Jumat, 07 Maret 2014

Perbedaan Pendapat Zakat Tanaman Non Pangan

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bumi diciptakan oleh Allah, diciptakannya tumbuh-tumbuhan tanaman dan ditanami, dan diberlakukan hukum-hukumnya yang paling besar oleh karena itu bumi menjadi sumber utama kehidupan dan kesejahteraan jasmaniah manusia.
Firman Allah SWT, manusia hendaknya melihat makananya sungguh kami curahkan hujan berlimpah-limpah kemudian kami belah bercelah lalu kami tumbuhkan di dianya biji-bijian, Anggur, Sayur-sayuran, Zaitun dan Kurma, kebun-ebun yang penuh pepohonan, buah-buahan, serta rumput-rumputan, yang memganndung zat makan, obat-obatan, sari buah dan mengenal hal ini Allah mengomentari khusus di dalam satu surat Al-quran an-nahl “lebah” yang oleh sebahagian ulama menyebutkan surat an-na`am. Dan barang tentang yang di letakkan dalam tanah dan manusia di ajarkan berbagai macam car untuk mengeluarkannya, sehingga manusia dapat membuat dan membedakan emas, perak, tembaga, besi, timah. Belerang, minyak bumi, ter, dan garam. Yang mencakup barang tambang cair atau padat tidak di pungkiri lagi bahwa benda-benda ini berharga. Dan dibutukkan manusia dalam kehidupannya, terutama di abad modern ini. Dan penghasilan yang paling menyolok pada zaman sekarang ini adalahg apa yang di peroleh dari pekerjaan dan propetinya supaya setiap orang mengetahui kewajiban dan hak-haknya.
Tidaklah mereka bersyukur…?
Betul-betul semua yang ditimbulkan dan dikeluarkan dari dalam bumi itu merupakan karunia dan hasil karya AllahSWT. Bukan hasil tangan manusia yang pendek ini Dialah yang sesungguhnya menjadikan dan menumbuhkan bukan kita. Oleh karena itu pantaslah Allah meminta kita agar berterima kasih atas nikmat yang dikaruniakan.
Tidaklah mereka bersyukur…?
      Bukti terimakasih itu yang paling jelas adalah membayar bukti sebagai pembayaran sebagian hak-haknya.


B.     Rumusan Masalah
a.       Bagaimana dasar hukum tentang zakat tanaman non pangan?
b.      Bagaimana pendapat para Fuqaha dan apa dalil-dalil penguat masing-masing pendapat?
c.       Apa pendapat empat imam madzhab mengenai zakat tanaman non pangan?
C.    Tujuan Penulisan Makalah
a.       Untuk mengetahui dasar hukum tentang zakat tanaman non pangan.
b.      Agar mengatahui perbedaan pendapat para Fuqaha dan dalilnya masing-masing.
c.       Agar mengeatahui dan jelas tentang pedapat empat Imam madzhab mengenai zakat tanaman non pangan.




















BAB II
PEMBAHASAN

A.       Dasar  hukum  tentang zakat  tanaman non pangan
Kata zakat dalam berbentuk Ma`tifah (definisi) di sebut tiga puluh kali di dalam Al-qur`an, diantaranya dua puluh tujuh kali disebutkan dalam satu ayat bersama salat, dan satu kali yang di sebut dalam konteks yang sama dalam salat tetapi tidak didalam satu ayat yaitu  Firmannya “dan orang-orang yang giat menunaikan zakat setelah ayat : orang-orang yang kusyu` dalam bershalat.
Firman Allah :
Dalil Pertama
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya : “ wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian yang baik- baik (dari perolehan kalian) dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian.” ( Q.S. Al-Baqarah : 267)

