Senin, 17 Maret 2014

Aksiologi dan Relasinya Dengan Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berlandaskan atas dasar-dasar ajaran Islam, yakni Al Qur'an dan Hadits sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat Islam. Melalui pendidikan inilah, kita dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-sunnah. Sehubungan dengan hal tersebut, tingkat pemahaman, penghayatan, dan pengamalan kita terhadap ajaran Islam sangat tergantung pada tingkat kualitas pendidikan Islam yang kita terima.
Pendidikan Islam di Indonesia seringkali berhadapan dengan berbagai problematika. Sebagai sebuah sistem pendidikan Islam mengandung berbagai komponen antara satu dengan yang lain saling berkaitan. Akan tetapi, seringkali dilakukan apa adanya, tanpa perencanaan dan konsep yang matang. Sehingga mutu pendidikan Islam kurang berjalan sesuai yang diharapkan.
Menyikapi hal tersebut, Filsafat pendidikan Islam, berupaya mencari kebenaran sedalam-dalamnya, berfikir holistik, radikal dalam pemecahan problem filosofis pendidikan Islam, pembentukan teori-teori baru ataupun pembaharuan dalam pelaksanaan pendidikan Islam yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Berdasarkan sumber-sumber yang shohih yaitu Al-Qur’an dan hadist. Kajian Filsafat pendidikan Islam dari segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi memberikan manfaat besar bagi kita sebagai calon pendidik. Ontologi membahas tentang hakekat pendidikan Islam, Epistemologi membahas sumber-sumber pendidikan Islam, serta aksiologi mengupas nilai-nilai pendidikan Islam. Adapun dalam makalah ini membahas tentang aksiologi pendidikan Islam.

B.     Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian aksiologi ?
2.         Apa pengertian pendidikan islam ?
3.         Bagaimana relasi aksiologi dan pendidikan ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui  pengertian aksiologi ?
2.      Untuk mengetahui pengertian pendidikan islam ?
3.      Untuk mengetahui  relasi aksiologi dan pendidikan ?

BAB  II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Aksiologi
Aksiologi adalah nilai kegunaan ilmu, penyelidikan tentang prinsip-prinsip nilai. Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno,terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.[1]
Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
Menurut Richard Bender : Suatu nilai adalah sebuah pengalaman yang memberikan suatu pemuasan kebutuhan yang diakui bertalian dengan pemuasan kebutuhan yang diakui bertalian, atau yang menyummbangkan pada pemuasan yang demikian. Dengan demikian kehidupan yang bermanfaat ialah pencapaian dan sejumlah pengalaman nilai yang senantiasa bertambah.
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.
Tetapi dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good). Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought/should). Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.[2]

B.     Pengertian Pendidikan Islam
Prof. Dr. Omar Muhammad At- Toumi Asy-Syaibani mendefinisikan pendidikan islam adalah proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat
Pengertian tersebut memfokuskan perubahan tingkah laku manusia dan konotasinya pada pendidikan etika . selain itu, pengertian tersebut menekankan pada aspek-aspek produktivitas dan kreativitas manusia dalam peran dan profesinya dalam kehidupan dalam masyarakat dalam peran dan profesinya dalam kehidupan dalam masyarakat dan alam semesta.
Pendidikan dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan  yang memungkinkan seseorang  dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita-cita isla, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran islam.
Pengertian itu mengacu pada perkembangan kehidupan manusia masa depan tanpa menghilangkan prinsip-prinsip islami yang diamanahkan oleh Allah kepada manusia, sehingga manusia mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya seiring dengan perkembangan iptek.[3]
C. Aksiologi dan Pendidikan
Aksiologi sebagai cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dn tidak indah (jelek), erat berkaitan dengan pendididikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan, atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung atau tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidikan.
Aksiologi sebagai cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah (jelek), erat berkaitan dengan pendididikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan, atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung atau tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidikan.
Pendidikan secara langsung berkaitan dengan nilai. Berdasarkan nilai tersebut, pendidikan dapat menentukan tujuan, motivasi, kurikulum, metode belajar, dan sebagainya. Pendidikan terlebih dahulu harus menentukan nilai mana yang akan dianut sebelum menentukan kegiatannya. Hal ini berarti bahwa nilai terletak dalam tujuan. Pembahasan nilai-nilai pendidikan terletak didalam rumusan dan uraian tentang tujuan pendidikan. Di dalam tujuan pendidikan itulah tersimpul semua nilai pendidikan yang hendak diwujudkan di dalam pribadi peserta didik.
Proses pendidikan tidak mungkin berlangsung tanpa arah tujuan yang hendak di capai sebagai garis kebijakannya, sebagai program, dansebagai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dalam isinya maupun rumusannya tidak mungkin ditetapkan tanpa mengerti dan mengetahui yang tepat tentang nilai-nilai. Dalam upaya pendidikan seharusnya kita telah mampu memegang satu keyakinan tentang nilai-nilai yang kita anggap sebagai suatu kebenaran.
Pendidikan, pada hakikatnya, merupakan interaksi manusia sesamanya, merupakan suatu interaksi sosial. Dalam proses interaksi inilah diperlukan nilai, yang merupakan factor inheren di dalamnya. Nilai merupakan fungsi hubungan sosial. Dalam arti di dalam hubungan social antar manusia merupakan suatu kemutlakan adanya nilai.
Upaya pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu amanah dari Tuhan Yang Maha Esa. Olehkarena itu, manusia harus mempertanggung jawabkan semua upaya pendidikan tidak hanya dilandasi oleh nilai-nilai yang dihasilkan manusia sebagai hasil renungan dari pengalamannya, lebih jauh nilai-nilai ketuhanan dan nilai yang bersumber dari Tuhan harus dijadikan landasan untuk menilai pendidikan, dan untuk menentukan nilai mana yang baik dan tidak baik didalam pendidikan.
Para guru berhubungan dengan nilai karena sekolah bukanlah suatu aktivitas netral. Tidak ada sekolah yang bebas nilai, dan hal yang paling mendasar dari sekolah mengekspresikan sejumlah nilai. Keputusan sosial dan individual yang memberikan dan melaksanakan pendidikan yang didasarkan pada sekumpulan nilai, dan aktivitas keseharian pendidikan itu adalah aktivitas yang termuati nilai. Kita mendidik untuk suatu tujuan yang kita anggap baik, danapa yang kita ajarkan adalah yang kita piker merupakan sesuatu yang baik (Nelson, Carlson, danPalonsky, dalamParkay: 1998).
Diantara pertanyaan-pertanyaan aksiologis yang harus dijawab guru adalah : Nilai-Nilai apakah yang guru kenalkan pada siswa untuk diadopsi? Nilai-Nilai apakah yang mengangkat umat manusia pada ekspresi kemanusiaan yang tertinggi? Nilai-nilai apakah yang dipegang oleh orang yang benar-benar terdidik?
Pada intinya, aksiologi menyoroti fakta bahwa guru memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kulaitas kehidupan yang dimungkinkan karena pengetahuan itu. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan itu untuk kebaikan. Poin ini mengangkat pertanyaan-pertanyaan tambahan :bagaimana kita mendefinisikan kualitas kehidupan? Pengalaman kurikuler apakah yang paling banyak berkontribusi pada kualitas kehidupan? Semua guru harus berurusan dengan isu-isu yang diangkat oleh pertanyaan-pertanyaan ini.
a.    Etika
Pengetahuan tentang etika dapat membantu guru memecahkan banyak dilema yang muncul dikelas. Sering kali, para guru harus mengambil tindakan dalam situasi-situasi dimana mereka tidak mampu mengumpulkan semua fakkor relevan dan dimana tidak ada arah tindakan yang tunggal yang secara total benar atau salah.
Etika dapat menyumbangkan kepada guru cara-cara berpikir mengenai permasalahan-permasalahan yang sulit untuk menentukan arah tindakan yang benar. Cabang dari filsafat ini juga membantu guru memahami bahwa “pemikiran etis dan pembuatan keputusan bukanlah semata-mata mengikuti aturan-aturan”.
b.   Estetika
     Cabang dari aksiologi yang dikenal sebagai estetika itu berhubungan dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan keindahan dan seni. Sekalipun kita berharap bahwa para guru musik, seni, drama, sastra, dan guru menulis secara teratur meminta para siswa membuat penilaian-penilaian mengenai kualitas karya seni, kita dapat dengan mudah mengabaikan peran yang harus dimainkan estetika di semua bidang kurikulum. Harry Broudy (Parkay, 1998), seorang filosof pendidikan yang terkenal, mengatakan bahwa seni itu penting, tidak “semata-mata indah”. Melalui peningkatan persepsi-persepsi estetis, para siswa dapat menemukan peningkatan makna dalam semua aspek kehidupan. Estetika juga memebantu guru meningkatkan keefektifannya. Pengajaran, karena dapat dipandang sebagai suatu bentuk ekspresi artistic, dapat dinilai menurut standar-standar artistic dari keindahan dan kualitas (Parkay, 1984). Berkenaan dengan ini, guru adalah seorang seniman dan secara terus menerus berusaha meningkatkan kualitas kerjanya.[4]
1.         Hubungan Pendidikan dan Nilai dalam Konteks Aliran-aliran Filsafat
Pada dasarnya nilai tidak berada dalam dunia pengalaman, akan tetapi ia ada dalam pikiran, sebagaimana halnya dalam dunia ide-ide yang lain. Jadi kendatipun nilai berada pada wilayah pikiran manusia , tapi eksistensinya dibutuhkan manusia untuk menjadi standar bagi sebuah prilaku yang di inginkan. Oleh karena itu, pendidikan erat kaitannya dengan perubahan prilaku manusia kearah kesempurnaan dan kebaikan meniscayakan dirinya bersentuhan dengan persoalan nilai . berikut dikemukakan hubungan pendidikan dan nilai dalam konteks aliran-aliran filsafat yang ada sebagai bahan pertimbangan dan analisis setiap pendidikan calon pendidik untuk membangun arah dan orientasi pembelajaran yang dilukan di sekolah
a.       Nilai dan pendidikan menurut aliran idealisme
Kaum idealisme dengan pahamnya bahwa sommun bonum (ide kebaikan tertinggi) kehidupan manusia sesungguhnya telah ada bersamaan dengan kemunculan dirinya kedunia, menjadikan, bahwa nilai apapun selalu bersifat tetap dan tidak berubah-ubah, absolut. Nilai-nilai kebaikan dan kebijakan dan kebajikan , yang benar dan yang cantik sesungguhnya tidak akan berubah secara fundamental dari suatu generasi ke generasi berikutnya, dari masyarakat satu ke masyarakat berikutnya. Essensinya tetap konstan dan tidak pernah berubah. Idealisme percaya bahwa nilai sesungguhnya bukanlah produk dari manusia, tetapi lebih merupakan bahagian dari alam jagad raya. Sedemikian rupa maka aliran ini mengakui bahwa apa yang di katakan baik-buruk, benar-salah, cantik-jelek, bahagia-sengsara dan yang senada dengan ini secara fundamental tidak akan pernah berubah dari generasi kegenerasi. Dan oleh karena itu, tuas manusia adalah bagaimana agar nilai-nilaibkebaikan itu teraplikasi dalam keseluruhan realitas aktivitasnya di dunia.
b.      Nilai dan Pendidikan Menurut Aliran Realisme
Ajaran filsafat realisme memperlihatkan, bahwa suatu yang riil atau sesuatu yang benar adalah sesuatu yang merupakan gambaran nyata atau salinan sebenarnya dari dunia realitas. Sedemikan rupa sehingga pengetahuan manusia tentang sesuatu tidak lain adalah jelmaan jelas dari gambaran dunia yang direduksi oleh akal dalam dirinya. Dapat dikatakan bahwa, realisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan.

c.       Nilai dan Pendidikan Menurut Aliran Pragmatisme
Bagi kelompok pragmatis nilai itu bersifat relatif . etik dan aturan-aturan moral tidak permanen tetapi tampil karena perubahan budaya dan masyarakat. Ini tidak menunjukan bahwa nilai-nilai moral itu bersifat fluktuatif dari masa ke masa. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perintah tertentu yang di anggap sebagai pengikat secara universal tanpa memperhatikan lingkungan dimna ia di akui  dan di praktikan. Larangan “jangan membunuh” umpamanya bukanlah prinsip yang absolut. Suatu saat prilaku membunuh, umpamanya, dapat saja menjadi benar ketika dilakukan untuk mempertahankan diri atau mungkin karena memelihara kehidupan orang lain. Oleh karena itu, bagi kaum pragmatis, anak didik harus diajarkan bagaimana membuat keputusan moral yang sulit yang tidak dengan merujuk pada prinsip moral yang sudah begu=itu adanya, tetapi dengan memutuskan melalui tindakan yang dapat menghasilkan sesuatu yang terbaik bagi sejumlah besar umat manusia.[5]
2.         Sistem Nilai dan Moral
Nilai –nilai yang hendak di bentuk atau di wujudkan dalam pribadi anak didik sehingga fungsional dan aktual dalam prilaku muslim , adalah nilai islami yang melandasi moralitas (akhlak)
Nilai dan moralitas islami adalah bersifat menyeluruh, bulat dan terpadu, tidak terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri. Suatu kebulatan nilai dan moralitas itu mengandung aspek normatif (kaidah, pedoman) dan operatif (menjadi landasan amalperbuatan)
Nilai-nilai dalam islam mengandung dua kategori arti di lihat dari segi normatif, yaitu baik dan buruk, benar dan salah, hak dan batil, di ridhoi dan di kutuk Allah Swt. Sedang bila di lihat dari segi operatif nilai tersebut mengandung lima pengertian kategori yang menjadi standarisasi prilaku manusia, yaitu sebagai berikut:
a.       Wajib atau fardu, yaitu bila di kerjakan orang akan mendapat pahala, dan bila di tinggalkan orang akan mendapat siksa Allah
b.       Sunah atau mustahab, yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala dan bila di tinggalkan orangtidak akan di siksa
c.       Mubah atau jaiz, yaitu apabila dikerjakan orang tidak akan di siksa dan tidak di beri pahala dan bila ditinggalkan tidak puladisiksa oleh Allah dan juga tidak di beri pahala
d.      Makruh, yaitu bila di kerjakanorang tidak disiksa, hanya tidak di sukai oleh Allah dan bila di tinggalkanorang akan mendapatkan pahala
e.       Haram, yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat siksadan bila di tinggalkan orang akanmemperolehpahala
Nilai-nilai yang tercakup di dalam sistem nilai islami yang merupakan komponen atau sub sistem adalah sebagai berikut:
a.       Sistem nilai kultural yang senada dan senapas dengan islam
b.      Sistem nilai sosial yang memiliki mekanisme gerak yang berorientasi kepada kehidupan sejahtera di dunia dan bahagiadi akherat
c.       Sistem nilai yang bersifat psikologis dari masing-masing individu yang di dorong oleh fungsi-fungsi psikologinya untuk berprilaku secara terkontrololeh nilaiyang menjadi sumber rujukannya, yaitu islam.
d.      Sistem nilai tingkah laku dari makhluk (manusia) yang mengandung interellasi  atau interkomunikasi dengan yanglainnya tingkah laku ini timbul karena adanya tuntutan dari kebutuhan mempertahankan hidup yang banyak di warnai oleh nilai-nilai yang motivatif dalam pribadinya.
Perlu di jelaskan bahwa apa yang di sebut nilai  adalah suatu pola normaif  yang menentukan tingkah laku yang di inginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi  bagian-bagiannya.
Dengan demikian, sistem nilai islami yang hendak di bentuk dalam pribadi anak didik dalam wujud keseluruhannya dapat di klasifikasikan  ke dalam norma-norma. Misalnya , norma hukum (syariah) islam, norma akhlak, dan sebagainya. Norma tersebut di perlukan untuk memperjelas pedoman operatif dalam  proses pendidikan
Oleh karena pendidikan islam bertujuan pokok pada pembinaan akhlak mulia, maka sistemmoral islami yang di tumbuh kembangkan dalam proses kependidikanadalah norma yang berorientasi kepada nilai-nilai islami.
Sistem moral islami itu menurut Sayyid Abul A’la Al-Maududi, adalah memiliki ciri-ciri yang sempurna, berbeda dengan sistem moral non- islam
Ciri-ciri tersebut terletakpada tiga hal yang dapat di simpulkan sabagai berikut:
a.       Keridoan Allah merupakan tujuan hidup muslim. Dan keridhoan Allah ini menjadi sumber standar moral yang tinggi dan menjadi jalan bagi evolusi moral kemanusiaan. Sikap mencari keridhoan Allah memberikan sanksi moral untuk mencintai dan takut kepada Allah yang pada gilirannya mendorong  manusia untuk menaati  hukum moral tanpa paksaan  dari luar. Dengan dilandasi iman kepada Allah dan hari kiamat, manusiaterdorong untuk mengikuti bimbingan  moral secara sungguh-sungguh dan jujur seraya berserah diri dengan ikhlas kepada Allah
b.      Semua lingkup kehidupan manusia senantiasa di tegakkan di atas moral islami sehingga moralitas islami berkuasa penuh atas semua urusan kehidupan  manusia, sedang hawa nafsu dan vested interestpicik tidak di beri kesempatan menguasai kehidupan manusia. Moral islami mementingkan keseimbangan dalam semua aspek kehidupan manusia individual maupun sosial serta melindunginya sejak buaian sampailiang lahat
c.       Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan yang di dasarkan atas norma norma kebijakan dan jauh dari kejahatan . ia memerintahkan perbuatan yang makruf  dan menjauhi kemungkaran, bahkan manusia di tuntut agar menegakkan keadilan dan menumpas kejahatan dalam segala bentuknya. Kebajikan harus di menangkan atas kejahatan. Getaran hati nurani harus dapat mengalahkan prilaku jahat dan nafsu rendah.[6]

BAB  III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
 Aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Prof. Dr. Omar Muhammad At- Toumi Asy-Syaibani mendefinisikan pendidikan islam adalah proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.
Aksiologi sebagai cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah (jelek), erat berkaitan dengan pendididikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan, atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan.
B.     Saran
 Dalam berusaha melengkapi makalah ini, tentu ada sesuatu yang kurang dan kami sebagai penulis baik dari pembahasan ataupun dari segi tulisan menyadari  akan hal demikian. Maka dari itu kami akan berusaha lebih baik dengan selalu  mengedepankan sumber-sumber yang lebih layak sebagai referensi.
Kami sangatlah mengharapkan masukan baik berupa kritik ataupun saran sehingga dapat menjadi sebuah intropeksi dari karya kami juga sebagai semangat dan landasan baru untuk terus berinovasi dalam berkarya.
DAFTAR  PUSTAKA

Sadulloh,Uyoh.2007.Pengantar Filsafat Pendidikan.Bandung: Penerbit Alfabeta
Aksiologi Ilmu, dalam http://adikke3ku.wordpress.com/2012/02/110/aksiologi-ilmu diakses tanggal 17 September 2012
Umar,Bukhori. 2010.Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah,2010
Frondizi,Risieri. 2001.Pengantar Filsafat Nilai.Yogyakarta: Pustaka Belajar
Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan..Bandung: PT Refika Aditama
Arifin, Muzayyin.2012. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT.Bumi Aksara



[1] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan,(Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), h.36
[2]Aksiologi Ilmu, dalam http://adikke3ku.wordpress.com/2012/02/110/aksiologi-ilmu diakses tanggal 17 September 2012
[3] Bukhori Umar.Ilmu Pendidikan Islam.(Jakarta: Amzah,2010).h 26-27
[4] Risieri Frondizi.Pengantar Filsafat Nilai.(Yogyakarta: Pustaka Belajar,2001), hh.87-89
[5] Muhmidayeli. Filsafat Pendidikan.(Bandung: PT Refika Aditama, 2011),hh.105-111
[6]  Muzayyin,Arifin. Filsafat Pendidikan Islam.(Jakarta: PT.Bumi Aksara,2012),hh26-129

1 komentar:

Unknown mengatakan...

gannn boleh ngopy latar belakang ga??? :'D