BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berlandaskan atas
dasar-dasar ajaran Islam, yakni Al Qur'an dan Hadits sebagai pedoman hidup bagi
seluruh umat Islam. Melalui pendidikan inilah, kita dapat memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan
As-sunnah. Sehubungan dengan hal tersebut, tingkat pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan kita terhadap ajaran Islam sangat tergantung pada tingkat kualitas
pendidikan Islam yang kita terima.
Pendidikan Islam di Indonesia seringkali berhadapan dengan berbagai
problematika. Sebagai sebuah sistem pendidikan Islam mengandung berbagai
komponen antara satu dengan yang lain saling berkaitan. Akan tetapi, seringkali
dilakukan apa adanya, tanpa perencanaan dan konsep yang matang. Sehingga mutu
pendidikan Islam kurang berjalan sesuai yang diharapkan.
Menyikapi hal tersebut, Filsafat pendidikan Islam, berupaya mencari
kebenaran sedalam-dalamnya, berfikir holistik, radikal dalam pemecahan problem filosofis pendidikan Islam, pembentukan
teori-teori baru ataupun pembaharuan dalam pelaksanaan pendidikan Islam yang
sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Berdasarkan sumber-sumber yang
shohih yaitu Al-Qur’an dan hadist. Kajian Filsafat pendidikan Islam dari segi
ontologi, epistemologi, dan aksiologi memberikan manfaat besar bagi kita
sebagai calon pendidik. Ontologi membahas tentang hakekat pendidikan Islam,
Epistemologi membahas sumber-sumber pendidikan Islam, serta aksiologi mengupas
nilai-nilai pendidikan Islam. Adapun dalam makalah ini membahas tentang
aksiologi pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian aksiologi ?
2.
Apa pengertian pendidikan islam
?
3.
Bagaimana relasi aksiologi dan
pendidikan ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian aksiologi ?
2.
Untuk mengetahui pengertian
pendidikan islam ?
3.
Untuk mengetahui relasi aksiologi dan pendidikan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Aksiologi
Aksiologi adalah nilai kegunaan ilmu, penyelidikan tentang prinsip-prinsip nilai. Secara
etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno,terdiri dari kata
“aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori.
Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Menurut
Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang di peroleh.[1]
Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan
ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya
etika. Menurut Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur
kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta
penerapan ilmu.
Menurut
Richard Bender : Suatu nilai adalah sebuah pengalaman yang memberikan suatu
pemuasan kebutuhan yang diakui bertalian dengan pemuasan kebutuhan yang diakui
bertalian, atau yang menyummbangkan pada pemuasan yang demikian. Dengan
demikian kehidupan yang bermanfaat ialah pencapaian dan sejumlah pengalaman
nilai yang senantiasa bertambah.
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada
umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang
pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti
epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan dengan masalah
kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan estetika
bersangkutan dengan masalah keindahan.
Tetapi
dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab
dipakai dalam dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the
theory of value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh
perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right
and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends). Aksiologi
mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya
seperti apa itu baik (what is good). Tatkala yang baik teridentifikasi,
maka memungkinkan seseorang untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai
kata-kata atau konsep-konsep semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought/should).
Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan
konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.[2]
B.
Pengertian Pendidikan Islam
Prof. Dr. Omar Muhammad At- Toumi Asy-Syaibani
mendefinisikan pendidikan islam adalah proses mengubah tingkah laku individu
pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran
sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi
asasi dalam masyarakat
Pengertian tersebut memfokuskan perubahan
tingkah laku manusia dan konotasinya pada pendidikan etika . selain itu,
pengertian tersebut menekankan pada aspek-aspek produktivitas dan kreativitas
manusia dalam peran dan profesinya dalam kehidupan dalam masyarakat dalam peran
dan profesinya dalam kehidupan dalam masyarakat dan alam semesta.
Pendidikan dalam pandangan yang sebenarnya
adalah suatu sistem pendidikan yang
memungkinkan seseorang dapat mengarahkan
kehidupannya sesuai dengan cita-cita isla, sehingga dengan mudah ia dapat
membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran islam.
Pengertian itu mengacu pada perkembangan kehidupan
manusia masa depan tanpa menghilangkan prinsip-prinsip islami yang diamanahkan
oleh Allah kepada manusia, sehingga manusia mampu memenuhi kebutuhan dan
tuntutan hidupnya seiring dengan perkembangan iptek.[3]
C. Aksiologi dan Pendidikan
Aksiologi sebagai cabang filsafat yang
membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dn tidak indah (jelek), erat
berkaitan dengan pendididikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan,
atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung
atau tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidikan.
Aksiologi sebagai cabang filsafat yang
membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah (jelek), erat
berkaitan dengan pendididikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan,
atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan.
Langsung atau tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidikan.
Pendidikan secara langsung berkaitan dengan nilai. Berdasarkan nilai tersebut,
pendidikan dapat menentukan tujuan,
motivasi, kurikulum, metode belajar,
dan sebagainya. Pendidikan terlebih dahulu harus menentukan nilai mana
yang akan dianut sebelum menentukan kegiatannya.
Hal ini berarti bahwa nilai terletak dalam tujuan. Pembahasan nilai-nilai pendidikan terletak
didalam rumusan dan uraian tentang tujuan pendidikan. Di
dalam tujuan pendidikan itulah tersimpul semua nilai pendidikan
yang hendak diwujudkan di
dalam pribadi peserta didik.
Proses
pendidikan tidak mungkin berlangsung tanpa arah tujuan
yang hendak di capai sebagai garis kebijakannya,
sebagai program, dansebagai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dalam isinya maupun rumusannya tidak mungkin ditetapkan tanpa mengerti dan mengetahui
yang tepat tentang nilai-nilai. Dalam upaya pendidikan seharusnya kita telah mampu memegang satu keyakinan tentang nilai-nilai
yang kita anggap sebagai suatu kebenaran.
Pendidikan,
pada hakikatnya,
merupakan interaksi manusia sesamanya,
merupakan suatu interaksi sosial. Dalam
proses interaksi inilah diperlukan nilai,
yang merupakan factor inheren di dalamnya. Nilai merupakan fungsi hubungan
sosial. Dalam arti
di dalam hubungan social
antar manusia merupakan suatu kemutlakan adanya nilai.
Upaya pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu amanah dari Tuhan
Yang Maha Esa. Olehkarena itu, manusia harus mempertanggung jawabkan semua
upaya pendidikan tidak hanya dilandasi oleh nilai-nilai yang dihasilkan manusia
sebagai hasil renungan dari pengalamannya, lebih jauh nilai-nilai ketuhanan dan
nilai yang bersumber dari Tuhan harus dijadikan landasan untuk menilai pendidikan,
dan untuk menentukan nilai mana yang baik dan tidak baik didalam pendidikan.
Para guru
berhubungan dengan nilai karena sekolah bukanlah suatu aktivitas netral. Tidak ada sekolah
yang bebas nilai, dan hal
yang paling mendasar dari sekolah mengekspresikan sejumlah nilai. Keputusan
sosial
dan individual yang memberikan dan melaksanakan pendidikan
yang didasarkan pada sekumpulan nilai,
dan aktivitas keseharian pendidikan itu adalah aktivitas
yang termuati nilai. Kita
mendidik untuk suatu tujuan
yang kita anggap baik, danapa
yang kita ajarkan adalah
yang kita piker merupakan sesuatu
yang baik (Nelson, Carlson, danPalonsky, dalamParkay: 1998).
Diantara pertanyaan-pertanyaan aksiologis
yang harus dijawab guru
adalah : Nilai-Nilai apakah
yang guru kenalkan pada siswa untuk diadopsi?
Nilai-Nilai apakah yang
mengangkat umat manusia pada ekspresi kemanusiaan
yang tertinggi? Nilai-nilai apakah
yang dipegang oleh orang yang
benar-benar terdidik?
Pada intinya,
aksiologi menyoroti fakta bahwa
guru memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan
yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kulaitas kehidupan
yang dimungkinkan karena pengetahuan itu. Pengetahuan
yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan itu untuk kebaikan.
Poin ini mengangkat pertanyaan-pertanyaan tambahan
:bagaimana kita mendefinisikan kualitas kehidupan?
Pengalaman kurikuler apakah
yang paling banyak berkontribusi pada kualitas kehidupan? Semua
guru harus berurusan dengan isu-isu
yang diangkat oleh pertanyaan-pertanyaan ini.
a.
