Jumat, 21 Februari 2014

Tafsir Surat Al-Hadid ayat 6, 17, 29



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur'an adalah sebuah risalah yang di dalamnya tidak mengandung keraguan dan siapa pun tidak boleh meragukannya. Siapa saja yang dalam hatinya masih menyimpan keraguan terhadap kebenaran Al-Qur'an, maka orang itu sama saja dengan tidak beriman kepada malaikat Jibril sebagai mediator penyampaiannya, bahkan sama dengan meragukan keberadaan dan kebenaran Allah swt. Secara bertuurut-turut Allah merincikan orang-orang yang bertaqwa adalah:
1.      Beriman kepada perkara yang gaib
2.      Mendirikan shalat
3.      Menginfakkan  sebagian rizkinya untuk zakat, sadaqah, ataupun infaq
4.      Beriman kepada kitab-kitab samawi yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-rasul-Nya
5.      Beriman serta meyakini akan datangnya hari akhir.
Berikut akan kami paparkan beberapa ayat Al-Qur'an berikut tafsirnya menurut ahli tafsir terkemuka, agar kita bisa lebih mendalami keimanan kita sebagai makhluk yang membutuhkan ketentraman jiwa, dan kebahagian hidup yang hakiki.


 
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Ayat Al-Qur'an dan Terjemahnya
1. Segala Sesuatu Pada Hakikatnya Milik Allah
QS. Al-Hadid: 6, 17
ßkÏ9qムŸ@øŠ©9$# Îû Í$pk¨]9$# ßkÏ9qãƒur u$pk¨]9$# Îû È@ø©9$# 4 uqèdur 7LìÎ=tæ ÅV#xÎ/ ÍrߐÁ9$#
(#þqßJn=ôã$# ¨br& ©!$# ÄÓôvä uÚöF{$# y÷èt/ $pkÌEöqtB 4 ôs% $¨Y¨t/ ãNä3s9 ÏM»tƒFy$# öNä3ª=yès9 tbqè=É)÷ès? ÇÊÐÈ    
6”Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan dia Maha Mengetahui segala isi hati".
17"ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya, sesungguhnya kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (kami) supaya kamu memikirkannya."
2. Tidak Ada Rahbaniyyah (Kerahiban) Dalam Agama Islam
QS. Al-Hadid: 29
žxy¥Ïj9 zOn=÷ètƒ ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# žwr& tbrâÏø)tƒ 4n?tã &äóÓx« `ÏiB È@ôÒsù «!$#   ¨br&ur Ÿ@ôÒxÿø9$# ÏuÎ/ «!$# ÏmÏ?÷sム`tB âä!$t±o 4 ª!$#ur rèŒ È@ôÒxÿø9$# ËLìÏàyèø9$# ÇËÒÈ  
29"(Kami terangkan yang demikian itu) supaya ahli kitab mengetahui bahwa mereka tiada mendapat sedikitpun akan karunia Allah (jika mereka tidak beriman kepada Muhammad), dan bahwasanya karunia itu adalah di tangan Allah. Dia berikan karunia itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar."[1]
B.  Penjelasan Mufrodat




Dia membolak-balikkan malam dan siang, dan menentukan keduanya dengan hikmat-Nya, sebagaimana yang Dia kehendaki. Kadang-kadang, Dia memanjangkan malam dan memendekkan malam. Dan kadang-kadang membiarkan keduanya sama. Dan kadang-kadang Dia menjadikan musim dingin atau gugur atau semi atau panas. Semua itu dengan pengaturan-Nya, dan sebagai kegunaan bagi makhluk-Nya.




Dan Dia Maha Tahu tentang rahasia-rahasia hati, betapa pun kecil dan tersembunyinya. Yakni, Dia mengetahui niat-niat makhluk-Nya, sebagaimana Dia mengetahui amal-amal mereka yang nyata, berupa amal baik maupun amal buruk.





3
Sesungguhnya Allah Ta'ala melunakkan hati setelah hati menjadi keras, dan menunjuki jiwa yang kebingungan setelah mengalami kesesatan, dan menghilangkan segala kesusahan setelah kesusahan itu menimpa hati dengan hebatnya, dengan petunjuk-petunjuk dan pembuktian-pembuktian Al-Qur'an, dan dengan nasihat-nasihat dan pelajaran-pelajaran yang dapat melunakkan hati sekeras batu karang yang tuli, dan menghidupkannya setelah mati, sebagaimana Allah menghidupkan tanah gersang dengan hujan yang deras. Allah swt, memberikan perumpamaan-perumpamaan kepadamu, supaya kamu memikirkan dan akalmu menjadi sempurna.






