giat menunaikan zakat setelah ayat
: orang-orang yang kusyu` dalam bershalat.
Firman Allah :
Dalil Pertama
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya : “ wahai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah sebagian yang baik- baik (dari perolehan kalian) dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian.” ( Q.S. Al-Baqarah : 267)
Dalil Kedua :
* uqèdur üÏ%©!$# r't±Sr& ;M»¨Yy_ ;M»x©rá÷è¨B uöxîur ;M»x©râ÷êtB @÷¨Z9$#ur tíö¨9$#ur $¸ÿÎ=tFøèC ¼ã&é#à2é& cqçG÷¨9$#ur c$¨B9$#ur $\kÈ:»t±tFãB uöxîur 7mÎ7»t±tFãB 4 (#qè=à2 `ÏB ÿ¾ÍnÌyJrO !#sÎ) tyJøOr& (#qè?#uäur ¼çm¤)ym uQöqt ¾ÍnÏ$|Áym ( wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä úüÏùÎô£ßJø9$# ÇÊÍÊÈ
Artinya : “Dan Dialah yang
menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma
dan tanaman-tanaman yang bermacam-macam buahnya, Zaitun dan Delima yang serupa
(bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik
hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin), dan janganlah kamu
berlibih-lebihan”.[1]
(al-An`am : 141).
Pengertian yang
terkandung dalam ayat ini, tidak terbatas pada buah korma, zaitn dan delima,
tetapi mencakup seluruh buah-buahan yang dapat diperjual belikan dan dikonsumsi
sendiri. Yang tersirat dalam perkataan والزرع مختلفا
اكله Termasuk
didalamnya buah kelapa, kopi, jeruk cokelat dan cengkeh. Dibawah ini akan
ditentukan nishab dan kadar zakatnya.[2]
Memang ada sebagian pendapat Ulama
yang mengatakan, bahwa hasil pertania, khusunya buah-buahan yang tidak
disebutkan keterangannya dalam Hadist tidak wajib dizakati, termasuk kelapa,
kopi, jeruk, cokelat dan cengkeh.Tetapi dalam kesimpulan QS. Al-Baqarah: 267
bahwa Ulama yang mewajibkan zakat tersebut, dengan alasan bahwa ayat 267
mengandung keterangan tentang wajibnya zakat hasil pertanian, berupa buah-buahan
dan umbi-umbian; termasuk kelapa, kopi, jeruk, cokelat dan cengkeh, meskipun
diterangkan secara global.
Karena kewaiban zakat buah-buahan
tersebut ditetapkan dengan cara pengambilan Qiyas kepada komiditi dagangan,
karena dipandang bahwa kelapa,kopi, jeruk, cokelat dan cengkeh merupakan barang
dagangan, maka nishab dan kadarnya juga disamakan, sedangkan nishabnya
ditetapkan senilai 93,6 gram emas murni dan kadarnya ditetapkan 2,5 %, maka
nishab dan kadar buah-buahan tersebut juga demikian.
Dan ayat tersebut di atas ada kalimat “dan tunaikanlah haknya” oleh ulama
ditafsirkan (ath thabari) dan ulama lainnya, bahwa pengertian hak adalah
“zakat”.[3]
B. Pendapat
para fuqaha dan dalil-dalil penguat masing-masing pendapat
Hasil pertanian dikena zakat apabila
telah memenuhi syarat. beberapa perbedaan pendapat para Ulama mengenai jenis
hasil bumi:
a. Ibnu Umar dan golongan ulama Salaf
berpendapat, bahwa zakat hanya wajib atas dua jenis biji-bijian yaitu gandum
(Hintah) dan sejenis gandum lain (syair) dan dua-jenis buah-buahan yaitu kurma
dan anggur. Berdasarkan riwayat dari sumber Ahmad, Musa bin thalhah, Hasani,
Ibnu suin, Sya`bi, Hasan bin salih, Ibnu abi laila, Ibnu mubarak, dan Abu
Ubaid. Dan disahkan oleh Ibrahim dan Zad Zara.
b. Malik dan Syafi`i berpendapat bahwa
jenis tanaman yang wajib zakat adalah makanan pokok sehari-hari anggota
masyarakat seperti beras, jagung, sagu. Oleh Syafi`i dikatakan juga bahwa:
kurma dan anggur wajib dikeluarkan zakatnya.
Landasan
yang dipakai oleh Imam Maliki dan Syafi’i adalah Surat Al-An’am ayat 141.
c. Imam Ahmad berpendapat bahwa
biji-bijian yang kering dan dapat ditimbang(ditakar) seperti jagung,
padi,kedelai, kacang tanah, kacang hijau. Dikeluarkan zakatnya. Begitu juga
anggur dan kurma dikeluarkan zakatnya tetapi buah-buahan dan sayur-sayuran
tidak wajib zakat. Pendapat ini sejalan dengan Abu Yusuf dan Muhammad (murid
dan sahabat Imam Hanafi).
Landasan
yang dipakai oleh Imam Ahmad adalah
-
Hadits yang bersumber dari Ibnu Umar Ra “Sesungguhnya ia berkata,“Rasulullah
SAW hanya menentukan zakat atas gandum, jewawut, buah kurma, dan anggur
kering”. Ketika mengutus Abu Musa Al-Asy’ari dan Muadz bin Jabal ke Yaman,
Rasulullah SAW berpesan kepada mereka berdua untuk tidak memungut zakat kecuali
dari 4 biji-bijian dan buah-buahan tersebut.
-
Nabi SAW bersabda “ Seper sepuluh itu atas gandum, jewawut, buah kurma, dan
anggur kering.
-
Nabi SAW bersabda “tidak ada zakat atas sayur-sayuran yang
dihasilkan oleh tanah.
d.
Abu Hanifah berpendapat bahwa semua tanaman hasil bumi yang bertujuan untuk
mendapatkan penghasilan di wajibkan pengeluaran zakatnya. Abu Hanifah
tidak membedakan tanaman yang dapat di simpan dan tanaman lama atau tidak sama
saja, seperti sayur-sayuran, mentimun, labu, dan lain-lain. Sebagai landasan
yang dipergunakan oleh Abu Hanifah adalah ayat 267 surat Al-Baqarah.[4]
Tetapi Abu Hanifah dibantah oleh dua
kawannya yaitu Abu Yusuf dan Muhammad, tentang tanaman yang tidak mempunyai
buah tetap(buahan yang tidak berbuah berkali-kali dalam setahun) seperti sayur-sayuran,
labu, mentimun, dan sebagainya.
Menurut Abu Hanifah dan
kawan-kawannya, tebu, kunyit, kapas, dan ketumbar wajib dikeluarkan zakatnya
sekalipun bukan makanan pokok atau tidak dimakan. Menurut Abu Hanifah, semua
buah-buahan wajib dikeluarkan zakatnya, seperti jambu, per, persik, apricot,
tin, mangga dan lain-lain, baik basah maupun kering. Begitu juga wajib
mengeluarkan 10% zakat semua sayur-sayuran, seperti timun, labu,semangka,
wortel, lobak, kol, dan lain-lain.
Landasan yang dipakai oleh Abu
Hanifah adalah sebagai berikut :
a. Prinsip umum firman Allah dalam
surat Al-Baqarah ayat 267.
b. Firman Allah SWT. “ bayarlah haknya
waktu memanennya!” setelah Allah menguraikan beberapa jenis makanan berupa
tanaman-tanaman yang berkisi-kisi dan yang tidak berkisi-kisi, kurma,
pohon-pohon yang bermacam-macam buahnya, zaitun, dan delima. Yang paling jelas
mengandung hak-haknya seperti itu adalah sayur-sayuran, karena sayur-sayuran
itulah yang mungkin langsung dikeluarkan haknya.[5]
Adapun perbedaan
pendapat tentang zakat tanaman non
pangan seperti halnya tanaman dan buah-buahan telah ditetapkan dengan dalil
khusus dari kitab dan sunnah sebagai penegasan dari dalil umum yang telah
dikemukakan terdahulu. Allah SWT berfirman:
وءاتوا حقه يوم حصاد ه
“Dan
tunaikanlah haknya (zakatnya) pada hari memetik hasilnya” (QS.
6:141)
Rasulullah SAW
bersabda:
ما سقت السماء فيه العشر وما سقي غرب-
دلو- اودالية- دولاب – ففيه نصف العشر (الحديث)
“pada
tanaman (biji-bijian) yang diairi dengan curah hujan zakatnya 10% sedangkan
yang diari dengan timbah atau jentera, zakatnya 5 %.”
Hadist ini memeperjelas keumuman ayat
Al-Qur’an diatas.
C. Pendapat empat
imam madzhab mengenai zakat tanaman non pangan
Adapun menurut empat imam madzhab yaitu:
1. Menurut
Hanafiyah,
berpendapat
bahwa diantara syarat-syarat umum zakat adalah berakal dan baligh. Maka zakat
itu tidak wajib untuk anak kan kecil dan orang gila. Hanya saja kedua syarata
ini tuidak berlaku untuk zakat tanaman dan buah-buahan, maka pada harta anak
kecil dan orang gila pun wajib dikeluarkan zakatnya. Untuk mengeliuarkan zakat
keduanya itu disyaratkan sebagai tambahan dari syarat yang telah dikemukakan
terdahulu hendaknya tanah yang mengahsilkan tanaman dan buah-buahan itu dari
tanah yang wajib dizakati 10% maka tanaman yang dihasilkan dari tanah yang
dikenai pajak tidak wajib dizakati. Dan disyaratkan hendaklah hasil yang
diperolauh dari tanah tersebut berupa tanaman yang sengaja ditanam dengan
maksud untuk mendapatkan hasil tanahnya dan untuk pertumbuhan tanah tersebut.
Maka pada tumbuhan kayu bakar (rumput, bambu dan pelepah pohon korma tidak
wajib zakat), karena dengan ditanami dengan jenis tumbuhan tadi tanah bisa
tidak tumbuh (prodikatif), bahkan bisa merusaknya.
Hukum mengeluarkan zakat tanaman dan buah-buahan
adalah wajib 10% bila dihasilkan dari tanah yang diairi dengan curah hujan atau
dengan air yang mengalir sendiri, seperti selokan dan sebagainya. Dan wajib
dikeluarkan 5% bila tanaman itu dihasilkan dari tanah yang adiairi dari timbah
dan lain sebagainya.
2. Menurut
Syafi’iyah, mereka berpendapat bahwa zakat tanaman dan
buah-buahan itu wajib dengan tiga syarat dari syarat yang telah dikemukakan
terdahulu yaitu:
a.
Hendaknya
tanaman dan buah-buahan itu dari jenis yang sengaja dijadikan makanan pokok
seperti trigu, gandum, kacang ‘adas, kacang panjang, kacang arab, beras
belanda. Sedangkan apabila tanaman dan buah-buahan itu tidak bisa dijadikan
makanan pokok, seperti jenis tanaman yang bisa dijadikan obat, ketumbar, dan
linen, maka tidak wajib dikeluarkan zakat. Demikian pula tanaman yang hanya
dimakan ketika dalam keadaan terpaksa atau seperti jenis tanaman yang daunnya
kecil-kecil dan banyak dan lain sebagainya.
b.
Tanaman itu
milik perorangan, maka tidak ada zakat pada tanaman yang diwakafkan pada masjid
berdasarkan pendapat yang sahih, karena
yang demikian bukan milik perorangan. Sebagaimana juga tidak ada zakat pada
pohon kurma yang tumbuh dipadang pasir karena ia tidak ada pemiliknya.
c.
Mencapai nishab
sempurna atau lebih zakat buah-buahan tidaklah dikeluarkan kecuali pada buah
kurma (kering atau basah) maka tidak ada zakat pada buah persik, buah aprikot,
sejenis kelapa, atau buah badam dan tin.
3. Menurut
Hanabillah,
mereka berpendapat bahwa zakat tanaman dan buah-buahan itu wajib dikeluarkan
dengan dua syarat sebagai tambahan ketentuan yang terdahulu yaitu:
a.
Tanaman dan
buah-buahan tidak dapat disimpan.
b.
Mencapai nishab
pada waktu wajibnya zakat.
Sedangkan
untuk anggur dan zaitun tidak wajib zakat, sebagaimana tidak wajib apada
kelapa, tin, tut (buah beberasan) dan jenis buah-buahan lainnya, seperti tebu,
lobak China, kubis, bawang merah, lobak, waros, nila, inay, jeruk, kapas, katu,
kunyit dan ‘ushfur (semacam tanaman yang digunakan untuk mencelup). Karena
semua jenis itu tidak memenuh syarat pertama.
4. Menurut
Malikiyyah, mereka berpendapat bahwa zakat tanaman buah-buahan
itu wajib; dan wajibnya zakat tanaman dan buah-buahan itu mulai enak dimakan,
yaitu ketika sampai pada batas dimakan. Imam Mlik r.a berkata bahwa kurma telah
memerah, anggur menjadi matang dan zaitu menjadi hitam, dan tanaman (biji)
sudah mengelupas dari kulitnya dan tidak membutuhkan siraman air, maka zakatnya
wajib dikeluarkan; dan wajibnya zakat itu terhitung sejak matang. Maka setiap
biji-bijian yang dapat dimakan dan ia sudah mengeluapas dari kulitnya atau
kurma mulai mematang, atau anggur mulai terasa manis maka hendaklah
diperhitungkan dan selidiki zakatnya. Jika zakatnya dikeluarkan ketika itu maka
sah.[6]
Jadi,
saat wajibnya zakat pada buah dan tanaman itu
ketika tanaman atau bijinya telah keras dan dapat dimakan. Dan bangsa
buah wajib bila telah tampak baiknya. Hal itu dapat diketahui dengan dagingnya
kemerah-merahan dan pada nggur rasanya manis. Zakat dikeluarkan hanyalah
setelah dibersihkannya biji dan keringnya buah. Seandainya petani menjual
tanaman setelah kerasnya biji dan telah layak dimakan, maka zakat biji dan buah
itu adalah kewajibannya (penjual) bukan kewajiban pembeli, karena sebab wajibnya
telah tercipta sewaktu hasil tersebut masih ada dalam tanahnya.[7]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendapat Ulama mengatakan, bahwa
hasil pertania, khusunya buah-buahan yang tidak disebutkan keterangannya dalam
Hadist tidak wajib dizakati, termasuk kelapa, kopi, jeruk, cokelat dan
cengkeh.Tetapi dalam kesimpulan QS. Al-Baqarah: 267 bahwa Ulama yang mewajibkan
zakat tersebut, dengan alasan bahwa ayat 267 mengandung keterangan tentang
wajibnya zakat hasil pertanian, berupa buah-buahan dan umbi-umbian; termasuk
kelapa, kopi, jeruk, cokelat dan cengkeh, meskipun diterangkan secara global.
Hasil pertanian dikenai zakat apabila telah memenuhi syarat.
beberapa perbedaan pendapat para Fuqaha mengenai jenis hasil bumi:
a.
Ibnu Umar dan golongan ulama Salaf berpendapat, bahwa zakat
hanya wajib atas dua jenis biji-bijian yaitu gandum (Hintah) dan sejenis gandum
lain (syair) dan dua-jenis buah-buahan yaitu kurma dan anggur.
b. Malik dan Syafi`i berpendapat bahwa
jenis tanaman yang wajib zakat adalah makanan pokok sehari-hari anggota
masyarakat seperti beras, jagung, sagu. Oleh Syafi`i dikatakan juga bahwa:
kurma dan anggur wajib dikeluarkan zakatnya.
c.
Imam Ahmad berpendapat bahwa biji-bijian yang kering dan
dapat ditimbang(ditakar) seperti jagung, padi,kedelai, kacang tanah, kacang
hijau. Dikeluarkan zakatnya.
d.
Abu Hanifah berpendapat bahwa semua tanaman hasil bumi yang
bertujuan untuk mendapatkan penghasilan di wajibkan pengeluaran zakatnya.
Abu Hanifah tidak membedakan tanaman yang dapat di simpan dan tanaman
lama atau tidak sama saja, seperti sayur-sayuran, mentimun, labu, dan lain-lain.
Adapun menurut keempat
Imam Madzhab bahwa saat wajibnya zakat pada buah dan tanaman itu ketika tanaman atau bijinya telah keras dan
dapat dimakan. Dan bangsa buah wajib bila telah tampak baiknya. Hal itu dapat
diketahui dengan dagingnya kemerah-merahan dan pada nggur rasanya manis. Zakat
dikeluarkan hanyalah setelah dibersihkannya biji dan keringnya buah. Seandainya
petani menjual tanaman setelah kerasnya biji dan telah layak dimakan, maka
zakat biji dan buah itu adalah kewajibannya (penjual) bukan kewajiban pembeli,
karena sebab wajibnya telah tercipta sewaktu hasil tersebut masih ada dalam
tanahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jaziri,
Abdurrahman.1996. “Fiqih Empat Madzhab”.Cairo: Darul Ulum Press.
Sabiq,
Sayyid. 1988. “Fikih Sunnah 3”. Bandung: PT. Al-Ma’arif
Mahjuddin.
2008. “Masail Fiqhiyah”. Jakarta: Kalam Mulia
Hasan,
Ali. 2003. “Masail Fiqhiyah”. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Qardawi, Yusuf .2007. “Hukum Zakat”. Bogor: Pustaka Literia
Antar Nusa.
[1] M. Ali Hasan. 2000,. “Perbandingan Empat
Madzhab”. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm. 1011
[2] Mahjuddin. 2008. “Msail Fiqhiyah”.
Jakarta : Kalam Mulia. Hlm 270
[3] M. Ali Hasan. Op.Cit. hlm. 1011
[4] Ibid. Hlm. 103
[5] Yusuf Qardawi. 2007. “Hukum
Zakat”. Bogor: Pustaka Literia Antar Nusa. Hlm. 336
[6]Abdurrahman Al-Jaziri.
1996. “Fiqih Empat Madzhab” Cairo: Darul Ulul Press. Hlm. 148-153
Tidak ada komentar:
Posting Komentar