Etika
Pengetahuan tentang etika dapat membantu
guru memecahkan banyak dilema
yang muncul dikelas. Sering kali,
para guru harus mengambil tindakan dalam situasi-situasi dimana mereka tidak mampu mengumpulkan semua fakkor
relevan dan dimana tidak ada arah tindakan
yang tunggal yang secara total benar atau salah.
Etika dapat menyumbangkan kepada
guru cara-cara berpikir mengenai permasalahan-permasalahan
yang sulit untuk menentukan arah tindakan
yang benar. Cabang dari filsafat ini juga membantu
guru memahami bahwa
“pemikiran etis dan pembuatan keputusan bukanlah semata-mata mengikuti aturan-aturan”.
b.
Estetika
Cabang dari aksiologi
yang dikenal sebagai estetika itu berhubungan dengan nilai-nilai
yang berkaitan dengan keindahan dan seni. Sekalipun kita berharap bahwa para guru musik, seni,
drama, sastra, dan guru menulis secara teratur meminta para siswa membuat penilaian-penilaian
mengenai kualitas karya seni, kita dapat dengan mudah mengabaikan peran yang
harus dimainkan estetika di semua bidang kurikulum. Harry Broudy (Parkay, 1998), seorang filosof pendidikan
yang terkenal, mengatakan bahwa seni itu penting,
tidak “semata-mata indah”. Melalui peningkatan persepsi-persepsi estetis,
para siswa dapat menemukan peningkatan makna dalam semua aspek kehidupan. Estetika juga memebantu
guru meningkatkan keefektifannya. Pengajaran,
karena dapat dipandang sebagai suatu bentuk ekspresi
artistic, dapat dinilai menurut standar-standar
artistic dari keindahan dan kualitas
(Parkay, 1984). Berkenaan dengan ini,
guru adalah seorang seniman dan secara terus menerus berusaha meningkatkan kualitas kerjanya.[4]
1.
Hubungan Pendidikan dan Nilai dalam Konteks
Aliran-aliran Filsafat
Pada
dasarnya nilai tidak berada dalam dunia pengalaman, akan tetapi ia ada dalam
pikiran, sebagaimana halnya dalam dunia ide-ide yang lain. Jadi kendatipun
nilai berada pada wilayah pikiran manusia , tapi eksistensinya dibutuhkan
manusia untuk menjadi standar bagi sebuah prilaku yang di inginkan. Oleh karena
itu, pendidikan erat kaitannya dengan perubahan prilaku manusia kearah
kesempurnaan dan kebaikan meniscayakan dirinya bersentuhan dengan persoalan
nilai . berikut dikemukakan hubungan pendidikan dan nilai dalam konteks
aliran-aliran filsafat yang ada sebagai bahan pertimbangan dan analisis setiap
pendidikan calon pendidik untuk membangun arah dan orientasi pembelajaran yang
dilukan di sekolah
a.
Nilai
dan pendidikan menurut aliran idealisme
Kaum idealisme dengan pahamnya bahwa sommun bonum (ide kebaikan tertinggi)
kehidupan manusia sesungguhnya telah ada bersamaan dengan kemunculan dirinya
kedunia, menjadikan, bahwa nilai apapun selalu bersifat tetap dan tidak
berubah-ubah, absolut. Nilai-nilai kebaikan dan kebijakan dan kebajikan , yang
benar dan yang cantik sesungguhnya tidak akan berubah secara fundamental dari
suatu generasi ke generasi berikutnya, dari masyarakat satu ke masyarakat
berikutnya. Essensinya tetap konstan dan tidak pernah berubah. Idealisme
percaya bahwa nilai sesungguhnya bukanlah produk dari manusia, tetapi lebih
merupakan bahagian dari alam jagad raya. Sedemikian rupa maka aliran ini
mengakui bahwa apa yang di katakan baik-buruk, benar-salah, cantik-jelek,
bahagia-sengsara dan yang senada dengan ini secara fundamental tidak akan
pernah berubah dari generasi kegenerasi. Dan
oleh karena itu, tuas manusia adalah bagaimana agar nilai-nilaibkebaikan itu
teraplikasi dalam keseluruhan realitas aktivitasnya di dunia.
b. Nilai dan Pendidikan Menurut Aliran
Realisme
Ajaran
filsafat realisme memperlihatkan, bahwa suatu yang riil atau sesuatu yang benar
adalah sesuatu yang merupakan gambaran nyata atau salinan sebenarnya dari dunia
realitas. Sedemikan rupa sehingga pengetahuan manusia tentang sesuatu tidak
lain adalah jelmaan jelas dari gambaran dunia yang direduksi oleh akal dalam
dirinya. Dapat dikatakan bahwa, realisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah
benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan.
c. Nilai dan Pendidikan Menurut Aliran
Pragmatisme
Bagi kelompok pragmatis nilai itu
bersifat relatif . etik dan aturan-aturan moral tidak permanen tetapi tampil
karena perubahan budaya dan masyarakat. Ini tidak menunjukan bahwa nilai-nilai
moral itu bersifat fluktuatif dari masa ke masa. Sehingga dapat dikatakan bahwa
tidak ada perintah tertentu yang di anggap sebagai pengikat secara universal
tanpa memperhatikan lingkungan dimna ia di akui
dan di praktikan. Larangan “jangan membunuh” umpamanya bukanlah prinsip
yang absolut. Suatu saat prilaku membunuh, umpamanya, dapat saja menjadi benar
ketika dilakukan untuk mempertahankan diri atau mungkin karena memelihara
kehidupan orang lain. Oleh karena itu, bagi kaum pragmatis, anak didik harus
diajarkan bagaimana membuat keputusan moral yang sulit yang tidak dengan merujuk
pada prinsip moral yang sudah begu=itu adanya, tetapi dengan memutuskan melalui
tindakan yang dapat menghasilkan sesuatu yang terbaik bagi sejumlah besar umat
manusia.[5]
2.
Sistem Nilai dan Moral
Nilai –nilai yang hendak di bentuk atau di wujudkan dalam pribadi
anak didik sehingga fungsional dan aktual dalam prilaku muslim , adalah nilai
islami yang melandasi moralitas (akhlak)
Nilai dan
moralitas islami adalah bersifat menyeluruh, bulat dan terpadu, tidak
terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri. Suatu
kebulatan nilai dan moralitas itu mengandung aspek normatif (kaidah, pedoman)
dan operatif (menjadi landasan amalperbuatan)
Nilai-nilai
dalam islam mengandung dua kategori arti di lihat dari segi normatif, yaitu
baik dan buruk, benar dan
salah, hak dan batil, di ridhoi dan di kutuk Allah Swt. Sedang bila di lihat
dari segi operatif nilai tersebut mengandung lima pengertian kategori yang
menjadi standarisasi prilaku manusia, yaitu sebagai berikut:
a. Wajib
atau fardu, yaitu bila di kerjakan orang akan mendapat pahala, dan bila di
tinggalkan orang akan mendapat siksa Allah
b. Sunah
atau mustahab, yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala dan bila di
tinggalkan orangtidak akan di siksa
c. Mubah atau jaiz, yaitu apabila dikerjakan
orang tidak akan di siksa dan tidak di beri pahala dan bila ditinggalkan tidak
puladisiksa oleh Allah dan juga tidak di beri pahala
d. Makruh, yaitu bila di kerjakanorang tidak
disiksa, hanya tidak di sukai oleh Allah dan bila di tinggalkanorang akan mendapatkan
pahala
e. Haram,
yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat siksadan bila di tinggalkan orang
akanmemperolehpahala
Nilai-nilai
yang tercakup di dalam sistem nilai
islami yang merupakan komponen
atau sub sistem adalah
sebagai berikut:
a. Sistem
nilai kultural yang senada dan senapas dengan islam
b. Sistem
nilai sosial yang memiliki mekanisme gerak yang berorientasi
kepada kehidupan sejahtera di dunia dan bahagiadi akherat
c. Sistem
nilai yang bersifat psikologis dari masing-masing individu
yang di dorong oleh fungsi-fungsi psikologinya untuk berprilaku secara
terkontrololeh nilaiyang menjadi sumber rujukannya, yaitu islam.
d. Sistem nilai tingkah laku dari makhluk
(manusia) yang mengandung interellasi
atau interkomunikasi dengan yanglainnya tingkah laku ini timbul karena
adanya tuntutan dari kebutuhan mempertahankan hidup yang banyak di warnai oleh
nilai-nilai yang motivatif dalam pribadinya.
Perlu di jelaskan bahwa apa yang di sebut nilai adalah suatu pola normaif yang menentukan tingkah laku yang di inginkan
bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan
fungsi bagian-bagiannya.
Dengan
demikian, sistem nilai islami yang hendak di bentuk dalam pribadi anak didik
dalam wujud keseluruhannya dapat di klasifikasikan ke dalam norma-norma. Misalnya , norma hukum
(syariah) islam, norma akhlak, dan sebagainya. Norma tersebut di perlukan untuk
memperjelas pedoman operatif dalam
proses pendidikan
Oleh karena
pendidikan islam bertujuan pokok pada pembinaan akhlak mulia, maka sistemmoral
islami yang di tumbuh kembangkan dalam proses kependidikanadalah norma yang
berorientasi kepada nilai-nilai islami.
Sistem moral
islami itu menurut Sayyid Abul A’la Al-Maududi, adalah memiliki ciri-ciri yang
sempurna, berbeda dengan sistem moral non- islam
Ciri-ciri
tersebut terletakpada tiga hal yang dapat di simpulkan sabagai berikut:
a. Keridoan
Allah merupakan tujuan hidup muslim. Dan keridhoan Allah ini menjadi sumber
standar moral yang tinggi dan menjadi jalan bagi evolusi moral kemanusiaan.
Sikap mencari keridhoan Allah memberikan sanksi moral untuk mencintai dan takut
kepada Allah yang pada gilirannya mendorong
manusia untuk menaati hukum moral
tanpa paksaan dari luar. Dengan
dilandasi iman kepada Allah dan hari kiamat, manusiaterdorong untuk mengikuti
bimbingan moral secara sungguh-sungguh
dan jujur seraya berserah diri dengan ikhlas kepada Allah
b.
Semua
lingkup kehidupan manusia senantiasa di tegakkan di atas moral islami sehingga
moralitas islami berkuasa penuh atas semua urusan kehidupan manusia, sedang hawa nafsu dan vested
interestpicik tidak di beri kesempatan menguasai kehidupan manusia. Moral
islami mementingkan keseimbangan dalam semua aspek kehidupan manusia individual
maupun sosial serta melindunginya sejak buaian sampailiang lahat
c.
Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan yang di
dasarkan atas norma norma kebijakan dan jauh dari kejahatan . ia memerintahkan
perbuatan yang makruf dan menjauhi
kemungkaran, bahkan manusia di tuntut agar menegakkan keadilan dan menumpas
kejahatan dalam segala bentuknya. Kebajikan harus di menangkan atas kejahatan.
Getaran hati nurani harus dapat mengalahkan prilaku jahat dan nafsu rendah.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aksiologi
merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Menurut Kamus
Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan
manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Prof. Dr. Omar Muhammad At- Toumi Asy-Syaibani mendefinisikan pendidikan
islam adalah proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi,
masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas
asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.
Aksiologi sebagai cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk,
indah dan tidak indah (jelek), erat berkaitan dengan pendididikan, karena dunia
nilai akan selalu dipertimbangkan, atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam
menentukan tujuan pendidikan.
B. Saran
Dalam berusaha melengkapi makalah ini, tentu
ada sesuatu yang kurang dan kami sebagai penulis baik dari pembahasan ataupun
dari segi tulisan menyadari akan hal
demikian. Maka dari itu kami akan berusaha lebih baik dengan selalu mengedepankan sumber-sumber yang lebih layak
sebagai referensi.
Kami
sangatlah mengharapkan masukan baik berupa kritik ataupun saran sehingga dapat
menjadi sebuah intropeksi dari karya kami juga sebagai semangat dan landasan
baru untuk terus berinovasi dalam berkarya.
DAFTAR
PUSTAKA
Sadulloh,Uyoh.2007.Pengantar Filsafat Pendidikan.Bandung: Penerbit
Alfabeta
Aksiologi Ilmu, dalam http://adikke3ku.wordpress.com/2012/02/110/aksiologi-ilmu
diakses tanggal 17 September 2012
Umar,Bukhori.
2010.Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah,2010
Frondizi,Risieri.
2001.Pengantar Filsafat Nilai.Yogyakarta: Pustaka Belajar
Muhmidayeli.
2011. Filsafat
Pendidikan..Bandung: PT Refika Aditama
Arifin,
Muzayyin.2012. Filsafat Pendidikan Islam.
Jakarta: PT.Bumi Aksara
[2]Aksiologi Ilmu, dalam http://adikke3ku.wordpress.com/2012/02/110/aksiologi-ilmu
diakses tanggal 17 September 2012
1 komentar:
gannn boleh ngopy latar belakang ga??? :'D
Posting Komentar