Dalil Kedua :
* uqèdur üÏ%©!$# r't±Sr& ;M»¨Yy_ ;M»x©rá÷è¨B uŽöxîur ;M»x©râ÷êtB Ÿ@÷¨Z9$#ur tíö¨9$#ur $¸ÿÎ=tFøƒèC ¼ã&é#à2é& šcqçG÷ƒ¨9$#ur šc$¨B9$#ur $\kÈ:»t±tFãB uŽöxîur 7mÎ7»t±tFãB 4 (#qè=à2 `ÏB ÿ¾Ín̍yJrO !#sŒÎ) tyJøOr& (#qè?#uäur ¼çm¤)ym uQöqtƒ ¾ÍnÏŠ$|Áym ( Ÿwur (#þqèùÎŽô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw =Ïtä šúüÏùÎŽô£ßJø9$# ÇÊÍÊÈ
Artinya : “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma dan tanaman-tanaman yang bermacam-macam buahnya, Zaitun dan Delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin), dan janganlah kamu berlibih-lebihan”.[1] (al-An`am : 141).
            Pengertian yang terkandung dalam ayat ini, tidak terbatas pada buah korma, zaitn dan delima, tetapi mencakup seluruh buah-buahan yang dapat diperjual belikan dan dikonsumsi sendiri. Yang tersirat dalam perkataan والزرع مختلفا اكله   Termasuk didalamnya buah kelapa, kopi, jeruk cokelat dan cengkeh. Dibawah ini akan ditentukan nishab dan kadar zakatnya.[2]
            Memang ada sebagian pendapat Ulama yang mengatakan, bahwa hasil pertania, khusunya buah-buahan yang tidak disebutkan keterangannya dalam Hadist tidak wajib dizakati, termasuk kelapa, kopi, jeruk, cokelat dan cengkeh.Tetapi dalam kesimpulan QS. Al-Baqarah: 267 bahwa Ulama yang mewajibkan zakat tersebut, dengan alasan bahwa ayat 267 mengandung keterangan tentang wajibnya zakat hasil pertanian, berupa buah-buahan dan umbi-umbian; termasuk kelapa, kopi, jeruk, cokelat dan cengkeh, meskipun diterangkan secara global.
            Karena kewaiban zakat buah-buahan tersebut ditetapkan dengan cara pengambilan Qiyas kepada komiditi dagangan, karena dipandang bahwa kelapa,kopi, jeruk, cokelat dan cengkeh merupakan barang dagangan, maka nishab dan kadarnya juga disamakan, sedangkan nishabnya ditetapkan senilai 93,6 gram emas murni dan kadarnya ditetapkan 2,5 %, maka nishab dan kadar buah-buahan tersebut juga demikian.
            Dan ayat tersebut di atas ada kalimat “dan tunaikanlah haknya” oleh ulama ditafsirkan (ath thabari) dan ulama lainnya, bahwa pengertian hak adalah “zakat”.[3]