Kami lakukan hal seperti itu supaya ahli kitab mengetahui bahwa mereka sedikit pun tidak mendapatkan karunia Allah, yaitu dua pahala. Dan mereka tidak dapat memperolehnya selagi mereka tidak beriman kepada nabi Muhammad saw.[2]

C.  Asbabun Nuzul





D. Mufrodat Kunci (Key Word)
: Memasukkan malam ke dalam siang dan measukkan siang ke dalam malam.

: Hal-hal yang tersimpan dalam hati dan tersembunyi dalam sanubari.
4
 
: Keterangan-keterangan dan hujjah-hujjah
: Kalian memikirkan.

E.  Pesan Umum
Isi keseluruhan dari surat Al-Hadid ayat 6, 17, 29 merupakan seruan kepada kaum muslimin supaya mewujudkan hakikat keimanannya. Disamping itu, seruan umum dan terus-menerus dilakukan adalah kondisi nyata Umat Islam ketika turunnya surah ini. Yaitu, masyarakat madani, yang mulai rentang dari tahun keempat hijriyah hingga masa setelah takluknya kota Mekkah.
Disamping kaum Muhajirin dan Anshar yang lebih dahulu beriman, yang mengalami pukulan terhebat sepanjang sejarah umat Islam tatkala mereka mengaktualisasikan hakikat keimanan di dalam dirinya.[3]
Setelah Allah menyebutkan bermacam-macam dalil yang menetapkan keesaan-Nya, ilmu dan kekuasaan-Nya, yakni Dia terangkan bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi ada dalam genggaman-Nya. Dia membimbing agar manusia berpikir dan memperhatikan dalil-dalil tersebut. Lalu Allah menyebutkan perbedaan antara orang-orang Mu'min pada hari kiamat, bahwa orang-orang Mu;min mempunyai cahaya yang membimbing mereka berjalan menuju surga.
5
5
Kemudian Allah menegur mereka (orang-orang Mu'min) agar jangan sampai seperti Ahlul Kitab yang karena terlalu lama jarak waktu antara mereka dengan para nabi, sehingga hati mereka menjadi keras dan berpaling dari perintah dan larangan-larangan agama. Allah menyebutkan bahwa orang-orang yang beriman diantara Ahli Kitab dengan iman yang benar, maka mereka akan memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Barang siapa yang beriman kepada Nabi Isa dan kepada Nabi Muhammad saw, maka  mereka akan diberi pahala dua kali. Tidak seperti yang dikatakan oleh kaum Yahudi, bahwa wahyu dan risalah itu khusus diberikan kepada mereka, takkan keluar kepada yang lain. Karena orang-orang Yahudi mempunyai anggapan bahwa Kami adalah bangsa pilihan, dan kami anak-anak kekasih-kekasih Allah.[4]

F.     Nilai Kependidikan
Surat ini di namai surat al-hadid  yang secara harfiah berarti besi. Nama tersebut di ambil dari ayat 25 surat Al-Hadid yang menyatakan bahwa "Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu ) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak melihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa". Besi adalah karunia Allah swt, untuk dipergunakan dalam membela agama Allah dan memenuhi keperluan hidup
Imam Ahmad Musthafa Al-Maraghi berpendapat bahwa persesuaian antara surat ini dengan surat sebelumnya (surat Al-Waqi'ah) adalah:
1.      Bahwa surat ini dimulai dengan Tasbih, sedang surat sebelumnya diakhiri dengan Tasbih pula
2.      Bahwa awal dari surat ini berfungsi sebagai alasan untuk suruhan bertasbih yang terdapat pada akhir surat sebelumnya.[5]
Sayyid Kutub menyebutkan surat ini menyeru umat Islam agar khusyu dalam mengingat Allah dan mengingat kebenaran yang telah diturunkan oleh Allah guna meraih pengganti sebagai buah dari kekhusyuan tersebut yang tumbuh dari hakikat keimanan.
6
6
Karakteristik ketuhanan yang tercantum dalam ayat-ayat di atas sangat berkehendak dan berpenngaruh. Dia Yang menciptakan segala sesuatu, Yang mengayomi segala sesuatu, dan Yang mengetahui segala sesuatu. Menyuguhkan cipataan "tangan" kekuasaan yang menjangkau persada langit dan bumi, yang menyentuh relung-relung kalbu dan isi hati, dan yang memantau segala hal, baik benda maupun makhluk berakal, yang ada di alam nyata.[6]

G.    Koneksi Ayat Dengan Praktek Kependidikan
Pemikiran tentang gerak benda langit sudah dilakukan ratusan tahun sebelum masehi. Prosesnya dimulai sejak Anaximander (611-546 SM) membuat model geosentris pertama dengan cara mengungkapkan bahwa bumi datar, tidak bergerak, dan dikelilingi oleh matahari, Bulan, dan bintang-bintang yang terletak pada kulit-kulit bola. Kemudian Phytagoras (569-475 SM) yang mengajarkan bahwa bola adalah bentuk  geometri yang paling sempurna, membuat perubahan pada model sebelumnya, dengan mengatakan bahwa bentuk bumi adalah bulat. Tambahan secara mendetail juga dikatakan oleh Eudoxus (408 SM) tentang gerak benda langit yang melingkar.
Model teori geosentris ini terus disempurnakan oleh beberapa ilmuwan, misalnya Aristoteles (384-322 SM). Ia memiliki kelebihan disbanding orang-orang sebelumnya, karena ia melakukan pengamatan untuk memperjelas teori geosentris ini. Dari salah satu hasil pengamatannya adalah ia memberikan bukti yang menunjukkan bahwa bumi itu bulat. Kesimpulan itu didapatnya setelah ia mengamati bayangan bumi yang mengenai permukaan Bulan pada peristiwa gerhana Bulan berbentuk lingkaran. Ia juga berpendapat bahwa ukuran bumi yang sangat besar, membuatnya tidak mungkin untuk bergerak. (Wikipedia)
 Hal ini dipertegas oleh ayat Al-Qur'an surat Al-Anbiyaa ayat 33 "Dan Dialah Yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar dalam garis edarnya." [7]
7
Dan dalam surat Yasin ayat 40 disebutkan bahwa "Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan, dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya".
Dalam ayat tersebut menyatakan bahwa bumi diam tidak bergerak, sebagaimana yang dikatakan oleh teori geosentris. Sedangkan matahari dan bulan bergerak mengelilingi bumi. Semua itu adalah Allah yang berkehendak. Wallahu a'lam.
H. Koreksi Terhadap Praktek Kependidikan
Jika kita percaya terhadap teori geosentris yang sesuai dengan apa yang dikatan Al-Qur'an, maka hal ini akan memberikan koreksi terhadap teori Heliosentris yang dimunculkan oleh seorang ilmuwan yang bernama Aristarchus (310-230 SM). Ia adalah orang pertama yang memunculkan ide bahwa sebenarnya Mataharilah yang menjadi pusat alam semesta. Menurutnya, Bumi bergerak mengelilingi Matahari sembari melakukan rotasi. Salah satu hal yang mendasari pernyataan Aristarchus ini adalah perhitungannya terhadap ukuran matahari. Matahari dikatakan lebih besar dari bumi. (Wikipedia)
  Disamping itu, surat Al-Hadid ayat 29 , telah mematahkan keyakinan orang-orang Yahudi bahwa wahyu dan risalah itu khusus diberikan kepada mereka saja, dan takkan keluar kepada yang lain. Karena mereka beranggapan: Kami adalah bangsa pilihan Allah, dan kami anak-anak dan kekasih-kekasih Allah.[8]



[1] Departeman Agama RI. 2004. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Bandung: Jumanatul Ali Art. hh.538-541
[2] Ahmad Musthafa Al-Maraghi. 2004. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Thoha Putra: Semarang. hh.296,319,344
[3] As'ad Yasin, dkk. 2004. Terjemah Tafsir Fi Zhilalil Qur'an II. Gema Insani: Jakarta. hh.152-153
[4] Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Op,Cit. hh.286-299
[5] Ibid, h.286
[6] As'ad Yasin,dkk. Op,Cit. hh. 152-155
[7] Departeman Agama RI. 2004. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Bandung: Jumanatul Ali Art. h.324
[8][8] Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Op,Cit. h. 343

Tidak ada komentar: