BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur'an adalah sebuah risalah yang di dalamnya
tidak mengandung keraguan dan siapa pun tidak boleh meragukannya. Siapa saja
yang dalam hatinya masih menyimpan keraguan terhadap kebenaran Al-Qur'an, maka
orang itu sama saja dengan tidak beriman kepada malaikat Jibril sebagai
mediator penyampaiannya, bahkan sama dengan meragukan keberadaan dan kebenaran
Allah swt. Secara bertuurut-turut Allah merincikan orang-orang yang bertaqwa
adalah:
1.
Beriman kepada
perkara yang gaib
2. Mendirikan shalat
3. Menginfakkan
sebagian rizkinya untuk zakat, sadaqah, ataupun infaq
4. Beriman kepada kitab-kitab samawi yang diturunkan oleh
Allah kepada Rasul-rasul-Nya
5.
Beriman serta
meyakini akan datangnya hari akhir.
Berikut akan kami paparkan
beberapa ayat Al-Qur'an berikut tafsirnya menurut ahli tafsir terkemuka, agar
kita bisa lebih mendalami keimanan kita sebagai makhluk yang membutuhkan
ketentraman jiwa, dan kebahagian hidup yang hakiki.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ayat
Al-Qur'an dan Terjemahnya
1. Segala Sesuatu Pada Hakikatnya
Milik Allah
QS. Al-Hadid: 6, 17
ßkÏ9qã @ø©9$# Îû Í$pk¨]9$# ßkÏ9qãur u$pk¨]9$# Îû È@ø©9$# 4 uqèdur 7LìÎ=tæ ÅV#xÎ/ ÍrßÁ9$#
(#þqßJn=ôã$# ¨br& ©!$# ÄÓôvä uÚöF{$# y÷èt/ $pkÌEöqtB 4 ôs% $¨Y¨t/ ãNä3s9 ÏM»tFy$# öNä3ª=yès9 tbqè=É)÷ès? ÇÊÐÈ
6”Dialah
yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan
dia Maha Mengetahui segala isi hati".
17"ketahuilah
olehmu, bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya,
sesungguhnya kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (kami)
supaya kamu memikirkannya."
2.
Tidak Ada Rahbaniyyah
(Kerahiban) Dalam Agama Islam
QS. Al-Hadid: 29
xy¥Ïj9 zOn=÷èt ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# wr& tbrâÏø)t 4n?tã &äóÓx« `ÏiB È@ôÒsù «!$# ¨br&ur @ôÒxÿø9$# ÏuÎ/ «!$# ÏmÏ?÷sã `tB âä!$t±o 4 ª!$#ur rè È@ôÒxÿø9$# ËLìÏàyèø9$# ÇËÒÈ
29"(Kami
terangkan yang demikian itu) supaya ahli kitab mengetahui bahwa mereka tiada
mendapat sedikitpun akan karunia Allah (jika mereka tidak beriman kepada
Muhammad), dan bahwasanya karunia itu adalah di tangan Allah. Dia berikan
karunia itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang
besar."[1]
B. Penjelasan Mufrodat
Dia
membolak-balikkan malam dan siang, dan menentukan keduanya dengan hikmat-Nya,
sebagaimana yang Dia kehendaki. Kadang-kadang, Dia memanjangkan malam dan memendekkan
malam. Dan kadang-kadang membiarkan keduanya sama. Dan kadang-kadang Dia
menjadikan musim dingin atau gugur atau semi atau panas. Semua itu dengan
pengaturan-Nya, dan sebagai kegunaan bagi makhluk-Nya.
Dan Dia
Maha Tahu tentang rahasia-rahasia hati, betapa pun kecil dan tersembunyinya.
Yakni, Dia mengetahui niat-niat makhluk-Nya, sebagaimana Dia mengetahui
amal-amal mereka yang nyata, berupa amal baik maupun amal buruk.
3
|
Kami
lakukan hal seperti itu supaya ahli kitab mengetahui bahwa mereka sedikit pun
tidak mendapatkan karunia Allah, yaitu dua pahala. Dan mereka tidak dapat memperolehnya
selagi mereka tidak beriman kepada nabi Muhammad saw.[2]
C. Asbabun Nuzul
D. Mufrodat Kunci (Key Word)
: Memasukkan malam ke dalam siang dan measukkan
siang ke dalam malam.
: Hal-hal yang tersimpan dalam hati dan tersembunyi
dalam sanubari.
4
|
: Keterangan-keterangan dan hujjah-hujjah
: Kalian memikirkan.
E. Pesan Umum
Isi
keseluruhan dari surat Al-Hadid ayat 6, 17, 29 merupakan seruan kepada kaum
muslimin supaya mewujudkan hakikat keimanannya. Disamping itu, seruan umum dan
terus-menerus dilakukan adalah kondisi nyata Umat Islam ketika turunnya surah
ini. Yaitu, masyarakat madani, yang mulai rentang dari tahun keempat hijriyah
hingga masa setelah takluknya kota Mekkah.
Disamping
kaum Muhajirin dan Anshar yang lebih dahulu beriman, yang mengalami pukulan
terhebat sepanjang sejarah umat Islam tatkala mereka mengaktualisasikan hakikat
keimanan di dalam dirinya.[3]
Setelah Allah menyebutkan
bermacam-macam dalil yang menetapkan keesaan-Nya, ilmu dan kekuasaan-Nya, yakni
Dia terangkan bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi ada dalam
genggaman-Nya. Dia membimbing agar manusia berpikir dan memperhatikan
dalil-dalil tersebut. Lalu Allah menyebutkan perbedaan antara orang-orang
Mu'min pada hari kiamat, bahwa orang-orang Mu;min mempunyai cahaya yang
membimbing mereka berjalan menuju surga.
5
|
5
|
F. Nilai Kependidikan
Surat ini di namai surat al-hadid yang secara harfiah
berarti besi. Nama tersebut di ambil dari ayat 25 surat Al-Hadid yang
menyatakan bahwa "Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan
yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi
itu ) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan
rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak melihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi
Maha Perkasa". Besi adalah karunia Allah swt, untuk dipergunakan dalam
membela agama Allah dan memenuhi keperluan hidup
Imam Ahmad Musthafa Al-Maraghi
berpendapat bahwa persesuaian antara surat ini dengan surat sebelumnya (surat
Al-Waqi'ah) adalah:
1. Bahwa
surat ini dimulai dengan Tasbih, sedang surat sebelumnya diakhiri dengan Tasbih
pula
2. Bahwa
awal dari surat ini berfungsi sebagai alasan untuk suruhan bertasbih yang
terdapat pada akhir surat sebelumnya.[5]
Sayyid
Kutub menyebutkan surat ini menyeru umat Islam agar khusyu dalam mengingat
Allah dan mengingat kebenaran yang telah diturunkan oleh Allah guna meraih
pengganti sebagai buah dari kekhusyuan tersebut yang tumbuh dari hakikat
keimanan.
6
|
6
|
G.
Koneksi Ayat Dengan Praktek
Kependidikan
Pemikiran
tentang gerak benda langit sudah dilakukan ratusan tahun sebelum masehi.
Prosesnya dimulai sejak Anaximander (611-546 SM) membuat model geosentris
pertama dengan cara mengungkapkan bahwa bumi datar, tidak bergerak, dan
dikelilingi oleh matahari, Bulan, dan bintang-bintang yang terletak pada
kulit-kulit bola. Kemudian Phytagoras (569-475 SM) yang mengajarkan bahwa bola
adalah bentuk geometri yang paling
sempurna, membuat perubahan pada model sebelumnya, dengan mengatakan bahwa
bentuk bumi adalah bulat. Tambahan secara mendetail juga dikatakan oleh Eudoxus
(408 SM) tentang gerak benda langit yang melingkar.
Model
teori geosentris ini terus disempurnakan oleh beberapa ilmuwan, misalnya
Aristoteles (384-322 SM). Ia memiliki kelebihan disbanding orang-orang
sebelumnya, karena ia melakukan pengamatan untuk memperjelas teori geosentris
ini. Dari salah satu hasil pengamatannya adalah ia memberikan bukti yang
menunjukkan bahwa bumi itu bulat. Kesimpulan itu didapatnya setelah ia
mengamati bayangan bumi yang mengenai permukaan Bulan pada peristiwa gerhana
Bulan berbentuk lingkaran. Ia juga berpendapat bahwa ukuran bumi yang sangat
besar, membuatnya tidak mungkin untuk bergerak. (Wikipedia)
Hal ini dipertegas oleh ayat Al-Qur'an surat
Al-Anbiyaa ayat 33
"Dan Dialah Yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan.
Masing-masing dari keduanya itu beredar dalam garis edarnya." [7]
7
|
Dalam ayat tersebut menyatakan bahwa bumi diam tidak bergerak,
sebagaimana yang dikatakan oleh teori geosentris. Sedangkan matahari dan bulan
bergerak mengelilingi bumi. Semua itu adalah Allah yang berkehendak. Wallahu
a'lam.
H. Koreksi Terhadap Praktek Kependidikan
Jika
kita percaya terhadap teori geosentris yang sesuai dengan apa yang dikatan
Al-Qur'an, maka hal ini akan memberikan koreksi terhadap teori Heliosentris
yang dimunculkan oleh seorang ilmuwan yang bernama Aristarchus (310-230 SM). Ia
adalah orang pertama yang memunculkan ide bahwa sebenarnya Mataharilah yang
menjadi pusat alam semesta. Menurutnya, Bumi bergerak mengelilingi Matahari
sembari melakukan rotasi. Salah satu hal yang mendasari pernyataan Aristarchus
ini adalah perhitungannya terhadap ukuran matahari. Matahari dikatakan lebih
besar dari bumi. (Wikipedia)
Disamping itu, surat Al-Hadid ayat 29 , telah
mematahkan keyakinan orang-orang Yahudi bahwa wahyu dan risalah itu khusus
diberikan kepada mereka saja, dan takkan keluar kepada yang lain. Karena mereka
beranggapan: Kami adalah bangsa pilihan Allah, dan kami anak-anak dan
kekasih-kekasih Allah.[8]
[1]
Departeman Agama RI. 2004. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Bandung: Jumanatul
Ali Art. hh.538-541
[2]
Ahmad Musthafa Al-Maraghi. 2004. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Thoha
Putra: Semarang. hh.296,319,344
[3]
As'ad Yasin, dkk. 2004. Terjemah Tafsir Fi Zhilalil Qur'an II. Gema
Insani: Jakarta. hh.152-153
[4] Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Op,Cit.
hh.286-299
[5]
Ibid, h.286
[6]
As'ad Yasin,dkk. Op,Cit. hh. 152-155
[7]
Departeman Agama RI. 2004. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Bandung: Jumanatul
Ali Art. h.324
[8][8]
Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Op,Cit. h. 343
Tidak ada komentar:
Posting Komentar