B.     Pendapat para fuqaha dan dalil-dalil penguat masing-masing pendapat
Hasil pertanian dikena zakat apabila telah memenuhi syarat. beberapa perbedaan pendapat para Ulama mengenai jenis hasil bumi:
a.       Ibnu Umar dan golongan ulama Salaf berpendapat, bahwa zakat hanya wajib atas dua jenis biji-bijian yaitu gandum (Hintah) dan sejenis gandum lain (syair) dan dua-jenis buah-buahan yaitu kurma dan anggur. Berdasarkan riwayat dari sumber Ahmad, Musa bin thalhah, Hasani, Ibnu suin, Sya`bi, Hasan bin salih, Ibnu abi laila, Ibnu mubarak, dan Abu Ubaid. Dan disahkan oleh Ibrahim dan Zad Zara.
b.      Malik dan Syafi`i berpendapat bahwa jenis tanaman yang wajib zakat adalah makanan pokok sehari-hari anggota masyarakat seperti beras, jagung, sagu. Oleh Syafi`i dikatakan juga bahwa: kurma dan anggur wajib dikeluarkan zakatnya.
Landasan yang dipakai oleh Imam Maliki dan Syafi’i adalah Surat Al-An’am ayat 141.
c.       Imam Ahmad berpendapat bahwa biji-bijian yang kering dan dapat ditimbang(ditakar) seperti jagung, padi,kedelai, kacang tanah, kacang hijau. Dikeluarkan zakatnya. Begitu juga anggur dan kurma dikeluarkan zakatnya tetapi buah-buahan dan sayur-sayuran tidak wajib zakat. Pendapat ini sejalan dengan Abu Yusuf dan Muhammad (murid dan sahabat Imam Hanafi).
Landasan yang dipakai oleh Imam Ahmad adalah
- Hadits yang bersumber dari Ibnu Umar Ra “Sesungguhnya ia berkata,“Rasulullah SAW hanya menentukan zakat atas gandum, jewawut, buah kurma, dan anggur kering”. Ketika mengutus Abu Musa Al-Asy’ari dan Muadz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah SAW berpesan kepada mereka berdua untuk tidak memungut zakat kecuali dari 4 biji-bijian dan buah-buahan tersebut.
- Nabi SAW bersabda “ Seper sepuluh itu atas gandum, jewawut, buah kurma, dan anggur kering.
-  Nabi SAW bersabda “tidak ada zakat atas sayur-sayuran yang dihasilkan oleh tanah.
d. Abu Hanifah berpendapat bahwa semua tanaman hasil bumi yang bertujuan untuk mendapatkan penghasilan di wajibkan pengeluaran zakatnya.  Abu Hanifah tidak membedakan tanaman yang dapat di simpan dan tanaman lama atau tidak sama saja, seperti sayur-sayuran, mentimun, labu, dan lain-lain. Sebagai landasan yang dipergunakan oleh Abu Hanifah adalah ayat 267 surat Al-Baqarah.[4]
Tetapi Abu Hanifah dibantah oleh dua kawannya yaitu Abu Yusuf dan Muhammad, tentang tanaman yang tidak mempunyai buah tetap(buahan yang tidak berbuah berkali-kali dalam setahun) seperti sayur-sayuran, labu, mentimun, dan sebagainya.
Menurut Abu Hanifah dan kawan-kawannya, tebu, kunyit, kapas, dan ketumbar wajib dikeluarkan zakatnya sekalipun bukan makanan pokok atau tidak dimakan. Menurut Abu Hanifah, semua buah-buahan wajib dikeluarkan zakatnya, seperti jambu, per, persik, apricot, tin, mangga dan lain-lain, baik basah maupun kering. Begitu juga wajib mengeluarkan 10% zakat semua sayur-sayuran, seperti timun, labu,semangka, wortel, lobak, kol, dan lain-lain.
Landasan yang dipakai oleh Abu Hanifah adalah sebagai berikut :
a.       Prinsip umum firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 267.
b.      Firman Allah SWT. “ bayarlah haknya waktu memanennya!” setelah Allah menguraikan beberapa jenis makanan berupa tanaman-tanaman yang berkisi-kisi dan yang tidak berkisi-kisi, kurma, pohon-pohon yang bermacam-macam buahnya, zaitun, dan delima. Yang paling jelas mengandung hak-haknya seperti itu adalah sayur-sayuran, karena sayur-sayuran itulah yang mungkin langsung dikeluarkan haknya.[5]
            Adapun perbedaan pendapat  tentang zakat tanaman non pangan seperti halnya tanaman dan buah-buahan telah ditetapkan dengan dalil khusus dari kitab dan sunnah sebagai penegasan dari dalil umum yang telah dikemukakan terdahulu. Allah SWT berfirman:

وءاتوا حقه يوم حصاد ه

“Dan tunaikanlah haknya (zakatnya) pada hari memetik hasilnya” (QS. 6:141)
Rasulullah SAW bersabda:

ما سقت السماء فيه العشر وما سقي غرب- دلو- اودالية- دولاب – ففيه نصف العشر (الحديث)

“pada tanaman (biji-bijian) yang diairi dengan curah hujan zakatnya 10% sedangkan yang diari dengan timbah atau jentera, zakatnya 5 %.
     Hadist ini memeperjelas keumuman ayat Al-Qur’an diatas.

C.  Pendapat empat imam madzhab mengenai zakat tanaman non pangan
     Adapun menurut empat imam madzhab yaitu:
1.      Menurut Hanafiyah, berpendapat bahwa diantara syarat-syarat umum zakat adalah berakal dan baligh. Maka zakat itu tidak wajib untuk anak kan kecil dan orang gila. Hanya saja kedua syarata ini tuidak berlaku untuk zakat tanaman dan buah-buahan, maka pada harta anak kecil dan orang gila pun wajib dikeluarkan zakatnya. Untuk mengeliuarkan zakat keduanya itu disyaratkan sebagai tambahan dari syarat yang telah dikemukakan terdahulu hendaknya tanah yang mengahsilkan tanaman dan buah-buahan itu dari tanah yang wajib dizakati 10% maka tanaman yang dihasilkan dari tanah yang dikenai pajak tidak wajib dizakati. Dan disyaratkan hendaklah hasil yang diperolauh dari tanah tersebut berupa tanaman yang sengaja ditanam dengan maksud untuk mendapatkan hasil tanahnya dan untuk pertumbuhan tanah tersebut. Maka pada tumbuhan kayu bakar (rumput, bambu dan pelepah pohon korma tidak wajib zakat), karena dengan ditanami dengan jenis tumbuhan tadi tanah bisa tidak tumbuh (prodikatif), bahkan bisa merusaknya.
Hukum mengeluarkan zakat tanaman dan buah-buahan adalah wajib 10% bila dihasilkan dari tanah yang diairi dengan curah hujan atau dengan air yang mengalir sendiri, seperti selokan dan sebagainya. Dan wajib dikeluarkan 5% bila tanaman itu dihasilkan dari tanah yang adiairi dari timbah dan lain sebagainya.
2.      Menurut Syafi’iyah, mereka berpendapat bahwa zakat tanaman dan buah-buahan itu wajib dengan tiga syarat dari syarat yang telah dikemukakan terdahulu yaitu:
a.       Hendaknya tanaman dan buah-buahan itu dari jenis yang sengaja dijadikan makanan pokok seperti trigu, gandum, kacang ‘adas, kacang panjang, kacang arab, beras belanda. Sedangkan apabila tanaman dan buah-buahan itu tidak bisa dijadikan makanan pokok, seperti jenis tanaman yang bisa dijadikan obat, ketumbar, dan linen, maka tidak wajib dikeluarkan zakat. Demikian pula tanaman yang hanya dimakan ketika dalam keadaan terpaksa atau seperti jenis tanaman yang daunnya kecil-kecil dan banyak dan lain sebagainya.
b.      Tanaman itu milik perorangan, maka tidak ada zakat pada tanaman yang diwakafkan pada masjid berdasarkan pendapat yang sahih,  karena yang demikian bukan milik perorangan. Sebagaimana juga tidak ada zakat pada pohon kurma yang tumbuh dipadang pasir karena ia tidak ada pemiliknya.
c.       Mencapai nishab sempurna atau lebih zakat buah-buahan tidaklah dikeluarkan kecuali pada buah kurma (kering atau basah) maka tidak ada zakat pada buah persik, buah aprikot, sejenis kelapa, atau buah badam dan tin.
3.      Menurut Hanabillah, mereka berpendapat bahwa zakat tanaman dan buah-buahan itu wajib dikeluarkan dengan dua syarat sebagai tambahan ketentuan yang terdahulu yaitu:
a.       Tanaman dan buah-buahan tidak dapat disimpan.
b.      Mencapai nishab pada waktu wajibnya zakat.
Sedangkan untuk anggur dan zaitun tidak wajib zakat, sebagaimana tidak wajib apada kelapa, tin, tut (buah beberasan) dan jenis buah-buahan lainnya, seperti tebu, lobak China, kubis, bawang merah, lobak, waros, nila, inay, jeruk, kapas, katu, kunyit dan ‘ushfur (semacam tanaman yang digunakan untuk mencelup). Karena semua jenis itu tidak memenuh syarat pertama.
4.      Menurut Malikiyyah, mereka berpendapat bahwa zakat tanaman buah-buahan itu wajib; dan wajibnya zakat tanaman dan buah-buahan itu mulai enak dimakan, yaitu ketika sampai pada batas dimakan. Imam Mlik r.a berkata bahwa kurma telah memerah, anggur menjadi matang dan zaitu menjadi hitam, dan tanaman (biji) sudah mengelupas dari kulitnya dan tidak membutuhkan siraman air, maka zakatnya wajib dikeluarkan; dan wajibnya zakat itu terhitung sejak matang. Maka setiap biji-bijian yang dapat dimakan dan ia sudah mengeluapas dari kulitnya atau kurma mulai mematang, atau anggur mulai terasa manis maka hendaklah diperhitungkan dan selidiki zakatnya. Jika zakatnya dikeluarkan ketika itu maka sah.[6]
            Jadi, saat wajibnya zakat pada buah dan tanaman itu  ketika tanaman atau bijinya telah keras dan dapat dimakan. Dan bangsa buah wajib bila telah tampak baiknya. Hal itu dapat diketahui dengan dagingnya kemerah-merahan dan pada nggur rasanya manis. Zakat dikeluarkan hanyalah setelah dibersihkannya biji dan keringnya buah. Seandainya petani menjual tanaman setelah kerasnya biji dan telah layak dimakan, maka zakat biji dan buah itu adalah kewajibannya (penjual) bukan kewajiban pembeli, karena sebab wajibnya telah tercipta sewaktu hasil tersebut masih ada dalam tanahnya.[7]





























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Pendapat Ulama mengatakan, bahwa hasil pertania, khusunya buah-buahan yang tidak disebutkan keterangannya dalam Hadist tidak wajib dizakati, termasuk kelapa, kopi, jeruk, cokelat dan cengkeh.Tetapi dalam kesimpulan QS. Al-Baqarah: 267 bahwa Ulama yang mewajibkan zakat tersebut, dengan alasan bahwa ayat 267 mengandung keterangan tentang wajibnya zakat hasil pertanian, berupa buah-buahan dan umbi-umbian; termasuk kelapa, kopi, jeruk, cokelat dan cengkeh, meskipun diterangkan secara global.
      Hasil pertanian dikenai zakat apabila telah memenuhi syarat. beberapa perbedaan pendapat para Fuqaha mengenai jenis hasil bumi:
a.       Ibnu Umar dan golongan ulama Salaf berpendapat, bahwa zakat hanya wajib atas dua jenis biji-bijian yaitu gandum (Hintah) dan sejenis gandum lain (syair) dan dua-jenis buah-buahan yaitu kurma dan anggur.
b.      Malik dan Syafi`i berpendapat bahwa jenis tanaman yang wajib zakat adalah makanan pokok sehari-hari anggota masyarakat seperti beras, jagung, sagu. Oleh Syafi`i dikatakan juga bahwa: kurma dan anggur wajib dikeluarkan zakatnya.
c.       Imam Ahmad berpendapat bahwa biji-bijian yang kering dan dapat ditimbang(ditakar) seperti jagung, padi,kedelai, kacang tanah, kacang hijau. Dikeluarkan zakatnya.
d.      Abu Hanifah berpendapat bahwa semua tanaman hasil bumi yang bertujuan untuk mendapatkan penghasilan di wajibkan pengeluaran zakatnya.  Abu Hanifah tidak membedakan tanaman yang dapat di simpan dan tanaman lama atau tidak sama saja, seperti sayur-sayuran, mentimun, labu, dan lain-lain.
     Adapun menurut keempat Imam Madzhab bahwa saat wajibnya zakat pada buah dan tanaman itu  ketika tanaman atau bijinya telah keras dan dapat dimakan. Dan bangsa buah wajib bila telah tampak baiknya. Hal itu dapat diketahui dengan dagingnya kemerah-merahan dan pada nggur rasanya manis. Zakat dikeluarkan hanyalah setelah dibersihkannya biji dan keringnya buah. Seandainya petani menjual tanaman setelah kerasnya biji dan telah layak dimakan, maka zakat biji dan buah itu adalah kewajibannya (penjual) bukan kewajiban pembeli, karena sebab wajibnya telah tercipta sewaktu hasil tersebut masih ada dalam tanahnya.

           







DAFTAR PUSTAKA
Al-Jaziri, Abdurrahman.1996. “Fiqih Empat Madzhab”.Cairo: Darul Ulum Press.
Sabiq, Sayyid. 1988. “Fikih Sunnah 3”. Bandung: PT. Al-Ma’arif
Mahjuddin. 2008. “Masail Fiqhiyah”. Jakarta: Kalam Mulia
Hasan, Ali. 2003. “Masail Fiqhiyah”. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Qardawi, Yusuf .2007. “Hukum Zakat”. Bogor: Pustaka Literia Antar Nusa.





[1] M. Ali Hasan. 2000,. “Perbandingan Empat Madzhab”. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm. 1011
[2] Mahjuddin. 2008. “Msail Fiqhiyah”. Jakarta : Kalam Mulia. Hlm 270
[3] M. Ali Hasan. Op.Cit. hlm. 1011
[4] Ibid. Hlm. 103
[5] Yusuf Qardawi. 2007. “Hukum Zakat”. Bogor: Pustaka Literia Antar Nusa. Hlm. 336
[6]Abdurrahman Al-Jaziri. 1996. “Fiqih Empat Madzhab” Cairo: Darul Ulul Press. Hlm. 148-153
[7] Sayyid Sabiq. 1988. “Fikih Sunnah”. Bandung: PT. Al-Ma’arif. Hlm. 59-6

Tidak ada komentar: